Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sumur Tua, Mata Air Abadi

16 April 2024   08:52 Diperbarui: 16 April 2024   11:21 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alkisah, terdapat sebuah sumur tua sekitar 75 meter dari rumah saya ke arah timur. Letaknya di pinggir jalan kampung saya, Semango, Desa Leming, Kecamatan Terarah, Lombok Timur, NTB.

Usia sumur itu sudah sudah lebih dari setengah abad. Bisa jadi 75-100 tahun. Saat saya masih kanak-kanak sumur itu sudah ada. Mungkin itu sumur pertama yang dibangun.

Dulu sebelum jalan masuk ke kampung, sumur itu berada di tempat yang tersembunyi, terletak di antara semak belukar. Semak itu berfungsi sebagai pelindung bagi warga yang sedang mandi. Pada masanya tempat itu dipandang angker. 

Sebagian besar masyarakat percaya pada mitos bahwa sumur itu memiliki semacam jin penunggu. Satu dua orang mengaku pernah bersua dengan makhluk menyeramkan saat melintas pada waktu-waktu tertentu.

Saat jalan dibangun jalurnya melewati area sekitar sumur sehingga semak belukar itu dibabat dan lokasi menjadi lapang. Sekarang mitos jin penunggu itu sudah berlalu. Mungkin pula jin penunggunya telah eksodus karena sumur itu tidak lagi dipandang menyeramkan.

Di samping sumur terdapat sebuah batu besar berbentuk pipih. Luas permukaan pipihnya sekitar 1 M². Batu itu digunakan sebagai tempat sholat.

Saya ingat, mulut sumur itu pada awalnya berbentuk bundar sebagaimana sumur pada umumnya. Lubang sumur berdiameter sekitar 1.5 meter. Dinding lubang sumur disusun dengan bata merah setinggi pinggang orang dewasa.

Dulu warga mengambil air dari sumur itu dengan timba atau gayung yang diikat dengan tali panjang. Gayung itu dilempar ke dalam sumur. Setelah terisi air gayung itu ditarik  ke permukaan tanpa menggunakan katrol.

Dari sumur itulah warga mengambil air untuk memasak, mandi, dan mencuci. Di masa lampau warga mengambil air dan dibawa pulang untuk ditampung di bak penyimpanan berupa periuk dari tanah liat.

Pada masyarakat Sasak tradisonal, ada dua jenis Periuk tempat penyimpanan air, yaitu, selao dan bong

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun