Sebagaimana hari pertama, hari kedua Ramadan saya bangun untuk makan sahur. Saya melihat makanan pada sahur hari kedua di hadapan saya tampak tidak enak sama sekali. Mulut saya terasa pahit.
Saya memaksakan diri menghabiskan sepiring nasi. Porsinya tidak terlalu banyak. Namun porsi itu saya perkirakan sudah cukup untuk bertahan sampai Maghrib tiba.
Sejak hari pertama puasa ada serangan kecil di kepala saya yang membuat nyut-nyutan. Tenggorokan terasa agak kering. Saya berusaha menahannya. Saya juga sempat keluar setelah ashar untuk suatu keperluan.
Sampai adzan Maghrib berkumandang nyut-nyutan itu masih terasa. Pandangan saya sedikit berkunang-kunang. Hanya saja masih bisa bertahan dan bisa ikut shalat tarawih di Masjid.
Hingga sahur tadi pagi kepala saya masih terasa sakit. Bahkan lebih hebat. Semalaman saya didera rasa sakit dan hampir tidak bisa tidur.
Rasanya saya masih kuat menjalani puasa. Maka saya paksakan diri bangun sahur.
Sahur merupakan salah satu Sunnah dalam puasa. Walaupun tidak wajib, sahur sangat dianjurkan untuk memenuhi nutrisi dan sumber energi karena seharian tidak boleh makan dan minum.
Nabi Muhammad saw. bersabda, "Bersahurlah kalian karena dalam sahur terdapat berkah." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas menunjukkan bahwa sahur bukan sekadar kegiatan makan, tetapi juga ibadah yang dianjurkan.
Lebih dari itu, Islam pada dasarnya memberikan perlindungan kepada umatnya untuk setiap kewajiban yang diperintahkan. Puasa, misalnya, merupakan ibadah yang tidak makan dan minum sejak fajar hingga Maghrib. Untuk itu, agar kuat menjalankan ibadah puasa sangat dianjurkan untuk makan sahur. Maka sahur sebenarnya merupakan bentuk asuransi kesehatan bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa.
Saya dan keluarga biasa makan sahur sekitar satu jam sebelum subuh. Tujuannya agar makan tidak tergesa-gesa. Makan akan terasa lebih nikmat jika dalam suasana santai.