Dalam perspektif tertentu, pergi jauh ke masa lalu bukanlah sebuah pilihan yang bijaksana. Secara personal, pilihan ini akan meninggalkan jejak negatif dalam kesadaran seseorang jika masa lalu itu menyisakan residu pengalaman yang menyakitkan atau meninggalkan serpihan traumatik yang mendalam. Melupakan masa lalu dalam konteks ini merupakan pengkondisian di mana seseorang dapat berdamai dengan masa lalu yang pahit dan tidak menyenangkan.
Tentu saja tidak semua masa lalu itu menyakitkan. Jika masa lalu adalah sejarah, dimensi waktu itu akan menjadi bagian penting bagi manusia baik secara personal maupun kolektif jika saja kita dapat mengambil pelajaran darinya.
Seseorang yang tidak memahami sejarah sesungguhnya dia tidak akan memahami dengan baik kehidupan hari ini.
Quote di atas dapat dimaknai sebagai sebuah kondisi di mana seseorang yang tidak memahami sejarah sesungguhnya dapat membuatnya kehilangan konteks dan pemahaman yang mendalam tentang peristiwa, nilai-nilai, dan perubahan yang membentuk kehidupan hari ini.
Sejarah, dengan demikian, memainkan peran dalam membentuk identitas dan memberikan wawasan tentang akar budaya, konflik, dan perkembangan yang mempengaruhi masyarakat. Tanpa pemahaman sejarah, seseorang mungkin kesulitan menafsirkan dinamika sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang berkembang hari ini.
Jejak sejarah dapat ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu, sumber tertulis, lisan, dan fisik (benda). Jejak kolonial merupakan sisi sejarah yang banyak ditemukan di berbagai wilayah eks koloni. Mereka para penjajah tidak saja meninggalkan jejak derita tetapi juga bangunan dan nilai-nilai tertentu yang dapat diadopsi oleh masyarakat setempat.
Setiap daerah di Indonesia, dapat ditemukan jejak kolonial berupa bangunan fisik dengan berbagai bentuk dan masih dapat dimanfaatkan sampai saat ini.
Di Lombok NTB, salah satu jejak sejarah yang masih ada sampai hari ini dalam bentuk fisik adalah jembatan gantung yang terletak di Kabupaten Lombok Barat. Jika menempuh perjalanan dari Mataram ke Jembatan Gantung Gerung sekitar 14,6 km.
Jembatan tersebut menjadi penghubung dua kecamatan. Jembatan yang membentang di sungai Gerung itu menghubungkan Dusun Kelebut Desa Kebun Ayu Kecamatan Gerung dengan Dusun Nyurlembang Desa Jembatan Gantung Kecamatan Lembar. Jembatan ini juga dikenal dengan jembatan gantung Dodokan.
Dilansir dari media online lokal Radar Lombok, jembatan gantung ini dibangun pada tahun 1932 saat pemerintahan kolonial Belanda masih bercokol di Nusantara. Masih dari sumber yang sama, pembangunannya melibatkan tenaga ahli dari Jawa yang sengaja didatangkan oleh pemerintah Belanda.
Penduduk lokal sendiri tidak banyak yang terlibat sebagai tenaga ahli. Ada kemungkinan pada masa itu penduduk lokal belum memiliki keahlian yang dibutuhkan. Selebihnya penduduk setempat hanya bertugas sebagai buruh yang mengumpulkan material seperti batu, pasir, besi dan lain-lain. Kemungkinan besar dapat dipastikan pembangunannya menggunakan kerja paksa (kerja rodi).