Mendung menyelimuti lengkung langit. Hujan menyambut Minggu pagi awal Juli 2023. Milyaran titik air sampai siang terus menerus tunduk di bawah kekuatan gravitasi bumi.
Hujan itu cukup membuat halaman kuyup, menjadikan lubang dan lekukan di sepanjang jalan desa tidak beraspal tergenang air.
Sebagian air itu bergerak lemah tetapi pasti menuju titik terendah. Alirannya menggerus halus tanah yang menutupi permukaan jalan.
Pepohonan seakan bersuka ria mendapat berkah alam. Daun kelengkeng di halaman rumah bagai sejumlah telapak tangan yang menengadah seakan berusaha menampung titik air yang berjatuhan.
Dua batang cabai rawit seolah termangu menikmati setiap tetes hujan. Tanaman berbuah pedas itu sepertinya tidak ingin melewatkan perubahan cuaca itu.
Sekitar tiga bulan lalu, cabai itu ditanam dalam polybag. Sedikit ruang kosong cukup membuat cabai itu untuk tumbuh dengan baik.
Kini cabai itu sudah sudah besar dan berbuah. Sebagian sudah memerah, sebagian lagi masih hijau tetapi sudah cukup matang untuk dijadikan bumbu masakan.
Umur tanaman cabe rawit bisa mencapai 24 bulan, dan mulai berbuah ketika memasuki umur 2.5 sampai 3 bulan. Periode panen bisa berlangsung selama 6 bulan bahkan lebih. Frekuensi panen pada periode masa panen tersebut bisa berlangsung 15-18 kali.
Setelah 6 bulan bukan berarti cabai tidak bisa berbuah lagi. Tanaman yang juga dikenal dengan nama Lombok ini tetap bisa berbuah tetapi tentu saja produktivitasnya semakin rendah sehingga tidak ekonomis lagi untuk dipelihara. Jika bertujuan untuk bisnis sebaiknya diremajakan lagi untuk memperoleh kualitas hasil panen yang baik. Untuk budidaya intensif, biasanya tanaman cabe rawit dipelihara hingga berumur 12 bulan.
Kehadiran dua batang cabai di halaman rumah itu cukup bermanfaat untuk keperluan masak sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan cabai, istri saya tidak selalu harus menunggu tukang sayur atau bergegas ke warung.
Ini hanya salah satu contoh bahwa bercocok-tanam sayur-sayuran di halaman rumah dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan keluarga.
Pemanfaatan lahan kosong di halaman rumah dapat membantu ketersediaan pangan pada lingkup rumah tangga. Bahkan bisa berbagi kepada tetangga. Mungkin hal ini terdengar sederhana. Namun, harus diakui dua batang cabai itu sedikit banyak memberikan manfaat pangan.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, di samping sandang dan papan.
Pangan adalah segala sesuatu yang dapat dikonsumsi (dimakan dan diminum). Pangan, istilah lain dari makanan, berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air. ((UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1).
Pangan bisa berupa produk yang sudah diolah dan tidak diolah. Produk pangan yang sudah diolah, misalnya, nasi, sayur atau daging yang sudah dimasak, penganan, dan berbagai jenis makanan lainnya.
Pangan yang dapat dikonsumsi tanpa perlu diolah kerap disebut dengan istilah pangan segar. Buah-buahan merupakan pangan segar yang langsung dapat dikonsumsi. Namun pangan segar juga menjadi bahan baku pangan olahan.
Sebagai kebutuhan dasar, ketersediaan pangan dalam sebuah keluarga menjadi sesuatu yang mutlak. Pangan harus tersedia, paling tidak, untuk bertahan hidup dari hari ke hari terlepas dari komposisi gizi dan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Hal ini membuat keluarga harus memiliki ketahanan pangan yang cukup.
Dalam UU No. UU No. 18/2012, ketahanan pangan diartikan sebagai,
"kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".
Memang benar bahwa ketahanan pangan sebuah negeri merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun apakah pemerintah memberikan secara gratis kepada setiap keluarga? Tentu tidak.
Kesempatan mengakses pangan setiap keluarga tentu berbeda-beda. Ini sangat tergantung kepada kekuatan atau kemampuan sebuah keluarga untuk mendapatkannya.
Bagi keluarga yang berkecukupan tentu bukanlah hal yang sulit untuk memenuhi pangan atau makanan yang diperlukan. Mereka dapat dengan mudah membeli dan men-supplay makanan untuk keperluan sehari-hari. Akan berbeda dengan keluarga kurang beruntung, pemenuhan kebutuhan dasar itu menjadi permasalahan karena kesenjangan pendapatan dan pengeluaran. Kondisi ekonomi sebuah keluarga menjadi bagian yang paling menentukan dalam menjaga ketahanan pangannya.
Terlepas dari kemampuan sebuah keluarga menjaga ketahanan pangannya. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk membangun ketahanan pangan keluarga adalah dengan memanfaatkan pekarangan untuk bercocok tanam.
Bercocok tanam di pekarangan tentu saja tidak menjamin kebutuhan pangan terpenuhi secara utuh. Kehadiran tanaman di pekarangan, paling tidak, dapat menghasilkan sebagian makanan secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap pasokan dari luar.
Hasil tanaman di pekarangan rumah juga dapat membantu menghemat biaya belanja bahan makanan. Kebutuhan sayuran, buah-buahan, dan makanan lainnya sebagian dapat dipenuhi tanpa harus bergegas ke pasar atau ke pusat perbelanjaan. Sebuah keluarga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya transportasi untuk keluar dari rumah saat ingin mendapatkan bahan makanan.
Bercocok tanam di pekarangan rumah membuat sebuah keluarga memiliki kendali penuh atas teknik pertanian yang digunakan. Sebagai ilustrasi, sebuah keluarga dapat memilih menggunakan metode organik dan menghindari penggunaan pestisida atau bahan kimia berbahaya lainnya. Ini akan membuat hasil tanaman dan lingkungan lebih sehat.
Pekarangan yang sempit bukanlah halangan terbesar untuk bercocok tanam. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada sebuah keluarga untuk mengeksplor teknik pertanian yang memungkinkan.
Bertanam dengan polybag dan menggunakan teknik hidroponik dapat menjadi alternatif bercocok tanam yang tepat. Teknik ini sangat mendukung untuk bercocok tanam pada lahan yang sempit.
Kehadiran tanaman di pekarangan juga dapat membantu meningkatkan kualitas udara di sekitar rumah. Tanaman menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida, sehingga membantu mengurangi polusi udara.
Manfaat lainnya, untuk menghasilkan tanaman di pekarangan diperlukan aktivitas fisik. Hal ini bermanfaat untuk kesehatan. Aktivitas bercocok tanam dapat menjadi bentuk olahraga ringan yang melibatkan seluruh tubuh.
Bagi para pecinta tanaman, aktivitas bercocok tanam memberikan ketenangan pikiran dan mengurangi stres. Mengeksplorasi alam dan merawat tanaman dapat memberikan kepuasan emosional dan menyegarkan pikiran.
Pada akhirnya bercocok tanam dapat meningkatkan estetika dan keindahan rumah. Tanaman hijau dan pohon-pohon yang rindang dapat memberikan tampilan yang menarik dan menyenangkan untuk dilihat. Ini juga dapat meningkatkan nilai properti rumah dan pekarangan.
Bercocok tanam juga dapat menjadi kesempatan untuk belajar dan meningkatkan kesadaran tentang alam dan lingkungan bersama keluarga, terutama anak-anak. Ini merupakan bagian dari pendidikan dan kesadaran lingkungan.
Sebenarnya saya sendiri belum secara utuh memanfaatkan pekarangan rumah sebagai area bercocok tanam. Namun tidaklah salah jika saya membuat artikel ini sebagai pengingat bagi saya pribadi.
Lombok Timur, 01 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H