Bersama Dowes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, yang kelak dikenal dengan Tiga Serangkai, mendirikan Indische Partij tahun 1912. Organisasi ini dipercaya menjadi cikal bakal berkembangnya gerakan perjuangan kemerdekaan di bidang politik. Aktivitas Tiga Serangkai itu pernah membuat ke tiganya masuk penjara Sukamiskin pada tahun 1913. Ayah Suwardi, Pangeran Suryaningrat, berpesan saat menjenguk anaknya di penjara,"Ingat Suwardi, seorang pahlawan sejati tidak akan menjilat ludahnya sendiri." (Wahjudi: 2018)
Tulisan-tulisan Suwardi dikenal tajam, kritis, provokatif sekaligus edukatif. Kelebihan itu membuatnya harus menerima resiko diasingkan pemerintah kolonial ke Belanda. Setiap rangkaian kalimat dalam tulisannya dipercaya mampu membangun sikap patriotik dalam perjuangan menuju kemerdekaan. Suwardi menjadikan pers sebagai alat perjuangan. Suwardi menjelma menjadi penulis handal pada zamannya. Penghasilannya sebagai penulis mampu membiayai perjalanan pulangnya ke Indonesia di akhir masa pengasingan tanpa membebankan orang lain.
Salah satu tulisan terkenalnya adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda". Dalam tulisan itu Suwardi melontarkan kritik penuh sarkas kepada pemerintah kolonial atas perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Bagaimana mungkin Belanda merayakan kemerdekaan ketika mereka sedang merampas kemerdekaan bangsa lain selama ratusan tahun.
Suwardi menuding Belanda telah berlaku semena-mena karena menari di atas penderitaan bangsa yang tengah dijajahnya. Tulisan ini pula yang membuat Belanda menjatuhkan hukuman kepada Suwardi tanpa proses peradilan. Suwardi dibuang ke Belanda untuk menghentikan aksinya melakukan penyadaran tentang pentingnya nasionalisme serta membangun semangat persatuan dan kesatuan kepada pribumi untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Apa yang dialami Suwardi tidak membuatnya berhenti berjuang. Dari Belanda dia terus bersuara melawan ketidakadilan. Di Belanda Suwardi belajar pendidikan secara mendalam. Di sinilah Suwardi berkenalan dengan dunia pendidikan. Di sinilah pemahaman dan kesadarannya tumbuh tentang betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan rakyat. Di Belanda Suwardi berkenalan dengan berbagai teori pendidikan barat. Namun Suwardi mampu merumuskan model pendidikan yang sesuai dengan budaya Indonesia.
Di balik kehidupan Suwardi, ada Suhartinah istrinya yang memiliki peran penting dalam perjuangannya. Suhartinah dengan setia menemani Suwardi dalam pengasingan di Belanda. Bahkan Suhartinahlah yang mendorong Suwardi terus berjuang melalui bidang pendidikan.
Bagi Suwardi pendidikan merupakan basis yang mengantarkan sebuah bangsa menuju perubahan, termasuk perjuangan mengubah nasib bangsa dari keadaan tertindas menuju kemerdekaan. Suwardi memandang bahwa pendidikan bagi generasi muda menjadi hal utama. Dia berpendapat bahwa pendidikan anak-anak adalah pendidikan rakyat.
Pendidikan bagi Suwardi adalah pembentukan kodrat manusia. Setiap orang lahir dengan kodrat masing-masing dan itu tidak dapat diubah. Suwardi mengandaikan manusia itu seperti jagung. Seorang petani tidak dapat mengubah jagung menjadi padi. Petani hanya bisa melakukan perawatan, pemupukan, dan menjaga jagung agar tumbuh maksimal. Demikian juga dengan anak-anak. Mereka lahir dengan kodrat (potensi dan bakat) masing-masing. Kodrat itulah yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pendidikan.
Pulang dari Belanda, Suwardi mendirikan Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan pertama sebagai instrumen yang bertujuan mencerdaskan anak-anak pribumi. Pendidikan baginya bukanlah tujuan tetapi merupakan wadah untuk memperjuangkan nasib bangsa.
Suwardi sangat menjunjung tinggi kesetaraan. Dia memandang bahwa setiap orang memiliki derajat yang sama. Inilah salah satu paham humanisme yang dipegang teguh Suwardi. Pemahaman itu membuat Suwardi menanggalkan atribut kebangsawanannya dengan berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara.
Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara memiliki jasa besar bagi dunia pendidikan. Beliau merupakan peletak dasar Pendidikan Nasional melalui Perguruan Taman Siswa yang didirikannya. Semoga kita dapat menghargai jasanya.