Sesorang mengirim gambar rumput di sebuah WAG. Foto itu disertai dengan narasi jenaka yang kurang lebih tertulis sebagai berikut.
"Jika menemukan rumput seperti ini di pekarangan rumah atau kebun, jangan buru-buru dicabut dan dibuang. Kalau dijual itu bisa laku miliaran rupiah jika dijual bersama pekarangan dan rumahnya."
Saat sampai pada kata miliaran dada saya sempat berdegup kencang tetapi ketika membaca penggalan kalimat berikutnya saya senyum-senyum sendiri seperti Majnun tengah membayangkan senyum Layla. Tawa saya bahkan hampir meledak sesaat setelah membaca habis pesan WhatsApp tersebut.
Tentu saja saya tidak ingin tertawa sendiri. Saya membagikan pesan itu ke dua atau tiga grup. Beberapa anggota grup menanggapinya dengan emoji tertawa sambil berlinang air mata. Saya membayangkan mereka tengah sedang terpingkal sampai sakit perut.
Apesnya di salah satu grup pesan itu dihapus admin. Bahkan pesan balasan anggota grup yang menimpali pesan saya itu juga dihapus. Saya sedikit kaget. Menurut saya sikap admin itu secara terselubung telah mengajak berdebat. Sempat terlintas untuk mepakukan protes atas tindakan admin itu. Tetapi saya urungkan.
Saya ingat pesan Imam Syafii, "Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi."
Saya tersenyum saja melihat sikap admin yang menghapus pesan saya. Saya tidak mengenal admin itu. Saya berada dalam satu grup karena membutuhkan informasi yang membuat saya menjadi bagian dari WAG tersebut.
Saya menjadi berpikir. Apakah hidup harus seserius itu. Ternyata ada orang yang tidak memiliki selera humor. Mark Elliot Zuckerberg saja tidak sekaku itu melihat tingkah orang di jejaring facebooknya.
Hidup ini perlu tertawa. Maka sesekali perlu untuk melakukan hal-hal kocak. Sebagai manusia yang dibekali dengan kecenderungan pada hal-hal yang membuat rileks, sesekali kita harus mendengarkan kata-kata jenaka atau melemparkan kalimat-kalimat komedi agar dunia memiliki warna.
Sesekali beban hidup perlu ditanggalkan. Pikiran dan perasaan perlu diistirahatkan dari hal-hal yang memaku kesadaran kita untuk selalu serius. Tundalah situasi itu dengan sesuatu yang dapat menghadirkan rasa lega. Komedi. Humor. Jenaka. Itulah salah satu jalan keluarnya sebagai bagian dari cara kita mensejahterakan diri secara mental.
Kesejahteraan bukan hanya berhubungan dengan ketebalan dompet, mobil yang mentereng, atau hal-hal material lainnya. Secara psikologis, kita juga memerlukan asupan suasana santai dan menyenangkan. Di sinilah kejenakaan, kelucuan, atau hiburan hadir untuk memicu orang untuk tertawa. Bukankah tertawa juga dapat menurunkan hormon kortisol dan adrenalin yang menjadi penyebab stres?