Saya membayangkan betapa senang warga yang jauh dari kampung halaman diperbolehkan mudik tahun ini setelah dua tahun terakhir dilarang akibat pandemi covid-19.
Mudik merupakan rutinitas tahunan saat lebaran atau liburan untuk menumpahkan kerinduan seseorang pada kampung halamannya. Mudik pada banyak orang tidak lain dari sebuah momen napak tilas masa lalu dalam kehidupan asal bersama keluarga dan kerabat. Pada momentum ini pemudik berkesempatan berkumpul bersama keluarga beberapa hari untuk saling bertanya tentang keadaan selama tidak berjumpa, bercerita tentang pengalaman masing-masing, mengenang keindahan masa lalu, atau mengulang kebersamaan waktu lampau dalam bukber Ramadlan.
Saya pernah berada pada titik yang jauh dari kampung halaman saat kuliah dulu. Libur lebaran atau libur semester menjadi bagian yang paling dinantikan. Selama dalam perantauan selalu ada kerinduan pada kampung halaman dimana saya lahir dan tumbuh sampai kemudian pergi ke kehidupan pada lingkungan yang jauh dan berbeda.
Perasaan perantau setanah air tentu tidak berbeda dengan perasaan saya saat itu. Kerinduan pada kampung halaman bisa tetiba mengusik kesadaran setiap orang. Kerinduan makin menebal ketika detik-detik keberangkatan mudik makin dekat. Dua tahun tidak boleh pulang kampung atau tidak mudik akibat badai makhluk mikroskopis bernama covid-19 membuat para perantau dibayangi kerinduan menggunung pada orang tua, saudara, teman-teman masa kecil, tetangga ujung gang yang ramah, atau kerabat di seberang jalan yang dikenal bermuka sinis.
Kebijakan mudik oleh pemerintah tentu hal yang menggembirakan bagi para perantau. Mereka memiliki kesempatan untuk menumpahkan kerinduan pada kampung halaman. Bagi pemudik, untuk membayar kerinduan pada kampung halaman tentu saja membutuhkan biaya perjalanan. Nilainya sangat tergantung jarak tempuh perjalanan itu. Makin jauh jarak tempuh untuk mencapai kampung halaman makin tinggi pula biaya perjalanan yang harus dipersiapkan.
Biaya perjalanan mudik juga sangat tergantung berapa orang keluarga yang ikut mudik. Biaya itu bertambah dengan pengadaan oleh-oleh untuk keluarga. Belum lagi harus bagi-bagi uang sekadarnya untuk sanak famili atau anak-anak kerabat di kampung.
Biaya itu mengalami penggelembungan ketika harus mendapatkan surat sakti hasil pemeriksaan rapid antigen bagi pemudik yang sudah vaksin dosis ke dua atau PCR bagi yang baru mendapatkan vaksin dosis pertama. (tempo 05-04-2022)
Bagi pemudik dengan penghasilan menengah ke bawah hal ini tentu terasa berat ketika harus membawa anak istri pulang kampung. Mereka harus membayar kerinduan itu dengan biaya perjalanan yang cukup tinggi. Biaya transportasi, makan dalam perjalanan, penginapan (jika diperlukan), sampai rapid antigen atau PCR adalah daftar biaya perjalanan masuk dalam anggaran.
Dalam konteks ekonomi nasional, mudik sangat berdampak pada geliat usaha pada banyak bidang. Dikutip dari kompas.com peredaran uang ke daerah saat mudik 2019 mencapai 9.7 trilyun.
Mudik tidak saja sebuah tradisi melepas kerinduan pada kampung halaman melainkan juga meningkatkan geliat ekonomi secara nasional. Pada saat yang sama anggaran belanja pada tingkat rumah tangga mengalami lonjakan.