mal di Ibu Kota nyaris tumbang. Pengunjung semakin jarang datang dan pedagang pun satu per satu menghilang. Salah satunya adalah Mal Blok M yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mal yang berjaya pada era 1990-an sampai 2000-an itu tak lagi menjadi pilihan masyarakat.
KEBAYORAN BARU, JAKARTA - Nasib sejumlahKawasan Blok M, Jakarta Selatan, identik dengan keramaian anak muda perkotaan. Hal ini tidak lepas dari perencanaan tata kota pada 1950an, yang menjadikan Kebayoran Baru, termasuk Blok M, sebagai pusat kegiatan ekonomi dengan berbagai infrastruktur pendukung. Blok M pada 1980-2000an adalah tempat yang ramai oleh banyak orang dengan berbagai aktivitas, mulai dari berwisata kuliner, berbelanja, atau hanya sekadar berkumpul bersama teman.
Karena dianggap sebagai daerah yang potensial dari aspek ekonomi, pemerintah melakukan pengembangan kawasan Blok M, antara lain dengan membangun Mal Blok M dan Terminal Blok M pada 1992 yang terintegrasi. Blok M Mal pun diresmikan pada tanggal 3 Oktober 1992 oleh Gubernur DKI Jakarta pada masa itu, yaitu Wiyogo Atmodarminto atau Bang Wi.
Menjadi sentra bisnis Jakarta Selatan, Blok M Mal dibangun di atas lahan seluas 3.5 hektar. .Bagian mal berada di bawah terminal dan dilengkapi akses bagi masyarakat untuk masuk dan keluar terminal. Jadilah Mal Blok M tempat yang selalu ramai oleh banyak orang, oleh pedagang, pembeli, maupun orang yang sekadar lewat.
Namun, layaknya roda kehidupan, keriuhan terminal maupun aktivitas jual-beli orang terus menurun seiring perubahan zaman. Kini, tak terdengar lagi suara lantang para pedagang menawarkan dagangannya atau suara pembeli menawar harga. Bahkan keramaian orang yang melintas keluar-masuk kawasan mal dan terminal juga sudah menghilang.
Dulu, semua toko di Mal Blok M pasti buka setiap hari. Suara tawar menawar antara pengunjung dan pemilik toko seakan menjadi soundtrack ketika berkunjung ke kawasan itu. Beragam jenis toko, mulai dari pakaian sampai gerai-gerai makanan menghinggapi Kawasan tersebut.
Sekarang, hanya ada segelintir orang yang datang ke mal tersebut. Dari ratusan toko yang pernah berdiri di mal tersebut, hanya tersisa lima toko saja. Yakni, toko sepatu, pakaian, dan aksesoris.
Sedangkan ruko-ruko di blok seberang dari blok pedagang yang masih buka sudah disekat lantaran sudah tak ada penyewanya lagi. Bahkan, di beberapa sisi Lorong terdapat bocoran air yang tergenang ketika hujan turun dan tentu saja akan mengganggu aktivitas para pedagang dan pengunjung yang lewat.
Kondisi mengenaskan tersebut bisa terjadi lantaran pandemi Coronovirus disease 2019 (COVID-19) yang melanda Indonesia dan dunia pada tahun 2020. Tak bisa dipungkiri, banyak masyarakat yang memilih berbelanja lewat online dengan alasan efisiensi dan keamanan.
Salah satu pedagang aksesoris Haris (33), mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang membuat Kawasan Blok M Mal ini jadi terpuruk. Perantau asal Cirebon yang telah berjualan sejak tiga tahun lamanya tersebut menyebut fasilitas yang kurang memadai dan harga sewa kios yang terlampau mahal membuat para pedagang enggan untuk menempati tempat tersebut dan membuat ketertarikan pengunjung menjadi berkurang. “Pendapatan jelas menurun, karena harga kios yang mahal ya, terus fasilitas yang gak memadai juga bikin penjualannya kurang.” tutur Haris.