Mohon tunggu...
Mohamad Akyas
Mohamad Akyas Mohon Tunggu... -

Ilmu Falak 2014 - Fakultas Syariah dan Hukum - Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik Tahun Baru 1438 H

4 Oktober 2016   08:01 Diperbarui: 4 Oktober 2016   08:10 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahad, 2 Oktober 2016 umat islam di Indonesia merayakan tahun baru Hijriyah 1438 H. Hari tersebut ditetapkan berdasarkan hasil hisab yang menunjukkan bahwa pada tanggal 29 Dzulhijjah 1438 H yang bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2016 saat matahari terbenam kedudukan hilal sudah mencapai 4Ëš untuk wilayah Indonesia Barat, bulan yang sudah berumur 10 jam. Sesuai dengan kriteria imkanurrukyat maka pada sore harinya, malam Ahad sudah memasuki tahun baru 1438 H.

Berbagai acara digelar dalam rangka menyambut tahun baru 1438 H. Mulai dari pawai obor, do’a bersama hingga malam tirakatan yang lazim dilakukan oleh para santri. Mereka meyakini bahwa dengan memasuki tahun baru membuat secercah harapan untuk satu tahun kedepan agar mendapat penjagaan dari Allah dan mengharap ampunan atas dosa, perilaku maksiat yang telah dilakukan selama satu tahun terakhir.

Semua berjalan seperti biasa, hingga pada ahad pagi sebuah ikhbar yang dikeluarkan oleh Lajnah Falakiyah PBNU yang berisi bahwa dari seluruh titik observasi yang tersebar di Indonesia tidak ada satupun yang melihat hilal, sehingga bulan Dzulhijjah 1437 H diistikmalkan menjadi 30 hari konsekuensinya hari tersebut (Ahad) masih terhitung tanggal 30 Dzulhijjah 1437 dan tanggal 1 Muharram 1438 H jatuh pada sore harinya (Malam Senin).

Hal ini menjadi koreksi bagi kita semua bahwa diperlukan perhatian lebih dalam menentukan pergantian awal bulan hijriyah. Dalam menentukan awal bulan qomariyah digunakan metode hisab dan rukyat. Hisab digunakan sebagai perhitungan untuk mempermudah mengetahui kedudukan bulan pada saat matahari terbenam dan rukyat sebagai validator atas hasil hisab. Dimana keduanya mempunyai potensi yang sama dalam keakuratan hasil akhir.

Rukyatul hilal di Indonesia ramai dibicarakan hanya pada saat awal tiga bulan penting; Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Namun untuk bulan lain tetap dilakukan hanya saja tidak sesumbar tiga bulan tadi yang memang diliput oleh media. Karena diperlukan pengecekan hilal apakah sudah benar-benar bisa dilihat. Meskipun rukyatul sulit dilakukan terutama pada saat musim penghujan dimana langit seringkali mendung. Namun usaha tetap harus dilakukan dengan asumsi rasio titik pengamatan yang tersebar luas di seluruh Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun