Di suatu sudut terpencil di kota, kita bertemu dengan Andi, seorang bocah bersemangat dengan sejuta mimpi. Ia lahir dalam keluarga sederhana, di mana ayahnya bertani dan ibunya menjaga rumah.Â
Tidak banyak yang dimiliki oleh keluarga Andi, dan harapan tinggi berbalut dalam keterbatasan.
Di desa itu, sekolah yang ada juga hanya memiliki sumber daya terbatas. Ruang kelas yang sempit, kursi-kursi yang usang, dan buku-buku yang sudah tua, semuanya adalah sajian sehari-hari bagi Andi.Â
Bahkan, para guru di sana juga seringkali tak bisa selalu menghadirkan diri di sekolah, sebab mereka pun terjebak dalam kehidupan yang sama, mencari nafkah untuk keluarga mereka.
Tapi satu hal yang jelas, Andi tak pernah lelah untuk memperjuangkan mimpinya, yakni mendapatkan pendidikan yang pantas. Ia belajar dengan tekun, tidak hanya di kelas, melainkan juga di waktu-waktu lainnya.Â
Ia bahkan turut membantu ayahnya di sawah, menambah penghasilan untuk membeli buku dan alat tulis.
Suatu hari, Andi mengikuti sebuah kompetisi matematika tingkat nasional. Ia berhasil meraih gelar juara pertama dan dengan itu, sebuah beasiswa.Â
Kesempatan itu membuka pintu bagi Andi untuk melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah menengah atas di kota. Ia sangat bersyukur, sebab akhirnya mendapat kesempatan untuk meraih pendidikan yang lebih baik.
Di sekolah menengah atas, semangat Andi terus berkobar. Ia tak hanya fokus pada pelajaran saja, namun juga aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler.Â
Hasilnya, nilai-nilainya selalu memuaskan, hingga ia diterima di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia.