Dalam era pendidikan yang terus berkembang, fenomena wisuda telah menjadi semakin marak di berbagai jenjang, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, perdebatan pun muncul mengenai apakah tradisi wisuda seharusnya dihapus atau tetap dilestarikan.
Ada argumen yang menyatakan bahwa menghapus wisuda akan mengurangi tekanan finansial bagi siswa dan orangtua. Biaya partisipasi yang tinggi dalam acara wisuda dapat menjadi beban ekonomi yang berat, terutama bagi keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Dalam konteks ini, menghapus wisuda dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial yang mungkin timbul.
Namun, di sisi lain, wisuda memiliki arti penting sebagai perayaan pencapaian akademik. Acara ini menjadi momen yang berharga bagi siswa untuk merayakan keberhasilan mereka dalam menyelesaikan tahap pendidikan tertentu. Wisuda juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengalami kebanggaan dan mendapatkan pengakuan atas usaha dan kerja keras yang mereka lakukan selama ini.
Selain itu, wisuda juga memiliki nilai simbolis dan emosional yang tidak dapat diabaikan. Bagi banyak siswa, wisuda adalah momen puncak yang menandai akhir dari satu babak dalam perjalanan pendidikan mereka dan awal dari babak baru yang penuh harapan. Menghapus wisuda dapat menghilangkan pengalaman berharga ini dan dapat membuat siswa kehilangan momen yang berkesan dalam hidup mereka.
Sebagai solusi alternatif, penting bagi sekolah untuk mengadopsi pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan. Sekolah dapat mempertimbangkan untuk mengurangi biaya partisipasi wisuda atau mengembangkan program bantuan keuangan bagi siswa yang membutuhkan. Selain itu, perlu juga ditekankan bahwa wisuda tidak harus selalu menjadi perayaan yang mewah dan mahal. Sekolah dapat mencari cara kreatif untuk mengadakan wisuda yang tetap bermakna dan berkesan, tanpa harus memberikan beban finansial yang berlebihan.
Dalam menghadapi perdebatan ini, penting bagi kita sebagai masyarakat untuk mendengarkan suara semua pihak yang terlibat. Kita perlu mempertimbangkan nilai-nilai dan manfaat yang dapat diberikan oleh wisuda, serta mengupayakan solusi yang dapat meminimalkan dampak negatifnya. Menghapus atau melestarikan wisuda tidaklah menjadi pilihan yang mudah, namun dengan dialog terbuka dan kolaborasi, kita dapat menemukan jalan tengah yang menghormati kepentingan semua pihak.
Pada akhirnya, keputusan apakah wisuda harus dihapus atau tetap dilestarikan di sekolah tingkat TK, SD, SMP, dan SMA haruslah didasarkan pada pemahaman yang komprehensif tentang dampak sosial, nilai-nilai pendidikan, dan keadilan. Tindakan yang diambil haruslah mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan siswa serta menjaga keseimbangan antara tradisi dan konteks pendidikan yang terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H