Banyaknya elemen masyarakat yang ada di Indonesia seperti kalangan mahasiswa, Pelajar, kaum buruh, tani dan lain sebagainya, harusnya mampu memberikan tekanan kepada pemerintah dan bisa merubah kebijakan tersebut melalui suara rakyat. Namun, apalah daya jika semut itu sudah tak bisa merobohkan gajah hanya karena semut sudah terpecah belah, ibarat pepatah dalam falsafah Sapu Lidi " Sebatang Lidi yang tidak akan berguna, rapuh dan tak akan berdaya ". Maksudnya adalah selagi pergerakan kita masih terpecah belah oleh ego dan lebih mementingkan golongan. Maka, selamanya pergerakan kita dalam menyuarakan kebenaran tetap akan tidak didengarkan. Mengapa saya katakan demikian? Mari kita cek faktanya.Â
Dari seluruh rentetan gerakan unjuk rasa atau demonstrasi yang sejak awal April tahun 2022 di gaungkan, ada banyak berbagai elemen yang mereka malah bergerak sendiri-sendiri, mulai dari BEM SI yang terpisah dengan BEM Nusantara, Cipayung plus, kaum Buruh dan gerakan lainnya, padahal aspirasinya sama. Saya malah teringat teman seperjuangan saya seorang orator ulung yang menyampaikan bahwa " semua elemen rakyat, baik mahasiswa, buruh, nelayan, dan rakyat miskin harus bersatu ". Sambil menyampaikan orasinya ia membuka almamaternya sebagai bentuk peleburan dirinya dengan semua demonstran dan mengisyaratkan jika tidak ada jarak pembatas antara mahasiswa, buruh, nelayan dan semua yang ikut berdemonstrasi.Â
Hal ini tentu harusnya dijadikan bahan refleksi bersama bahwa dengan menyatunya sebuah gerakan itu akan menguatkan kita dalam mencapai suatu tujuan. Layaknya gerakan aksi massa pada tahun 1998 yang tetap dijadikan kiblat dari seluruh gerakan mahasiswa yang ada di Indonesia sampai sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H