Mohon tunggu...
Ibnur Khalid
Ibnur Khalid Mohon Tunggu... -

writing is interesting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Wakil, Hasil Seleksi Rakyat

8 Oktober 2014   23:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:51 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keputusan besar dan penting akhirnya telah dibuat oleh 124.972.491 rakyat dalam Pemilu Legislatif lalu. Angka itu 75 persen dari 185 juta lebih dari Data Pemilih Tetap yang dikeluarkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum. Ini adalah proses ujian kompetensi atau kalau dibandingkan dengan program idol yang muncul di televisi swasta, kegiatan ini adalah program seleksi terbesar. Rakyatlah juri yang berdaulat penuh menentukan kandidat yang pantas mendapatkan mandat mewakili mereka menduduki kursi di Gedung Rakyat, Senayan.

"Iya suka atau tidak suka, bagus atau buruk inilah hasil seleksi rakyat. Mereka yang menentukan sendiri wakilnya yang akan memperjuangkan nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Seharusnya rakyat tidak salah pilih ya, tentu ada resikonya kalau ternyata salah menilai," kata Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago dalam perbincangan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap hasil pilihan mereka, rakyat seharusnya juga mengontrol kinerja para wakil ini. Proses pengawalan itu juga perlu dilakukan media yang selama ini telah menyampaikan sejumlah masukan kepada publik. Sinergi publik dan media ini, diharapkan dapat menjadi kekuatan penekan sehinggga para wakil yang telah berhasil melewati tahapan seleksi oleh rakyat dapat tetap amanah dalam mengemban tugasnya. "Rakyat tentu bisa melakukan pengawasan dan melakukan tekanan terus menerus bersama media kepada para wakil yang sudah mereka tunjuk. Kalau ini dilakukan tentu mereka akan waspada, memperhatikan terus langkah mereka supaya tidak menciderai masyarakat. Kalau kelompok masyarakat sipil itu berinisiatif bersama media tentu ada pengaruhnya," ujar dia.

Lebih jauh menurutnya agak sulit berharap apabila dalam proses pemilihan lalu rakyat menentukan sikap setelah melakukan transaksi - money politic. Hampir tidak mungkin mengharapkan kinerja positif dari para kandidat yang sejak dari awal sudah mengedepankan uang. Baginya aksi money politic dalam pemilu terjadi karena transparansi belum berjalan dengan benar. Partai politik belum menunjukkan komitmen kuat untuk lebih terbuka dalam melakukan rekruitmen calon anggota legislatif, sistem yang transparan belum berhasil dibangun. "Selama sistem belum diperbaiki, kalau sistem rekrutmen anggota dewan yang dilakukan tidak transparan, maka money politic akan terus berlanjut. Partai perlu melakukan kontrol, memberi arahan yang positif bukan untuk kepentingan politik praktis dan politik yang sempit terus," tekannya.

Wajah Baru DPR

Memperhatikan daftar nama anggota DPR yang akan segera bekerja di Senayan, 58 persen adalah wajah baru yang seharusnya juga bisa memberikan warna dan semangat baru bagi parlemen. Namun menurut Andrinof tidak semua wajah baru ini mempunyai latar belakang politik yang mumpuni dan akan mendongkrak kinerja dewan. Sebagian dari mereka adalah figur populer konsekuensi dari sistem proporsional terbuka. Ada kecendrungan peningkatan oligarki keluarga dan kerabat sejumlah tokoh di daerah yang terpilih menjadi anggota DPR seperti istri, anak, adik atau keponakan dari kepala daerah atau pejabat daerah.

"Tidak ada jaminan ya wajah baru akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Bagaimana mereka diseleksi, bagaimana mereka memperoleh suara dari rakyat, itu juga bisa kita lihat kemungkinannya. Kita juga mencatat biaya pencalegan mereka itu tinggi sekali, itu bisa jadi tanda tanya, apa betul mereka ingin mengabdi?" urai akademisi yang pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) ini.

Baginya tantangan anggota dewan sepanjang masa jabatan lima tahunan itu sama dan tidak pernah berubah yaitu bagaimana meningkatkan kinerja di bidang legislasi, membuat penganggaran berkualitas dan pengawasan yangn konstruktif dan positif terhadap kinerja eksekutif. Catatan khusus yang perlu menjadi perhatian anggota dewan terpilih adalah beban pada periode lalu ketika sejumlah kasus korupsi mencoreng korps legislatif ini. Ini penting menurutnya agar upaya memulihkan kepercayaan rakyat kepada para wakilnya dan tentu DPR itu sendiri berhasil. Pendiri CIRUS (Center for Indonesian Regional dan Urban Studies) ini memberikan poin tersendiri terhadap kegiatan pembekalan bagi anggota dewan terpilih di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

"Pembakalan di Lemhannas bisa membantu walaupun kita tidak bisa berharap banyak. Sekarang kalau dari sananya kualitasnya memang rendah karena rekruitmen tidak transparan, karakter pribadinya misterius, tidak teruji jujur dan bersih ya bagaimana, sebulan di Lemhannas-pun tidak akan bertambah bagus," tekannya.

Optimalisasi Tiga Fungsi

Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksono mengakui tugas sebagai anggota dewan hanya fokus pada tiga fungsi utama, pengawasan, merancang undang-undang dan membahas anggaran. Dalam setiap periode masa jabatannya fungsi pengawasan dinilai paling berhasil. Namun yang hampir selalu kedodoran adalah pencapaian target legislasi. Sebagai gambaran tahun 2010 lalu DPR menargetkan 70 RUU yang masuk Prolegnas, berhasil diselesaikan 16 UU. Tahun 2011, 93 RUU selesai 24 dan tahun 2012, tuntas 30 UU dari 69 RUU yang masuk daftar Prolegnas. Dari fakta itu ia menilai anggota dewan yang akan segera bekerja perlu melakukan evaluasi.

"Saya merasa DPR kadang terlalu ambisius, terlalu dibebani keinginan-keinginan. Saya pikir target 30 RUU setiap tahunnya adalah target yang wajar asal diberi ruang untuk membuat perubahan target seperti APBN yang ada mekanisme perubahan APBNP. Jadi pada pertengahan tahun dinilai target bisa ditingkatkan kenapa tidak," ujar dia. Politisi Fraksi Partai Demokrat yang pernah bertugas di Badang Legislasi ini menuturkan tingginya target karena pintu untuk mengusulkan RUU memang terbuka sangat lebar. Seorang anggota dewan yang didukung 25 anggota lain dapat mengusulkan produk legislasi baru. Demikian pula publik bisa mengusulkan revisi atau pembuatan UU asal didukung wakilnya dalam jumlah yang sama.

Mantan Ketua Pansus RUU Pencucian Uang ini mengingatkan perlunya direalisasikan pembentukan Legislation Center yang mengkaji produk legislasi prioritas. Pemerintah sendiri menurutnya sudah memilikinya sehingga koordinasi antar kementrian dan lembaga menjadi lebih mudah. Khusus bagi anggota dewan yang baru ia menyarankan agar mawas diri dan banyak belajar sehingga tidak terjebak dengan target yang ditetapkan sendiri.

Sementara itu di bidang anggaran Andrinof Chaniago memberikan catatan positif kepada keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengoreksi kewenangan dewan untuk tidak lagi membahas anggaran bersama pemerintah sampai kesatuan tiga. Pembahas detil sampai kesatuan tiga sudah sangat teknis jadi cukup dibahas secara internal oleh pemerintah. Ia meyakini keputusan ini membantu parlemen untuk bekerja lebih fokus dan upaya meningkatkan kinerja dewan di bidang anggaran akan terdorong dengan sendirinya.

Bicara Ternyata Tidak Sederhana

Kalau ditarik kebelakang parlemen berasal dari bahasa Perancis - Le parle yang berarti bicara. Ini bisa dimaknai anggota dewan memang tugasnya bicara. Sederhana saja. Akan tetapi menurut Harry sepanjang hampir lima tahun masa jabatan kali ini, ia mengakui masih ada anggota dewan yang suaranya nyaris tidak terdengar dalam persidangan. "Ada yang sampai sekarang masih sulit bicara, dari awal sampai akhir nggak pernah ngomong atau kalau ngomong cuma membenarkan, mendukung pendapat orang lain. Dia sendiri tidak punya sikap, padahal sebagai anggota DPR dia harus tangkas mengkritisi banyak persoalan," tandasnya.

Ia sendiri mengakui berbicara di ruang rapat yang seperti aquarium - dilihat banyak orang adalah tantangan tersendiri. Jangan pernah bicara tanpa persiapan, tanpa mempelajari terlebih dahulu agenda rapat yang sedang dihadapi. "Jangan coba-coba anggota dewan nggak belajar terus bicara, hasilnya bisa diketawai orang. DPR itu kayak aquarium diliatin orang banyak, wartawan, LSM, asal bicara akan dicibirkan, dikritisi mungkin tidak hari itu tapi dalam bentuk berita keesokan harinya," lanjut dia.

Mau tidak mau seorang anggota dewan harus belajar dengan cepat, meningkatkan kemampuan bicara dan pemahaman terhadap persoalan. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menyarankan agar anggota dewan periode 2014-2019 benar-benar mengoptimalkan fungsi Tenaga Ahli. Pelajari dengan seksama input yang telah disiapkan oleh staf yang memang disiapkan negara untuk mendukung kinerja dewan. Ide brilian dari para staf didukung pemahaman yang baik dari anggota dewan akan menghasilkan kinerja yang semakin hari samakin baik. Pada akhirnya, harapan yang dititipkan publik, konstituen di daerah pemilihan setahap demi setahap akan dapat diwujudkan oleh wakilnya di Rumah Rakyat di Senayan. (ib)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun