Mohon tunggu...
Moh afif Sholeh
Moh afif Sholeh Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Pegiat literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cara Mendapatkan Ilmu, Belajar Bukan Wiridan atau Pergi ke Kuburan

31 Mei 2017   11:21 Diperbarui: 31 Mei 2017   11:33 2103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cara mendapatkan ilmu: Belajar bukan Wiridan atau ke Kuburan

Oleh: Moh Afif Sholeh

Pesantren sebagai tempat menggali ilmu agama, memiliki sejarah yang panjang dalam membangun serta mencetak tokoh nasional maupun internasional. Hal ini sangat dimaklumi karena cara belajar yang sangat kondusif, serta waktu yang efisien yang diterapkannya. Lebih lebih di bulan Ramadhan sebagian Pesantren mengadakan Pengajian Kilatan, atau pengajian untuk mengejar target khatam beberapa Kitab yang dikaji, misalnya kitab Shahih Bukhori, untuk menghatamkannya bisa menghabiskan waktu bertahun tahun, tapi kalau dibaca kilatan cuma memakan waktu satu bulan. Setelah mengaji, salah satu santri bertanya kepada kyainya tentang seputar amalan untuk memperkuat hafalan atau mudah mengingat pelajaran yang sudah dipelajari.

Santri:"Kyai, saya mau bertanya tentang amalan agar dimudahkan untuk mengingat pelajaran, kira kira apa kyai?"ia bertanya dengan sopan.

Kyai:" amalannya adalah belajar yang serius serta sering mengulang pelajaran , hanya itu resepnya. "Ujarnya sambil becanda.

Santri:" berarti tidak harus memakai amalan amalan, seperti harus membaca Asmaul Husna sekian ribu, kyai?"ia bertanya dengan serius.

Kyai:"Tidak, kewajiban pelajar hanya satu yaitu belajar...belajar...belajar, bukan wiridan atau menghabiskan waktu di kuburan." tuturnya dengan nada serius.

Akhirnya santri tadi berpamitan dengan kyai, kemudian pulang dengan perasaan tidak karuan, ia mengira mendapatkan amalan wiridan sekira tanpa belajar, ia jadi orang hebat di masa depan.

Kyai:"kalau kamu sudah tamat dari pesantren ini, datanglah kesini lagi." ia memberi saran dengan bijak.

Sang kyai cukup tahu maksud dari santrinya itu, maka beliau tidak memberikan amalan apapun, kecuali wejangan untuk giat belajar, serta belum waktunya santri itu untuk melakukan banyak amalan wirid, karena akan mengganggu konsentrasi belajarnya, toh yang wajib dilakukan santri adalah belajar bukan wiridan, apalagi sampai tidak masuk kelas, cuma karena menghabiskan waktu membaca yasin di kuburan.

Setelah santri tadi menamatkan belajarnya, ia menyempatkan Silaturrahim ke kyainya.

Santri:"Assalamualaikum kyai, Apa kabarnya?" ia bertanya.

Kyai:"Waalaikumsalam, alhamdulillah saya sehat wal afiat, kamu sehat juga kan?"jawabnya dengan wajah berwibawa.

Santri:" Kyai, saya kesini untuk silaturrahmi dan ingin menagih janji." tuturnya.

Kyai:"ha janji apa ya? perasaan saya tidak pernah janji sama kamu."jawabnya sambil mengingat sesuatu.

Santri: tentang amalan wirid untuk mudah mengingat pelajaran kyai. "sambil mengingatkan kiainya.

Akhirnya kyai memberikan amalan wirid, serta mengupas tuntas tentang tata cara, serta alasan kyai dahulu tidak memberikan amalanya karena belum waktunya. Inilah gambaran seorang kyai yang mendidik santrinya dengan penuh kasih sayang dan memahami kondisi santrinya, serta selalu menjadi maotivator dimanapun berada. Di kemudian hari, santri tadi menjadi tokoh terkenal berkat kesabaran, arahan dari kyainya.

Bsd, 31 Mei 2017. 11.02 Wib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun