Peking-peking bertengger
Memercikkan simponi
Meninggikan sebelah alis mataku dan matamu
Dan kita dibikin bingung, ia tak lagi bermesraan di dahan
Ia, bergumul di atas papan-papan reklame usang
Sawah-sawah petani kering kerontang
Irigasi mampet, dibendung bau jorok nan busuk limbah-limbah pabrik menusuk
Hidungmu tak salah kawan
Ini bau penindasan!
Kemana petani harus mencari jernih sungai yang menguningkan padinya?
Sedang industrialisasi makin memepet lahannya
Kapal tongkang dan botol kemasan berlayar
Deru perjalanannya membius ikan-ikan
Matamu tak rabun kawan
Ini yang disebut keajaiban peradaban!
Kemana nelayan harus mengayun pancing dan kailnya?
Sedang biru lautnya berubah menghitam
Hutan-hutan adat dicukur plontos!
Dan tumbangnya kayu makin hari, makin boros
Bukan tanganmu yang salah kawan
Ini buah tangan mereka yang ngakunya berpendidikan!
Kemana komunitas adat menghayati nilai leluhur?
Sedang tanahnya gundul, dibabat mereka yang bicaranya ngelantur
Upah dan pesangon tak pasti
Membikin gelisah, mengancam kestabilan hati
Rupanya, rasamu setia berempati kawan
Ini jelas bentuk ketidakadilan!
Kemana buruh harus mengakrabi penghidupan yang layak?
Sedang rentenir sering singgah menjebak
Gaungkan dan camkan kawan!
Singkirkan jeruji-jeruji yang menghalangi pekat hitam bola matamu
Singkap lembaran-lembaran kusut nan lecek dalam lerung hatimu
Sebab peci dan jas mereka pun baunya sudah apek!
Disanggul, disetrika kesana-kemari di atas kaki-kaki transaksi semruwet!
Jika kau bertanya: Kemana kami harus mencari?
Dan mereka menjawab: Bukankah itu tugas generasi muda-mudi?
Kita membalas!
Generasi muda-mudi itu siapa?
Kita generasi pembasuh luka Ibu Pertiwi!
Yang dikandungnya tertatih-tatih, dan dibesarkan dengan penuh pengajaran arti!
Surabaya, 23 November 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!