Mohon tunggu...
Mohammad Siddiq
Mohammad Siddiq Mohon Tunggu... profesional -

Ayah dari 4 orang anak, dan suami dari 1 orang isteri. :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pada Akhirnya, Impian Pun Akan Mati

28 November 2012   03:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:34 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Konflik yang terjadi semakin keruh. Tidak terlihat apa akar permasalahannya. Semua saling tuding menyalahkan. Satu sama lain saling merasa tidak terpuaskan. Penjualan CD tidak ketahuan berapa laporannya. Jadwal panggung yang sepi. Membuat semua semakin penat dan putus asa.

“kemaren ane dapet info dari pak ERY” kata ALIF.

“info apaan?” jawabku dengan penasaran.

Aku tahu bahwa ALIF belakangan ini selalu bermalam di studio. Di kantor label perusahaan yang mengontrak kami. Jadi memanglah dia akan banyak berinteraksi dengan orang-orang di sana, dari Office Boy, sampai para pencipta lagu dangdut yang memang berbascamp di situ.

“Pak ERY bilang, dia ngga mau produserin album kedua, kalau IKMAL ga diganti sama vokalis baru” kata ALIF dengan wajah serius.

“IKMAL itu sebenarnya punya karakter vokal yang khas lho... mirip-miripnya ke Ari Lasso sama Kaka Slank waktu muda” jawabku dengan sedikit membela.

“tapi kata pak ERY, semangatnya sudah meredup, vokalnya jadi ngambang, kurang soul, penjiwaan” katanya lagi. Kemudian dengan wajah yang sedikit lebih serius dari sebelumnya.

Aku hanya terdiam. Pak ERY pun memang pernah mengatakan hal itu padaku. Tapi aku meminta untuk memberikan IKMAL kesempatan.

“ane sudah ngobrol juga sama YOPPIE, kalau ente mau, kita bisa cari penggantinya, ada vokalis yang vokalnya kayak The Calling, kalau ente mau bisa kita audisi”.

“sekalian juga pemain bassnya, YOPPIE ga cocok sama permainan RINDRA, kurang ngegrove, jadi antara drum sama bas ga nyatu, dia juga punya temen tuh, bagus mainnya”.

Aku hanya terdiam, dan meninggalkan ALIF tanpa berkata-kata.

Tidak hanya pihak label dan beberapa player, keinginan untuk mengganti posisi IKMAL dengan vokalis lain sepertinya juga diharapkan oleh pihak manager, IRWAN dan BOBBY. Aku pun merasa dilema. Sebenarnya, IKMAL adalah salah seorang personil yang sangat istiqomah. Sejak formasi kedua, saat ia bergabung di tahun 1997, ia tidak pernah absen dari semangatnya, di saat yang lain, datang dan pergi silih berganti.

Lain dengan ZAINAL yang bergabung dengan beberapa grup lain, yang akhirnya konsentrasinya terpecah. IKMAL tidak, ia selalu menolak jika diminta untuk bergabung menjadi personil band lain. Di kala yang lain pergi karena memiliki kepentingan lain, seperti IRWAN yang hilang kabarnya pada saat-saat proses pembuatan demo, IKMAL malah mendampingiku. Tanggung jawabnya sebagai front man, sebisanya ia laksanakan dengan baik.

Akupun merasa, setelah ZUHDI meninggalkan band, untuk kembali ke kampung orang tuanya, setelah dua tahun merantau ke Jakarta untuk band, sepertinya kondisi ikatan persaudaraan di band sudah tidak sehangat dulu. Tuntutan industri membuat sikap diantara kami berubah. Satu sama lain menjadi semakin penuntut. Lebih melihat kekurangan orang lain, daripada kekurangan diri sendiri.

“DUL, ente harus bikin lagu yang komersil dong, ente terlalu idealis sih, nih contoh nih, lagu-lagu sekarang”. Kata BOBBY, manajer band kami, sambil menyodorkan kepadaku beberapa CD yang dirilis oleh label recording tetangga.

“sekarang tuh yang lagi trend itu konsep lagu-lagu melayu, lo bikinlah yang kayak gitu, jadi kita dari management juga gampang nawarin kemana-mananya”. IRWAN menimpali.

“ya, ane akan usahakan, tapi bagaimana ya... membuat karya itu kan harus dari hati, inilah yang keluar dari hati ane”. Jawabku kepada dua orang manajer yang dulu kami daulat menjadi manajer. Bahkan sebelum-sebelumnya mereka tidak begitu paham tentang dunia musik. Tapi kini, setelah mereka mengisi kekosongan di record label, dan diangkat menjadi management artis, sepertinya sikap mereka sedikit berubah.

“kalau sebagai artis ente semua ga bisa diatur, ya mendingan ga usah ada di management” ujar IRAWAN dengan tegas.

“kalau begitu, kita adakan meeting deh, biar dijelasin semuanya ke anak-anak band”. Kata BOBBY.

Rencana pertemuanpun diadakan di daerah pasar minggu, di rumah IRWAN. semua anggota diundang. selain membahas tentang strategi band ke depan, hari itu juga kami berencana untuk berbuka puasa bersama.

Jam sudah menunjukan pukul lima sore. Baru aku, BOBBY dan IRWAN yang sudah ada di rumah. BOBBY sejak siang tadi berusaha menghubungi ALIF. Tapi handphone tak kunjung dijawab, sms pun tak dibalas.

“masih ngambek kali tu sama elo BOB”. Kata IRWAN kepada BOBBY.

“emangnya kenapa BOB?” tanyaku dengan sedikit penasaran.

“engga papa, kemaren sempet ribut aje”. Kata BOBBY seolah tidak ada masalah yang berarti.

“ribut soal apa?” tanyaku semakin penasaran.

“dia tuh sebenernya ditegor sama Pak ERY, kan semenjak ada masalah pribadi, dia tuh tinggal di kantor, makan tidur, maen komputer, make studio ya disono, ya ga enak lah... kan itu juga masuk biaya operasional kantor, DUL”

“semenjak Pak ERY nikah, isterinya itu ikut andil ngelola perusahaan, jadi ya itung2an bisnisnya jadi aga semakin ketat” kata IRWAN menimpali.

Tak lama kemudian terdengar suara motor bebek. Ternyata RINDRA berboncengan dengan isteri dan tiga orang anaknya yang masih kecil-kecil.

“eeh Rindra” kataku.

“assalamualaikum, he he he”

“waalaikum salam”

“gimana perjalanan dari Klender? Aman terkendali?” tanyaku dengan sedikit bercanda.

Setelah lama berusaha menghubungi, akhirnya telpon BOBBYpun dijawab oleh ALIF.

“LIF, ayo kemari, udah ditunggu nih”

“lo jemput gua deh kemari”

“jemput? Dimane? Jiah Kenapa kaga bilang dari tadi?” BOBBY terlihat kesal.

“lebak bulus! Kalo kaga dijemput, sori deh gua kaga bisa dateng”

“ya udah! terserah elo deh!”

Telpon pun ditutup oleh BOBBY.

“YOPPIE ga bisa, lagi jenguk temennya, di rumah sakit. Katanya, entar kalo udah pada ngumpul semua aja baru dia mau dateng” kata IRWAN dengan wajah kecewa.

“IKMAL gimana?” tanyaku.

“ini lagi gua telp” kata BOBBY

“ya, halo”

“MAL, ente dimane?”

“ane masih di jalan nih”

“ya udah buruan, udah ditunggu”

“lhah?!!”

“lhah kenape? Ente emang di jalan mane?”

“ane baru aja berangkat dari Purbalingga, ane kira kumpulnya besok”

“jiah... ya udah deh, hati-hati di jalan ya”

Hari itu adalah hari yang sangat bersejarah. Karena hari itulah terakhir kalinya kami berkumpul sebagai keluarga band.

Tak ada yang abadi, itu pasti. Segala sesuatu yang hidup pasti mati, apapun itu, di dunia ini. Aku, kamu, kita, mereka. Tak ada satupun yang luput. Begitupun dengan band yang telah dibangun dari keringat dan perjuangan sejak masa-masa sekolah dulu, kini harus berakhir.

Meski dada terasa sesak. Airmata kesedihan mengguyur batin ini dengan derasnya bagaikan hujan badai di bulan desember. Andaikan Hatiku terbuat dari batu, mungkin aku tak akan sesedih ini.

Aku hanya berbisik pada hatiku, tak ada yang hidup selamanya... bahkan... PADA AKHIRNYA, IMPIAN PUN AKAN MATI...

-- O --

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun