Sore ini, Sabtu 13 Juli 2013 saya harus berburu batik dengan corak bebas namun dengan warna harus berdasar putih. Berlebihan memang, namun itu yang disepakati oleh pihak kantor sebagai 'seragam' untuk kerja hari senin (15/7)
Memang seharusnya kalau seragam kantor ya harus diberikan oleh pihak kanotr. Namun karena memang saya bar masuk dan memasuki pekan ke tiga, jadi saya belum sempat punya seragam batik kantor.
Singkat cerita saya berangkat ke daerah Plered, Cirebon, untuk berburu batik. Disana ada toko besar Batik Trusmi yang memberikan banyak pilihan  untuk dipilih. Sayangnya corak yang saya senangi belum ketemu, terlebih terlalu sore-nya waktu kunjung saya sehingga adzan maghrib harus menyudahi pencarian batik seragam saya.
Menyelesaikan solat maghrib dan makan ahirnya masuk waktu isya. Niatan kami, saya dan teman saya, untuk menemukan masjid yang melaksanakan ibadah solat traweh dengan ritme cepat rupanya tidak bisa diwujudkan. Kami mengikuti satu juz untuk traweh dua puluh rakaat di Masjid Weru daerah Plered.
Setelah selesai solat traweh rupanya cuaca sedang berbaik hati kepada kami, hujan lebat. Saya dan teman saya sempat mengobroli banyak hal. Diantaranya tentang obrolan jumlah rakaat dan salam dalam traweh yang pernah diikuti dan tentang cerita-cerita dalam agama islam.
Kami berbagi kisah mengenai masjid-masjid yang pernah kamisinggahi dan mengikuti solat traweh. Di salahsatu masjid di Yogyakarta cukup 11 rakaat untuk solat traweh dan witir dengan tiga salaman saja. Artinya dua kali salam untuk traweh yang masing-masing empat rakaat dan satu salam untuk solat witir tiga rakaat. Sedikit berbeda dengan salahsatu masjid di daerah Unpad Jatinangor berjumlah 21 rakaat untuk solat traweh beserta witir. Dan umumnya kebanyakan masjid di Cirebon mengaplikasikan 23 rakaat, dua puluh untuk solat traweh dan 3 untuk solat witir dengan masing-masing dua rokaat setiap kali salam kecuali satu rakaat di witir terahir.
Indahnya keberagaman dan toleransi dalam mengaplikasikan solat sunnah tersebut. Tiba-tiba saja kami mengobroli tentang kejadian isra' mi'raj. Dalam hal ini mengenai "oleh-oleh' dari isra' miraj, yaitu solat lima waktu.
Teman saya sempat skeptik terhadap cerita cerita yang beredar mengenai perjalanan penerimaan perintah wahyu solat lima waktu itu berdasarkan tidak ditemukannya cerita secara detail tentang pertemuan Nabi dengan para Nabi-Nabi pendahulu. Bagi saya yang belum tahu banyak tentang cerita itu, saya hanya mengiyakan saja.
Baginya, jika ada suatu waktu yang mana saat tersebut mampu menyelipkan di tiap benak umat muslim mengenai detail perjalanan dan cerita "menawar'"jumlah solat antara Nabi Muhammad dengah Allah SWT tersebut, seharusnya ada masa juga untuk pengujian cerita tersebut.
Karena memang lucu saja jika Tuhan bisa ditawar, Eh..
Dan hujan pun reda, saya dan teman saya bergegas pulang. Masih ada pertanyaan yang tersisa dalam benak, "benarkah Tuhan bisa ditawar?"