Tanpa terasa, sudah sekitar setahun kita menjalani hari-hari yang melelahkan. Hari-hari di mana aroma politik Ibu Kota begitu kuat tercium. Ketegangan, saling caci, saling cela, menjadi santapan hari-hari itu.
Di media sosial bahkan lebih dari semua itu. Bully-membully menyeruak di mana-mana, kabar hoax menggurita, sampai tak lagi dimengerti mana wilayah faktual dan mana wilayah imajiner, dan kata bernuansa hate speech juga berseliweran dari para pendukung para kontestan politik di Ibu Kota, mulai dari kubu Ahok hingga para penantangnya.
Hari-hari itu, langit Ibu Kota seperti terbelah dua. Pembelahan ini hadir dengan berbagai laqab (julukan) masing-masing. Kanan-Kiri, Nasionalis-Anti Nasionalis, Pribumi-Cina, ProKebhinnekaan-AntiKebhinnekaan, Pluralis-AntiPluralis, Islam-Nonislam, dan bahkan Islam garis lurus dan Islam garis bengkok (munafik). Semua laqab menghiasi perjalanan panjang politik di Pilkada DKI itu membelah hampir berbagai sendi kehidupan; politik, sosial, ekonomi, dan bahkan budaya.
Tidak hanya di Jakarta, dentuman politik Ibu Kota juga menyeruak ke berbagai daerah di Tanah Air. Diikuti kekhawatiran terjadinya konflik sosial yang terus terngiang-ngiang hingga detik-detik terakhir Pilkada DKI putaran kedua. Tentu, ini tak semata dilatari soal politik, tapi soal kasus penistaan agama yang mendera Ahok dan masalah keadilan yang juga menjadi pertaruhan.
Merajut Persatuan
Usai lembaga-lembaga survei menempatkan Anies-Sandi sebagai pemenang Pilkada DKI dengan perolehan suara di kisaran 58 persen, Ahok-Djarot bersegera memberikan ucapan selamat (tahniah) kepada calon yang diusung Partai Gerindra dan PKS itu. Ahok-Djarot menerima kekalahan dan menyatakan tidak akan menggugat hasil Pilkada DKI ke Mahkamah Konstitusi.
Gayung pun bersambut. Baik Anies maupun Sandi menerima tahniah tersebut. Bahkan Anies-Sandi langsung mengumandangkan rekonsiliasi untuk menyatukan kembali yang terserak dan yang tercerai-berai di Ibu Kota. Setelah bertemu dengan Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, 20 April 2017, Anies berujar, "Kami sama-sama mengeluarkan rekonsiliasi antarpendukung dan menjaga persatuan, memperjuangkan persatuan”.
"Ya, kami semua adalah warga Jakarta yang kemarin sudah selesai, kami mulai babak baru," imbuhnya.
Hal senada disampaikan Sandiaga. Dia berkomitmen membangun dialog dengan pendukung Ahok-Djarot. "Enam bulan ke depan kita fokus rekonsiliasi dulu," kata Sandiga di Kemang, Jakarta Selatan, 20 April 2017.
Pernyataan Anies-Sandi sungguh merupakan ungkapan persatuan yang menyejukkan. Ungkapan itu seperti menghapus jutaan kekhawatiran akan terjadinya gejolak politik hingga konflik kemanusiaan. Dengan begitu, perebutan kepemimpinan DKI berlangsung dengan damai. Kini, persatuan dan kesatuan menjadi sebuah keniscayaan untuk dirajut kembali, sembari mengesampingkan perbedaan. Bersatu usai terkotak-kotak.
Pertarungan Belum Usai