Mohon tunggu...
Muhammad Azmi
Muhammad Azmi Mohon Tunggu... -

forestry engineering at institut of technology Bandung. | Sederhana tapi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Mungil Kamel Menembus PTN Impian

29 Mei 2014   02:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:00 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401280078376504911

Sebuah cerita pendek yang luar biasa maknanya yang mungkin bisa mengobati hati para adik-adik yang tidak diterima jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Kisah ini sangat memotivasi saya untuk tiada henti dalam bekerja keras sampai titik darah penghabisan. Saya membaca kisah ini ketika kondisi mental sedang lelah belajar mempersiapkan Ujian Nasional maupun ujian-ujian lainnya untuk masuk perguruan tinggi negeri pada tahun 2013. Ketika itu saya butuh motivasi yang bisa membangkitkan semangat, secara asal ketik key word di google “cerita motivasi” akhirnya saya membaca kisah ini. Saya tidak mengopi-paste kisah ini, hanya dengan berbekal sedikit ingatan masalalu ketika saya merasa telah dihidupkan kembali semangat saya setelah membaca kisah ini, dan mungkin saya tambahkan sedikit didalamnya. Saya akan sedikit berbagi kisah dan semoga bermanfaat. Dan kepada pengarang yang dahulu menulis artikel ini, terimakasih karena telah membangkitkan semangat saya dan mungkin semangat orang lain setelah membaca kisah ini.

Sepuluh tahun yang lalu ketika Kamel mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang dahulu masih menggunakan nama UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), hari pertama matapelajaran Matdas cuma mengisi tiga soal, tapi Kamel yakin semua yang ia jawab benar 100%. Hari kedua telat 29menit, kemudian dimarahi oleh panitia ujian yang sedang mengawas di depan ruang ujian. “satu menit lagi kamu terlambat, tidak boleh masuk ruangan ini!!!”, ujar pengawas berkumis tebal dan bermuka khas Sumatra dengan logat bataknya. Perasaan malu dan mental yang nge-down kini menyelimuti Kamel karena peserta seruangan tersebut menertawakan Kamel yang datang terlambat bagaikan tontonan gratis yang mungkin mereka anggap hiburan ditengah rasa pusing maupun perasaan yang mendebarkan ketika menghadapi soal ujian. Sebuah ujian yang merupakan jembatan yang harus di lalui setiap peserta untuk dapat menginjakkan kaki di perguruan tinggi negeri di indonesia ini.

Dalam waktu yang tersisa hanya tinggal 61 menit untuk mengerjakan soal ujian, Kamel harus terlebih dahulu mengumpulkan segenap mentalnya yang telah berantakan karena datang terlambat, ditertawakan peserta ujian, dan yang terpenting adalah ia harus mengumpulkan segenap kepercayaan dirinya untuk menghadapi soal yang sudah ada di depan matanya dan yang akan menentukan nasib kemana arah masa depannya akan berlabuh. Kamel juga harus memaafkan diri sendiri karena sebelumnya ia telah memaki-maki diri sendiri dan berdamai dengan kenyataan. Kemudian ia mengelap keringat dengan handuk kecil yang ia bawa di tasnya karena keringetan berlarian untuk mengejar waktu agar tidak terlambat meski akhirnya terlambat juga. Dengan wajah yang berlinangan air mata karena menahan rasa malu ditertawakan ia mengeluarkan pensil yang ujungnya telah patah dari tasnya.

Sadar bahwa usaha kamel tidak akan mengantarkannya sampai ke gerbang PTN dan jurusan idamannya yaitu Psiko UI (TO terakhir Kamel waktu itu masih minus 144 menuju Psiko UI). Kamel teringat pesan pengajar Geografi yaitu Ibu Pertiwi ketika hari terakhir super intensif masuk, “maka berdo’alah kamu sebanyak-banyaknya, sekhusyuk-khusyuknya karena kekuatan do’a itu luar biasa dahsyatnya, terutama do’a dari ibu, menembus hingga langit ke tujuh”. Usai hari kedua UMPTN, Kamel langsung sungkem sama ibu kandung dan neneknya Kamel yang mendidiknya dari kecil, Kamel minta restu dan do’a dari mereka. Sebenarnya mereka tidak setuju Kamel masuk jurusan Psikologi, idealnya orang tua jika mempunyai anak di IPS menginginkannya masuk FE, kerja di bank, dan bukan malah ngurusin orang sakit jiwa atau malah anaknya yang berobat jalan di psikologi. Begitulah anggapan mereka ketika itu.

Mungkin karena ibu dan neneknya kamel tidak sampai hati untuk melarang Kamel memilih jurusan Psikologi akhirnya mereka merestui Kamel. Setelah selesai ujian UMPTN Kamel juga masih terus solat dhua, tahajud, dan puasa senin-kamis. Meskipun teman-temannya sering mengejeknya dengan berkata “ lu ngapain sih mel masih rajin ibadah, kan UMPTN-nya udah lewat?”, ada lagi teman yang nyindir “ah elo mel, ibadah kalo lagi ada maunya aja. Kalo lagi seneng aja lo boro-boro ibadah!”. Kamel jawab, “masih mending gue, dari pada elo, udah gak ngelakuin bisanya cuma nyindir doang!”. Bagi Kamel UMPTN memang sudah lewat, tapi bukan kah pengumuman hasil itu jauh lebih penting? Dan itulah yang belum lewat. “ALLAH MAHA MEMBOLAK-BALIKAN HATI, SEMOGA PENGAWAS ITU DIBALIK HATINYA DAN SEMOGA KERTAS LEMBAR JAWABANKU SELAMAT SAMPAI TUJUAN DAN DIBACA SCANNER DENGAN BAIK”

Dan ketika hari pengumuman itu tiba (dulu hanya lewat koran pagi hari, belum ada kerjasama dengan internet). Kamel dan ayahnya menunggu petugas koran langganan lewat di depan rumah sejak jam 5.30 pagi. Biasanya pada pukul 5.30 tepat, petugas koran itu sudah rajin melempar koran kedalam teras rumah Kamel. Ibu Kamel sedang dinas di Jepang, namun beliau terus menelepon Kamel menanyai kabar pengumuman UMPTN dengan jeda waktu antara tokyo-jakarta beberapa jam, beliau terus menerus dan tiada hentinya mengaji maupun berdo’a memohon agar diberikan hasil yang terbaik untuk putrinya. Kamel bertanya “ngapain lagi mama ngajiin aku? Kan hasilnya sudah pasti keluar, sudah tidak ada yang bisa diupayakan lagi maa...”. “lhoo...” jawab beliau, “hasilnya memang sudah keluar, tapi mama mengaji untuk keikhlasan batin kamu andai kamu tidak diterima kamu tidak shock.” Seketika makin nyesek dada Kamel. Rasa cemas, deg-degkan, khawatir, tegang, keringat dingin menunggu petugas koran yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya, semua bercampur aduk menjadi satu di dalam diri Kamel pada pagi itu. Hal yang paling tidak diinginkan Kamel adalah mengecewakan kedua orang tuanya. Dahulu juga belum zamannya HP, tidak bisa SMS teman untuk meminta lihat hasil pengumuman dengan memberikan nomer peserta Kamel kepada temannya. Apalagi zaman buku muka (facebook), twitter, line, path, apapun aplikasi media sosial yang saat ini telah memudahkan kita untuk memperoleh informasi sama sekali belum ada pada zaman Kamel.

Kini sudah pukul 6.00..........

6.30.............

Pukul 7.00...........

7.30.........

“Pa, kayanya ini udah firasat buruk deh, si tukang koran aja ogah lewat rumah kita”, mata kamel sudah berkaca-kaca ketika itu. Papa Kamel sama sekali tidak menjawab, hanya mengusap rambut Kamel. Duuuhhhhhh..... ngomong apaan kek gitu yang bisa nguatin batin saya! Kayanya beliau juga sudah memikirkan hal yang sama atau entah apalah itu, tapi yang jelas beliau masih setia menemani Kamel berdiri di depan gerbang rumah menunggu tukang koran lewat. Setiap kali ada suara motor lewat, leher kami selalu melongok ke ujung gang komplek rumah, berharap tukang koran langganan kami yang berparas kurus kering, tinggi, hitam, dengan bentuk wajahnya yang ouval, dan dihiasi dengan tai lalat hitam yang begitu besar di pipinya, di tambah satu helai bulu yang hidup di tengah-tengah tai lalatnya  yang hitam itu datang membawa koran yang telah kami tunggu selama 2 jam lebih di depan rumah.

“Kalo jam 8.00 tidak lewat juga, kita cari koran di depan,” kata papa. Yaaahhh, setidaknya keluar juga omongan dari mulutnya yang dari tadi terlihat bingung ingin berbicara apa kepada anaknya Kamel yang sudah tidak karuan perasaannya menunggu hasil pengumuman. Dan jrenggg jrenggg...... sebuah motor butut, berisik, berasap hitam keluar dari knalpotnya, dan juga bunyi kerangka motor yang sangat berisik bagaikan motor tempur perang dunia yang telah hancur terkena bom hiroshima dan nagasaki kini telah tampak di ujung gang komplek rumah Kamel membawa koran berisi hal yang mungkin paling penting dan menentukan masa depan Kamel. “maaf pak, korannya habis terus saya jadi harus balik 3x ke agen untuk mengambil stok koran lagi. Tapi untuk rumah ini mah sudah prioritas hehehe....... nunggu pengumuman ujian ya mbak? “ ujar tukang koran dengan menaikkan alisnya yang tebal, dan tompel hitam yang ditumbuhi bulu yang hanya sehelai kini terlihat makin besar dari hari ke hari. Aaahhhh......... dengan begitu tergesa-gesa dan tidak sempat menjawab langsung Kamel rebut koran dari tangannya, kemudian Kamel buru-buru mencari nomer pesertanya. Keriting tuh mata karena dahulu pengumumannya berdasarkan urutan nomer peserta, bukan seperti sekarang berdasarakan jurusan.

081.......

Amalia Sekar Wulan

“Wuaaaaahhhhhh.......papa!!! itu nama aku, aku lulus paaa.... aku lulussss. !!”

“Lihat yang benar nak, kali aja Amalia Sekar Wulan yang lain, bukan kamu.” Ujar papanya dengan nada santai dan lebih tenang karena koran yang ditunggu akhirnya datang juga.

“Emang ada berapa Amalia Sekar Wulan di dunia ini? Kalo nama Asep Surasep, Joko, Tejo, Siti, Dulloh mungkin pasaran, tapi tidak dengan namaku!” kata Kamel dengan wajah antara senang, namun masih belum sepenuhnya percaya, dan berfikir mungkin ada benarnya juga kata papanya. Akhirnya hingga tiga kali Kamel mengecek nomor peserta dan nama yang ada di koran cocok dengan yang ada pada kartu ujian Kamel. “ Benar paaa, ini aku paaa, jelas sekali ini akuu paa... aku lulus pa, aku lulusss...!!!!!”

“Lihat dulu, lulus di pilihan ke berapa?” ujar papanya yang masih setengah percaya kalo putrinya mampu lulus ujian UMPTN yang saingannya seluruh siswa di indonesia ini.

Oiya!! Saking senengnya sampe lupa. Kini telunjuk Kamel memastikan lurus, tiga kali pula nama itu sederet dengan kode Psiko UI, dan bukan kode jepang UI yang menjadi pilihan kedua Kamel. “Psiko UI pa, pilihan pertama!! Aku diterima dipilihan pertama paaa, pilihan impian aku paaa.. impian aku terwujud paa!!!” wwwuuaaaaahhhh dan seketika papa yang seumur  hidup tidak pernah Kamel lihat menangis, kali ini ada air mata menetes dan membasahi pipinya yang sudah terlihat lipatan keriput wajah yang menandakan umurnya sudah tidak muda lagi. Seketika itu pula kami berpelukan dan sujud syukur lah kami. Alhamdulillah ya Allah... ternyata semua do’a itu Kau kabulkan. Mungkin jika ada tetangga lewat dan kebetulan melihat kami, mereka pasti bingung. “nih anak sama bapak ngapain sujud-sujud di garasi pagi-pagi?” hehehe.....

Dering telepon rumah kini membangunkan sujud panjang kami.

“bagaimana mbak?” kata suara di ujung telepon sana yaitu mama Kamel yang menelpon langsung dari Jepang.

Kamel tidak langsung menjawab bahwa ia diterima di UMPTN dengan pilihan pertamanya yaitu Psiko UI. Kamel berniat untuk menjahili mamanya.

“aku tidak di terima maa.....” ujar kamel.

“Yasudahlah mbak, tidak apa-apa ya, yang ikhlas.... Allah sudah menyiapkan ganti yang lebih baik kok.” Kata mama Kamel dengan nada menghibur Kamel agar tidak sedih dan mampu menerima kenyataan.

“Aku belum selesai bicara maaa.....” selak Kamel ketika mamanya belum selesai bicara.

“Lhooo.... kenapa nak ?” kata mama kamel dengan nada bingung terhadap putrinya ini.

“Aku tidak diterima di pilihan kedua...... aku diterima di pilihan pertama ma, Psikologi UI ma, impian aku!!”

“Alhamdulillah.......” sambil sesegukan mamanya Kamel mengucapkan syukur, dan setelah itu benar-benar tidak terdengar suaranya lagi, terisak tangis dalam keharuan karena do’anya selama ini telah didengar Allah.

“maaa... maaaaa.... Hallo maaa... yaahh si mama tadi ngajiin anaknya biar ga shock, ini malah mama yang shock” Ujar Kamel.

Jadi, bukan hanya upaya yang membuat kita lulus atau berhasil dalam segala hal. Tapi juga kekuatan do’a yang dapat memberhasilkan kita. Jangan bandingkan upaya kita dengan orang lain. Lihat dan mari berkaca dahulu, bagaimana upaya kita?. Teman kita yang terlihat santai kenapa bisa lulus dan berhasil daripada kita yang lebih rajin?. Mungkin karena pada dasarnya teman kita itu sudah pintar, ngerjain soal sambil merem aja bisa dibanding kita yang mesti mati-matian belajar. Periksa dan koreksi kembali bagaimana cara-cara kita dalam berupaya. Jika kita merasa sudah optimal, periksa lagi ke khusyu’an dan komunikasi kita dengan Allah. Kalau do’apun sudah khusyuk, periksa lagi hati itu,apakah ada kesombongan dan kemaksiatan disana yang bisa menghalangi do’a kita?.

Biarkanlah SNMPTN berlalu, lupakan, dan buka lembaran baru. Sebuah hal yang lebih pasti yaitu SBMPTN sudah tinggal menghitung hari. Dan ini adalah senjata pamungkas untuk bisa masuk PTN tahun ini. Kamu harus all out, berjuanglah mati-matian di kesempatan ini. Kamu bukan anak bodoh, karena buktinya kamu bisa masuk SMA yang bagus, kamu mungkin hanya kurang berusaha. Mungkin masih sering menunda dan malas dan patutkah seorang pejuang itu malas?

Kita semua yang lahir ke dunia ini adalah pejuang. Kita pernah mengalahkan jutaan sel sperma lainnya menuju sel telur untuk dibuahi menjadi zygote lalu embrio dan janin, hingga akhirnya terlahir sebagai bayi dan tumbuh sebagai manusia dewasa seperti sekarang ini. Dan nanti di SBMPTN kita hanya perlu mengalahkan ratusan ribu pesaing kita, tidakkah itu lebih sedikit daripada saingan kita dulu?

Jangan khianati perjuangan kita dulu hanya dengan satu kata : MALAS!!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun