Mohon tunggu...
mofan ranggariksa
mofan ranggariksa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

seni budaya tradisional dan luar negri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akankah Kemunculan Anime Menggeser Budaya Asli Indonesia?

24 November 2024   14:53 Diperbarui: 24 November 2024   15:24 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto event cosplayer 2022 (Sumber : Instagram @mofanrngga)

Anime, sebagai produk budaya Jepang, telah menjadi fenomena yang mendominasi dunia hiburan global, termasuk di Indonesia. Sejak pertama kali hadir di layar televisi nasional pada akhir 1980-an hingga era digital saat ini, anime terus menarik perhatian generasi muda. Namun, di balik popularitasnya, muncul pertanyaan: apakah perkembangan anime di Indonesia menggeser budaya asli Indonesia?

Pada awalnya kemunculan anime di Indonesia ditandai dengan hadirnya serial seperti Doraemon, Dragon Ball, dan Sailor Moon. Anime ini menarik hati penonton muda dengan cerita yang imajinatif, penuh aksi, dan disertai nilai-nilai moral yang universal.

Seiring waktu, anime berkembang dari sekadar tontonan anak-anak menjadi fenomena budaya yang memengaruhi gaya hidup, mulai dari mode (cosplay), musik (lagu-lagu tema anime), hingga seni menggambar (manga). Kini, generasi muda Indonesia lebih akrab dengan karakter seperti Eren Yeager atau Tanjiro daripada tokoh pewayangan seperti Gatotkaca atau Arjuna.

Kekhawatiran bahwa anime menggeser budaya asli Indonesia tidak sepenuhnya tanpa dasar. Di banyak daerah, minat terhadap seni tradisional seperti wayang, tari daerah, atau cerita rakyat tampak semakin menurun. Generasi muda lebih tertarik pada budaya cosplay yang dianggap lebih modern dan relevan dengan kehidupan mereka.

Pertunjukan Ketoprak, misalnya, menghadapi kesulitan dalam menarik perhatian generasi muda. Mereka menganggap seni ini kuno, bertele-tele, dan kurang interaktif dibandingkan tontonan anime yang penuh aksi dan efek visual menarik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa budaya lokal bisa kehilangan relevansinya di era globalisasi.

Namun, jika dilihat lebih dalam, pergeseran ini bukan hanya disebabkan oleh popularitas anime. Ada beberapa faktor lain yang turut berkontribusi, seperti:

Kurangnya inovasi Dalam Menyajikan Budaya Lokal. Budaya lokal sering kali disajikan dalam format tradisional yang kurang menarik bagi generasi muda. Sementara itu, anime berhasil memadukan elemen tradisional Jepang dengan teknologi modern dan alur cerita yang dinamis.

Minimnya Dukungan untuk Seni Tradisional, Pendanaan dan promosi seni tradisional sering kali terbatas. Akibatnya, seni ini sulit bersaing dengan hiburan modern seperti anime yang didukung oleh industri besar.

Aksesibiltas yang mudah,Anime dapat diakses dengan mudah melalui platform streaming, sedangkan seni tradisional sering kali hanya dapat dinikmati melalui acara khusus atau festival tertentu.

Meskipun terlihat mendominasi, anime sebenarnya dapat menjadi inspirasi bagi pelestarian budaya lokal. Jepang telah membuktikan bahwa budaya tradisional mereka bisa tetap hidup dan relevan dengan cara mengemasnya dalam format yang menarik, seperti anime.

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, dari cerita rakyat hingga seni tradisional. Jika dikemas dengan cara yang kreatif, budaya lokal dapat menarik perhatian generasi muda, bahkan mendunia. Misalnya, kisah Ramayana atau tokoh-tokoh pewayangan seperti Gatotkaca dapat diadaptasi ke dalam animasi modern dengan gaya visual dan narasi yang relevan bagi audiens masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun