Pantas. Karena itu kami pergi. Dari sekian juta bahkan milyaran aksara yang dapat tersusun, hanya “pantas” yang pantas. Berkali kami merasa sampai seperti jasad raga kami. Bergerak tak lagi merasa. Kalau saja hati kami jalang, kami akan melacur melepas suci. Mendoktrin hati bermesum ria. Bersenang melecehkan kaum-kaum peradaban dari sebagian hominid.
Sayang hati ini sudah berkongsi dengan manah dari raga seorang dara. Membuat kami tak dapat lari sebagai ksatria tangguh yang tak takut mati. Menjadi pengecut yang berharap kembali karna tak kuasa kabur dari sebuah pelarian adalah pilihan. Menjijikan.
Namun itulah hati para pendusta. Mencoba berdiri dari keraguan. Hanya terus berharap dan berdiskusi dengan kosong. Menderita, melankoli yang “pantas”.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI