Mohon tunggu...
Mulyadi Wijaya
Mulyadi Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Baca

Lahir di pulau kecil di Selayar, Sulawesi Selatan. Bekerja sebagai fasilitator, peneliti independen dan associate di Prakarsa Cipta, hobinya menyelam, camping dan sesekali memotret

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sondang dan Kontradiksi Pokok

12 Desember 2011   01:57 Diperbarui: 24 Mei 2020   18:24 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sondang Hutagalung, mahasiswa Universitas Bung Karno akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya, Sabtu (10/12) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Ia melakukan protes dengan jalan membakar diri terhadap rezim tuli yang berkuasa.

Tindakannya sudah diluar pakem aktivis demokrasi yang selama ini menggunakan pendekatan nir kekerasan. Protes ini jelas motif dan pesannya yaitu agar pemerintahan saat ini peka dan mendengar suara kaum tertindas.

Ada banyak yang meyangkan tindakan Sondang. Tapi itulah pilihannya. Ia sampai ke puncak kesadaran. Kesadaran atas berbagai sistem penindasan (kontradiksi pokok). Sebab tak mungkin orang melakukan bunuh diri kalau ideologinya masih setengah-setengah.

Sondang tidak hanya bunuh diri kelas, tetapi bunuh diri sesungguhnya sebagai bentuk perlawanannya terhadap rezim ini. Sondang berasal dari keluarga kelas menengah. Buktinya ia punya black berry (BB). Seperti halnya Marx, dan Tan Malaka yang menghabiskan waktunya bagi kelas tertindas. Walau pun kedua tokoh ini tidak melakukan bunuh diri. Tetapi mereka bertiga telah bunuh diri kelas.

Ia begitu militan. Melebihi militansinya Marx dan Tan Malaka. Dua tokoh sosialis beda generasi. Ini mirip dengan bom bunuh diri yang dilakukan ekstrimis kanan. Dan akan lahir dan berkembang tindakan-tindakan seperti ini jika saja sistem kehidupan berbangsa tidak beranjak berubah. Itu pesan yang paling pokok. Sebab mereka menuntut perubahan. Perubahan terhadap suatu kehidupan yang lebih baik. Perubahan atas jual beli hukum dan keadilan kepada hadirnya keadilan hakiki.

Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Selamat jalan Sondang Hutagalung. Anda telah mengajarkan betapa keberanian tak hanya bisa diutarakan lewat mulut. Tapi dibuktikan dengan tindakan nyata. Kita harus angkat topi atas keberaniannya. Keberanian yang tidak tumbuh secara spontan, tetapi melalui proses internalisasi dan penghayatan terhadap kontradiksi-kontradiksi yang mewujud dalam ketidak adilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun