Mohon tunggu...
Qania Atillah
Qania Atillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

writin n chillin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertarungan Diri Melawan Impostor Syndrome

18 Juni 2022   07:14 Diperbarui: 18 Juni 2022   07:57 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu impostor syndrome?

Impostor syndrome merupakan fenomena psikologis dimana seseorang kerap meragukan serta mempertanyakan kemampuan diri sendiri sehingga mereka merasa tidak pantas akan kesuksesan serta pencapaian yang telah di raih. Impostor syndrome mungkin cukup jarang diketahui oleh khayalak,umum, namun ternyata kasusnya seringkali terjadi. Biasanya, orang-orang yang menderita syndrome ini akan merasa takut maupun waswas untuk diekspos orang lain sebagai penipu, bahwa mereka ternyata tidak sekompeten yang mereka pikir.

Pada tahun 1978, psikolog Pauline Rose Clance dan Suzanne Imes  melakukan sebuah studi terhadap beberapa wanita yang memiliki pencapaian tinggi dalam hidup mereka. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa disamping kesuksesan yang dimiliki, mereka beranggapan bahwa prestasi mereka hanyalah sebuah keberuntungan belaka. Bahkan tokoh besar seperti Maya Angelou yang telah menulis banyak buku dan memenangkan berbagai penghargaan bergengsi seringkali berpikir bahwa dirinya merasa tidak pantas akan pencapaiannya.

Siapa saja yang dapat mengalami impostor syndrome?

Sebanyak 70% orang setidaknya pernah mengalami impostor syndrome dalam hidup mereka. Studi mengatakan bahwa wanita lebih rentan menderita impostor syndrome daripada pria. Syndrome ini juga cukup umum di kalangan para high achievers professionals, dimana awalnya harus mengalami kesuksesan terlebih dahulu untuk merasakan bahwa kesuksesan tersebut didasarkan pada keberuntungan dan kebetulan, hingga akhirnya orang-orang akan melihatmu untuk siapa dirimu “sebenarnya”.

Banyak penderita impostor syndrome memiliki latar belakang keluarga dengan tuntutan tinggi dalam pendidikan dan pencapaian. Pujian-pujian yang berlebih dan kritik dari orangtua cenderung menumbuhkan seseorang untuk berperasaan sebagai seorang penipu di kemudian hari. Tekanan dari masyarakat pun juga memiliki kontribusi, karena menilai seseorang terutama dari pencapaian mereka tidaklah sukar. Meskipun jarang dibicarakan, impostor syndrome  memiliki dampak lebih besar dari yang kamu kira. Dalam dunia profesional, ketika kamu percaya bahwa karirmu melejit berkat keberuntungan daripada kemampuan, maka kamu akan lebih jarang untuk meminta promosi. Atau kamu merasa perlu bekerja lebih keras bahkan overwork untuk memenuhi standar tinggi tidak realistis yang kamu ciptakan sendiri. Bahkan hal sekecil seperti takut menanyakan pertanyaan di kelas karena takut dikira bodoh menunjukkan rendahnya self esteem seseorang. Maka dari itulah seringkali disarankan bagi penderita impostor untuk berfokus pada self confidence.

Ciri-ciri seorang penderita impostor syndrome

Sebelum menelusuri cara mengatasi impostor syndrome, penting untuk mengetahui berbagai karakteristiknya. Berikut adalah enam karakteristik yang dapat membantumu mengindentifikasi penderita impostor syndrome:

  • Merasa tidak pantas akan kesuksesan yang dicapai

Seseorang dengan tingkat kepercayaan diri rendah cenderung akan merendahkan diri mereka dan meyakini bahwa kesuksesan yang mereka raih merupakan faktor eksternal dan bukan dari kemampuan diri sendiri.

  • Sifat perfeksionis atau prokrastinator

Sifat perfeksionis dan prokrastinator cukup berbanding terbalik, namun impostor syndrome dapat mengarahkan seseorang untuk bersikap keduanya sebagai mekanisme koping untuk menutupi perasaan ragu dan tidak kompeten.

  • Takut di ekspos sebagai penipu

Impostor syndrome dapat dikaitkan  dengan self esteem yang rendah. Orang-orang akan merasa takut untuk di ekspos atau di cap sebagai penipu yang dapat mendorong mereka untuk overwork  demi menutupi insecurity yang mereka miliki.

  • Takut akan kegagalan

Seseorang dengan impostor syndrome cenderung memiliki kecemasan berlebih ketika menghadapi kegagalan, yang dapat berlanjut menjadi overthinking dan perasaan overwhelmed. Hal ini berparalel dengan keinginan untuk selalu menjadi yang terbaik.

  • Selalu merasa harus menjadi yang terbaik

Ketika seseorang merasa ahli di kalangannya, lalu dijajarkan dengan orang-orang yang sama ahlinya, biasanya terdapat rasa kompetitif. Namun di sisi lain juga terdapat kecenderungan untuk merasa seperti seorang penipu dan kecewa dengan kemampuan diri sendiri.

  • Membandingkan kesuksesan diri sendiri dengan orang lain

Ketika melihat individu yang lebih berhasil dan berpengalaman, seseorang akan cenderung untuk membandingkan kualitas dirinya dengan orang lain, yang dapat menuju pada rasa bersalah dan kecewa.

Apakah impostor syndrome bisa dilawan?

Jawabannya adalah tentu saja, karena cara untuk melawan impostor syndrome terletak bukan pada bagaimana seseorang melihat diri mereka, namun bagaimana cara seseorang melihat kesuksesan orang lain. Mudah bagi kita untuk berasumsi jika orang-orang sukses memiliki kualitas yang tidak kita miliki, bahwa mereka lebih spesial. Padahal kenyataannya, orang-orang tersebut tidaklah jauh berbeda dari kita, hanya saja mereka telah bekerja dengan keras dan sungguh-sungguh agar menjadi ahli dalam bidangnya. Mereka masih manusia biasa, namun yang menjadikan mereka spesial adalah usaha, disiplin, ketekunan, dan fokus yang telah mereka tuangkan dalam kerja keras mereka. Daripada mencoba untuk memahami diri,sendiri, mulailah dengan memahami orang lain terlebih dahulu, bahwa mereka jugalah orang yang bekerja dan belajar untuk meraih sesuatu.

Cara lain untuk melawan impostor syndrome adalah dengan membicarakannya bersama orang lain.  Banyak orang yang merasa waswas untuk terbuka terhadap insecurity mereka, namun mengetahui bahwa orang lain juga mengalami hal yang sama dapat meredakan perasaan janggal yang penuh keraguan dalam diri kita. Mungkin tidak sepenuhnya kita dapat menghilangkan perasaan tersebut, namun tentunya kita dapat merasa lebih bebas untuk mengekspresikan diri.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun