Merdeka dari Korupsi
Oleh : Maulana Muladi
Setiap tanggal 17 Agustus bangsa ini gegap gempita merayakan hari kemerdekaannya. Kemerdekaan yang telah 69 tahun kita rayakan ini, pasti bukanlah harga yang murah. Bahkan di setiap tarikan napasnya, ada jejak pengorbanan, yang setiap saat pula mampu membangkitkan detak-detak nasionalisme. Tetapi sesungguhnya, arti kemerdekaan ini tidak hanya bebas dari penjajahan bangsa asing, tetapi juga memuat cita-cita luhur untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negeri ini dilahirkan untuk melindungi, mencerdaskan, dan mensejahterakan rakyatnya.
Nikmat dari kemerdekaan sejatinya adalah adanya penghargaan terhadap hak yang sama bagi setiap warga negara untuk menghirup kebebasan, sekaligus memperoleh jaminan pendidikan, jaminan sosial, dan penghidupan yang layak. Publik juga berhak menikmati kebebasan berpendapat, berserikat, berkumpul, dan berpolitik tanpa disertai rasa takut.
Dan yang tidak kalah pentingnya, negeri ini harus bebas dari korupsi. Korupsi yang telah sedemikian rupa menjajah kita, telah merampas hak-hak bangsa ini untuk sejahtera bersama-sama. Kwik Kian Gie dalam bukunya Pemberantasan Korupsi (2005) menegaskan, korupsi hampir terjadi di semua negara. Namun di Indonesia korupsi dibiarkan berkembang sampai berakar sangat dalam dan membudaya sangat luas, sehingga korupsi dilakukan secara besar-besaran, bersama-sama dengan banyak orang sekaligus tanpa risih dan tanpa rasa malu.
Sepanjang 69 tahun negeri ini berdiri dan 16 tahun Reformasi berjalan, korupsi makin menyandera. Lebih dari 15 kepala daerah atau bekas kepala daerah terjerat kasus korupsi. Ketika menteri, hakim, jaksa, polisi, pengacara, politisi, anggota DPR, gubernur dan wali kota masuk penjara karena korupsi.
Korupsi yangmenggurita ini makin menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di antara 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis (Political & Economic Risk Consultancy : PERC 2010). Sedangkan berdasarkan survey Lembaga Transparency International Indonesia (TII tahun 2012) terdata Indonesia masuk 10 besar negara terkorup di dunia.
Oleh karena, tegas Kwik Kian Gie, pemberantasan korupsi harus menjadi agenda utama bagi para pemimpin negeri ini. Karena daya rusak korupsi itu sangat besar. Bukan saja kerusakan material, tetapi juga sudah kehilangan kemandirian dalam merumuskan kebijakan dan tidak mandiri lagi dalam menentukan nasib bangsa kita sendiri.
Momentum perayaan 17 Agustus tidak hanya dirayakan dengan semangat perlombaan rakyat dan upacara seremonial saja. Momentum kemerdekaan hendaknya ditegakkan kembali semangat pemberantasan korupsi.
Semangat ini harus terus ditegakkan dan dikawal rakyat. Karena korupsilah yang menyebabkan terpuruknya negara ini. Karena korupsi yang dilakukan pejabat negara maka rakyatlah yang harus menanggung dampak dan akibatnya. Kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kesenjangan, ketimpangan, busung lapar dan gizi buruk, konflik horizontal, dan sebagainya merupakan dampak langsung dari maraknya korupsi.
Bukan hanya itu, korupsi dapat merusak seluruh sendi kehidupan bangsa, menghancurkan moral masyarakat dan menimbulkan kemiskinan absolute. Korupsi juga menghambat upaya bangsa untuk meningkatkan peradaban gunabersaing dengan bangsalain.
Untuk konteks Indonesia, elit justru mengajarkan kepada rakyat untuk melakukan korupsi. Kondisi ini jelas terlihat dalam proses pemilu (pileg maupun pilpres) dan pemilihan kepala daerah. Rakyat dipaksa menerima suap dari elit agar memilih mereka.
Atas dasar itulah dunia internasional mengumandangkan perang melawan korupsi melalui konvensi internasional melawan korupsi atau United Nation Convention Against Corruption.
Di usia 69 tahun, negara ini harus menempatkankorupsi sebagai musuh utama bangsa. Jangan lagi bermain-main dengan korupsi bila tidak ingin jatuh ke lubang yang sama. Tahun 1998, kekuasaan Presiden Soeharto runtuh karena korupsi yang terjadi di dalamnya. Bangsa ini harus terus mengobarkan semangat Perang Melawan Korupsi. Merdeka dari korupsi harus terus digelorakan. Pemerintah dan rakyat harus bahu membahu melawan segala bentuk korupsi. Kalau bukan kita siapa lagi. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Merdeka.****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H