Belajar dari Walikota Risma
Oleh : Maulana Muladi
Beberapa waktu lalu beredar bocoran nama-nama menteri kabinet Presiden Joko Widodo dan wakil Presiden Jusuf Kalla. Meski tidak sepenuhnya benar, ada sejumlah nama yang mencuat ke publik. Diantaranya ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
Kepada media, kedua tokoh itu menolak dengan tegas bahwa mereka tidak ingin menjadi menteri pada Kabinet Presiden Jokowi-Jusuf Kall.Mereka menyatakan alasannya ; ingin menyelesaikan tugasnya sebagai pejabat publik hingga masa jabatannya berakhir.
Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan pernyataan dan sikap Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang secara tegas menyatakan kepada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI)Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, bahwa dirinya tidak ingin menjadi menteri Kabinet Jokowi-Jusu Kalla. Dalam bocoran terungkap Risma akan diplot sebagai Menteri Pekerjaan Umum atau Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sikap tegas seorang Risma yang menolak jabatan menteri cukup menarik untuk disimak. Dari sikap itulah para pejabat semestinya BELAJAR dari seorang Risma. Ada pelajaran yang dapat kita petik :
Pertama, penolakan Risma untuk masuk dalam Kabinet menunjukkan bahwa Risma sangat Konsisten pada sikapnya. Dirinya menolak dengan alasan ; bahwa dia masih menjabat seorang Walikota yang dipilih langsung oleh masyarakat Surabaya.
“Kontrakku dengan warga Surabaya lima tahun. Kemarin beberapa bulan enggak kerja. Masalahnya, aku sudah sumpah (jadi wali kota)," kataRisma.
Kedua, Risma memandang jabatan merupakan sebuah amanah dari masyarakat Surabaya. Oleh karenanya dia tidak ingin mengkhianati amanah tersebut. Dari amanah itulah, dia akan terus menjalankan program kerja untuk kemajuan kota Surabaya.
“Jabatan itu amanah, Tuhan yang mengatur, aku ndak bisa berharap,” kata dia.
Ketiga, Risma menyatakan bahwa dia lebih suka memilih menjadi dosen daripada menteri. Sikap Risma ini mencerminkan seorang yang rendah hati. Baginya jalan menjadi dosen merupakan sebuah pilihan yang tepat dalam upaya menciptakan sumber daya manusia Indonesia ketimbang jabatan menteri yang selalu menjadi sorotan masyarakat luas.
Sepanjang pengetahuan penulis, sangat jarang ditemui sosok Tri Rismaharini sang walikota Surabaya dan Abraham Samad, Ketua KPK yang secara terang-terangan menolak jabatan menteri. Kedua tokoh ini bukanlah tipe orang yang haus jabatan dan pelanggar amanah. Bagi keduanya, jabatan merupakan amanah dari Tuhan dan masyarakat. Jabatan ini nantinya akan mereka pertanggungjawabkan dihadapan Tuhan dan masyarakat.
Saya kira, negeri ini harus menempatkan orang-orang yang tegak berkomitmen, tegas bersikap, amanah, jujur, dan tidak haus jabatan dalam posisi yang tepat. Mereka dapat menjadi pioner kebangkitan bangsa ini dari keterpurukan. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H