Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjamurnya Lulusan Tenaga Kesehatan di Indonesia, Mau Dibawa ke Mana?

18 Juli 2020   15:03 Diperbarui: 18 Juli 2020   23:29 3407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Docpri. Pemateri & Panitia, Pada Acara Seminar :Sosialisasi Program Kerja Perawat dan Bidan Indonesia ke Saudi Arabia dan Kuwait Tahun 2018

"Orang tidak membeli HP Nokia bukan berarti orang tidak butuh HP lagi, tapi Nokia telah kalah bersaing dengan produk yang lain, baik dari segi resolusi camera maupun fitur lainnya"

Tidak bisa dipungkiri bahwa begitu banyak orang yang memilih kuliah di dunia kesehatan, baik itu jurusan Kodokteran, Keperawatan, Bidan, Gizi, Apoteker, maupun jurusan lain yang masih berhubungan dengan kesehatan. Pilihan tersebut dilatar belakangi oleh berbagai harapan yang muncul dalam pikirannya, ada yang berharap menjadi PNS nantinya, Staff kontrak di sebuah Rumah Sakit, ada juga yang terobsesi diterima pada berbagai BUMN dengan gaji yang tinggi. Sangat jarang ada mahasiswa kesehatan yang punya gagasan ingin membuka usahanya sendiri yang dapat mempekerjakan orang lain.

Bayangkan saja bila satu kampus menelurkan 80 orang mahasiswa yang akan diwisudakan, kalikan saja dengan puluhan kampus kesehatan di sebuah provinsi, katakanlah untuk Aceh ada 10 Perguruan tinggi yang memiliki jurusan perawat, maka akan menghasilkan 800 orang wisuda. Belum lagi jika kita berbicara lususan perawat se Indonesia pertahunnya, sudah barang tentu aka nada calon pengangguran yang berjumlah ribuan orang. Itu baru satu jurusan Keperawatan, belum kita kalkulasikan dengan beberapa jurusan kesehatan yang lainnya. Apa lagi kalau kita mencoba menghitung lulusan dengan berbagai macam jurusan yang diwisudakan oleh Seluruh Universitas dan Perguruan Tinggi tiap tahunnya di Indonesia, akan muncul angka fantastis yang membuat kita tepuk jidat jadinya.

Jutaan mahasiswa yang lulus pertahunnya di Indonsia, membuat pemerintah kelabakan dalam mengambil kebijakan terkait keberadaan pengangguran terhormat yang telah menyandang berbagai titel. Walaupun Presiden Jokowi telah mengeluarkan kartu prakerja dengan pembekalan ketrampilan, tapi saya rasa itu hanya bisa dirasakan oleh sebagian kecil pengangguran. Bagaimana sebagian besar lainnya, sanggup kah pemerintah mendanai semua pengangguran untuk digaji dan dibekali skill?, Atau membuka lowongan PNS yang sebesar-besarnya?, Saya rasa jelas tidak sanggup dengan keadaan keterbatasan keuangan dan pendapatan Negara.

Berdasarkan berita yang dilansir oleh okezone.com, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah pengangguran di Indonesia bertambah menjadi 6,88 juta orang pada Februari 2020. Angka ini naik 60.000 orang 0,06 juta orang dibanding periode yang sama tahun lalu. Angka pengangguran ini belum dihitung sebelum pandemi virus corona merebak di Indonesia. Jumlah tersebut bukanlah angka yang kecil, sudah saatnya mencoba berpikir realistis terhadap persoalan pengangguran di Indonesia.

Baru-baru ini Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) memastikan melakukan penghentian atau moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2020. tribunnews.com. Untuk tahun 2020 pemerintah juga sudah melarang kita untuk bermimpi jadi PNS, jika telah memasuki 35 tahun di bulan desember tahun ini, maka anda sudah bisa menguburkan niat untuk jadi PNS. Bagi yang dibawah 35 Tahun bolehlah mengadu peruntungan ditahun 2021, itupun kalau pemerintah ada membuka lowongan tersebut.   

Ketidak sanggupan pemerintah dalam mengatasi angka pengangguran dan ditambah lagi dengan menjamurnya perguruan tinggi baik Negeri maupun Swasta yang membuka berbagai jurusan yang berhubungan dengan Kesehatan. Para pelaku bisnis pendidikan, mereka tidak mau tahu, apakah lulusannya mau jadi tikuskah, kucingkah nantinya, itu bukan persoaalan bagi mereka. Mafia-mafia pendidikan hanya mau tau pendapatan dari penerimaan mahasiwa tersebut, semakin banyak mahasiwa, maka akan semakin keuntungan yang didapatkan oleh pelaku bisnis pendidikan.

Makanya tidak mengherankan ketika kita menemukan beberarapa orang memilih banting setir dari jurusannya, kadangkala ada yang jadi wartawan yang secara keilmuannya adalah perawat, atau jadi photographer padahal latar belakang pendidikannya adalah ahli gizi. Dan sejumlah sarja kesehatan lainnya yang lebih memilih bekerja diluar jalur pendidikannya. Fenomena ini akan terus terjadi selama belum berubahnya mindset seseorang terhadap tata cara menemukan dan memanfaatkan peluang sebuah pekerjaan yang disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman tentunya.

LALU MAU DIBAWA KEMANA LULUSAN KESAHATAN? 

Berikut ada beberapa cara didalam menyikapi menjamurnya lulusan Tenga Kesehatan, untuk kesempatan kali ini, saya akan membahasnya melalui tiga cara agar berkurangnya pengangguran dari Lulusan Tenaga Kesehatan.

Manfaatkan Peluang Kerja Keluar Negeri 

Docpri: Peserta Sosialisasi Program Kerja Perawat dan Bidan Indonesia ke Saudi Arabia dan Kuwait 2018
Docpri: Peserta Sosialisasi Program Kerja Perawat dan Bidan Indonesia ke Saudi Arabia dan Kuwait 2018

Pada sebuah kesempatan saya selaku Ketua Gerakan Nasional Perawat Honor Indonesia (GNPHI) Korwil Aceh, pada awal maret 2018 pernah membuat sebuah seminar Kesehatan yang bertajuk " Sosialisasi Program Kerja Perawat dan Bidan Indonesia ke Saudi Arabia dan Kuwait", Acara tersebut menghadirkan pemateri Nasional yaitu Bapak Syaifoel Hardy, MN beliau adalah peraih Indonesian Diaspora Award, di Los Angeles-California 2012. Bapak Saiful hardi juga merupakan perawat yang telah melalang buana dan bekerja selama 30 tahun lebih di Saudi Arabia dan Kuwait.

Acara di gelar di Kota Banda Aceh dengan, ada sekitar 500 peserta yang mengikutinya, dari kalangan perawat yang telah bekerja dan sebagaian lainnya dari kalangan mahsiswa kesehatan. Melalui seminar tersebut telah membuka mindset berpikir Perawat dan Bidan untuk mencoba peluang kerja ke luar Negeri.

Ketika itu kami juga melakukan survey pada peserta dengan memberi kuisioner yang dibarengi dengan ujian tulis bahasa Inggris. Dari kegiatan tersebut bisa kami simpulkan bahwa 90% lebih Perawat dan Bidan yang hadir dalam seminar tersebut bersedia untuk bekerja di Timur Tengah. Pada akhir sesi dari seminar, kami juga mengadakan Inetial Selection  oleh PT. Bagoes Bersaudara yang dipercayakan oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dalam merekrut tenaga kerja perawat dan Bidan keluar negeri. Adapun tujuan dari Initial Selection adalah untuk mendapatkan gambaran awal tentang kompetensi Perawat dan Bidan yang berminat bekerja di Saudi Arabia dan Kuwait.

Meskipun belum ada yang berangkat, tapi hingga saat ini kami masih terus meningkatkan kualitas para perawat dan bidan terutama dalam hal penguasaan bahasa inggris. Direncanakan setelah pandemi Covid 19 berakhir, kami akan melakukan evaluasi dan membuka kembali akses untuk bisa bekerja di Saudi Arabi dan Kuwait sebagai sebuah solusi dalam mengurangi pengangguran bagi lulusan tenaga Kesehatan.    

Docpri: Sambutan Ketua Panitia: Sosialisasi Program Kerja Perawat dan Bidan Indonesia ke Saudi Arabia dan Kuwait,2018.
Docpri: Sambutan Ketua Panitia: Sosialisasi Program Kerja Perawat dan Bidan Indonesia ke Saudi Arabia dan Kuwait,2018.

Membuka Praktek Mandiri

Bagi tenaga kesehatan tidaklah terlalu sulit untuk membuka lapangan kerja sendiri, mereka melakukan dengan membuka praktek mandiri. Apa lagi bagi profesi dokter dan Bidan mereka memang punya pasar tersendiri yang akan memanfaatkan tempat praktek mereka. Pun demikian dengan perawat masih bisa membuka praktek mandiri Keperawatan yang berbentuk perwatan luka, Home Care, dll. Tentunya agar praktek itu punya legal standing harus mengurus izin pada para pihak yang telah ditentukan. Biasanya izin itu bisa diperoleh di Kantor Bupati/Walikota dengan melalui survey kelayakan dan rekomendasi dari Dinas Kesehatan.

Banyak tenaga kesehatan yang telah berhasil dengan praktek mandirinya, keuntungan yang mereka raih telah membuat mereka sejahtera, bahkan mereka sudah tidak tertarik lagi dengan pekerjaan di Rumah Sakit Pemerintah maupun milik Swasta. Selama ada keinginan dan kerja keras, pasti ada jalan untuk sukses dengan usaha Praktek Mandiri. Kalau hanya berpangku tangan, ya harus siap menelan pil pahit dengan menjadi pengangguran terhormat.

Mencoba Hal-hal baru (Upgrade)

Kita tidak boleh menoton pada sebuah objek, akan tetapi harus terus up to date dengan hal-hal baru yang akan membuat Personal Branding kita punya nilai lebih dengan orang lain. Masih ingat bukan bagaimana larisnya HP Nokia pada masanya, namun sekarang Nokia tidak lagi jadi incaran konsumen alias tidak laku. Orang tidak membeli HP Nokia bukan berarti orang tidak butuh HP lagi, tapi Nokia telah kalah bersaing dengan produk yang lain baik, dari segi resolusi camera maupun fitur lainnya.

Analogi dari nokia tadi adalah kita harus terus meningkatkan skill baik dari ketrampilan dalam hal profesi kita maupun kecakapan dalam berbahasa Inggris, banyak perawat/bidan dan tenaga kesehatan lain yang tidak bisa berbahasa inggris dengan baik. Padahal bahasa Inggris adalah salah satu modal yang harus kita miliki ketika kita akan bekerja di luar negeri. Jika kita tidak siap dengan kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan, maka kita akan bernasip sama dengan NOKIA.   

Banda Aceh, 18 Juli 2020

Moehib Aifa : Ketua Gerakan Nasional Perawat Honor Indonesia (GNPHI) Korwil Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun