Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali mengulang kemarahannya manakala menduga anak buahnya "mempermainkan dirinya" terkait sumbangan bus.
"Saya ini Wagub DKI loh, bukan Wagub Belitung. Orang mau nyumbang bus kenapa mesti bayar pajak? Tidak masuk akal. Telkomsel sumbang 10, Asahimas 10, Ti-phone 10," ujar Ahok dengan nada tinggi Selasa (11/3/2014
”Saya curiga DKI suka beli sendiri agar bisa masuk sendiri main mata. Ini sumbang. Anda butuh bus, kenapa ditolak? Daripada bus China yang baru diresmikan sudah mogok? Heran saya cara berpikirnya. Saya rasa bapak-ibu suka tender karena bisa dapat komisi,” tudingnya.
Menurut saya yang bukan pakar komunikasi politik, kesantunan komunikasi beliau sangat kurang. Umumnya sikap emosional bisa membuat seseorang menjadi tidak bisa berfikir rasional. Kita tentu tidak tahu apa latar belakang pastinya, hanya menduga dan mengira.. Benarkah dari sudut pandang Ahok? sudah pasti salah kah pejabat di bawahnya?
Saya rasa benar-salah hanya bisa ditentukan dengan bukti (kalau hanya dugaan... wah!!), coba pertimbangkan sudut pandang lainnya:
- Perlu diperjelas aturan yang berlaku di lingkungan Pemda sendiri --yang mungkin Para Kepala dinas khawatir dasar hukum yang tidak "connect" akan menjerat pelakunya di kemudian hari.
Misal :
- Pemberian siapa pun dalam arti luas disebut Gratifikasi. Apakah pemberian dari badan usaha kepada institusi negara ini bisa dikategorikan "Gratifikasi" yang tidak diperkenankan? (Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.)
Tapi karena penerima bukan perorangan, tapi Pemda DKI maka ini bukan masuk kategori suap.. bolehkah disebut "gratifikasi semu" (haha.. becanda)
Sang penyumbang (swasta/BUMN) melalui kegiatan CSR-nya memberikan hibah, ini memang perlu diperjelas apa CSR atau hibah? Terus apa kompensasi bagi penyumbang? Hanya hibah tanpa embel-embel? atau Iklan? bagaimana mekanismenya..? perjelas dong !!
- Bolehkah selama operasional bis (katakan 15 tahun) penyumbang memenuhi mobilnya dengan Iklan? Jangan-jangan setelah dihitung sebenarnya potensi pajak menjadi hilang?
Misal : Tarif pajak di Badan Bis per tahun adalah 100 juta rupiah, dikalikan dengan 15 tahun = 1,5 M, ini kan namanya rugi.. bukan untung (Potensi Pajak yang hilang)