semenjak pasangan capres dan cawapres dibentuk, isu sara sudah digulirkan, dari mulai tim di partainya serta oleh pengamat yang menilai elektabilitas berdasarkan asal asul dan atribut agamanya, ini juga tidak terlepas dari peran media yang berusaha menginvestigasi baik pengamat maupun tim suksesnya.
selanjutnya mereka berpanjang lebar melebih lebihkan keunggulan isu sara ini melalui media dan perilku serta saat kampanye.
ada aksi ada reaksi, ada sebab ada akibat, ada fakta ada pemutarbalikan fakta, itulah yang mungkin terjadi
terus apa yang salah dengan saat ini? saya kira masalahnya adalah kampanye domain atribut masing-masing capres/cawapres yang dipertukarkan antar masa pemilih dan mencoba dipaksakan kepada domain masa pemilih lainnya agar ikut/berubah. atribut kampanye masing-masing domain dipaksakan dapat diterima yang lainnya...
saya setuju dengan pengembangan karakter Indonesia (kristalisasi kebhinekaan) dan kualitas manusia Indonesia (bentukan dari pengahayatan agama masing-masing). tidak ada manusia di Indonesia yang terbentuk dari lingkungan dan pengaruh sukunya saja atau agamanya saja, kalau itu terjadi adalah diskomunikasi dan dissosial dan tidak sepantasnya menjadi pemimpin Indonesia & hanya pantas menjadi pemimpin dimana dia hidup saja.
sebaiknya karakteristik Indonesia yang ditonjolkan dan tidak memaksakan atribut kepentingan kepada orang lain..
mari berpikir jernih.. untuk Indonesia tercinta...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H