Mohon tunggu...
Moeflich Hasbullah
Moeflich Hasbullah Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Refleksi

Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Bandung. email: moeflich@uinsgd.ac.id. Blog: moeflich.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Salah Kaprah Ucapan Selamat pada Pejabat Publik

5 Januari 2012   23:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:16 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ucapan Selamat yang Benar

Ucapan selamat umumnya diberikan sebagai ungkapan simpatik, bentuk dukungan moril dan kegembiraan atas kemenangan. Tapi, ini pun tidak ada dasarnya sama sekali. Mengapa harus simpatik? Bukankah yang disebut ‘kemenangan‘ itu sesungguhnya adalah memikul amanat yang berat? Bukankah sebuah jabatan yang akan dijalankan belum tentu berhasil? Apalagi bila cara memenangkannya pun ditempuh dengan cara-cara yang tidak etis dan tidak bermoral misalnya dengan money politis. Mengapa harus gembira? Bukankah amanat itu berat dan jarang manusia lulus memikulnya sementara ancaman siksa Tuhan bagi yang menyelewengkan amanat dan khianat atas janji-janjinya, sangat besar di sisinya-Nya kelak? Bila dimaksudkan sebagai dukungan moril, seharusnya bukanlah dengan memberikan ucapan selamat ketika memenangkan pemilihan tetapi berupa teguran dan pelurusan melalui kontrol yang efektif. Itulah dukungan yang benar. “Mereka yang selalu mengiyakan ucapan-ucapan kita,” kata Kong Hu Cu, “adalah musuh-musuh yang berbahaya. Sahabat-sahabat sejati adalah mereka yang mau menegur dan meluruskan kesalahan-kesalahan kita.”

Contoh teladan bagaimana memberikan dukungan yang benar pada seorang pejabat terpilih adalah kisah termashur Umar bin Khattab. Dalam acara pelantikannya sebagai khalifah, Umar bertanya pada yang hadir apakah mereka akan taat kepada khalifah dan apakah yang akan dilakukan jika Umar memerintah keluar dari jalan Allah dan Rasul-Nya? Tiba-tiba  seorang laki-laki melompat keluar dari barisan dan berteriak lantang: “Wahai Umar, kami akan taat kepadamu selama engkau berada di jalan Allah dan Rasul-Nya, tetapi bila tidak, ini yang akan berbicara.” Kata lelaki itu sambil menghunuskan pedangnya pada khalifah Umar. “Kami akan meluruskanmu dengan ini!“

Tentu, zaman sekarang yang sudah jauh dari wibawa moral agung, cara itu tidak bisa ditiru sepenuhnya tapi ruhnya tidak boleh hilang. Misalnya memberikan “ucapan selamat” dengan kalimat, “Tugas berat menanti Anda. Kalau benar akan kami dukung, tapi kalau salah, jangan marah bila kami tegur dan kami luruskan!” Kalimat itu dilontarkan sambil tak perlu mengucapkan “selamat” yang tak bernilai apa-apa.

Ucapan selamat yang benar bisa diberikan tetapi bukan pada awal pelantikan melainkan pada akhir masa jabatannya dengan catatan sebagai berikut: Pertama, kepemimpinannya diakui berhasil dan sukses. Semua program berjalan, lembaga mengalami kemajuan yang signifikan, kesejahteraan anggota, bawahan atau masyarakat meningkat, tidak terjadi penyelewengan jabatan dan korupsi. Kedua, semua bawahan, anak buah atau masyarakatnya tidak ada yang merasa tersakiti dan terdzalimi yang akan menuntutnya, kalau tidak di dunia, di akhirat kelak. Ketiga, bawahan dan masyarakatnya merasakan kehilangan saat pergantiannya. Kesedihan dan derai air mata mengiringi pergantian pejabat yang dicintainya karena sikapnya menjadi inspirasi dan teladan bawahannya, penuh dedikasi dan terasa membawa kemajuan bersama. Di akhir masa jabatannya yang diselenggarakannya pun bukan pesta perpisahan melainkan permohonan maaf kepada seluruh bawahan atau masyarakatnya bila selama kepemimpinannya ada yang salah, tidak puas, ada kekurangan, atau ada yang merasa tersakiti dan terdzalimi. Bila seorang pejabat atau pemimpin berhasil seperti itu, barulah ucapan selamat di akhir masa jabatannya layak diberikan.

Merubah kebiasaan ucapan selamat kepada pejabat tentu sangat berat karena kesalahankaprahan itu sudah menjadi budaya. Persoalannya berpulang kepada masing-masing kita, apakah ingin meningkatkan kualitas kesadaran atau ingin tetap terbiasa memelihara kesalahan-kesalahan. Daripada mengucapkan selamat yang salah mendingan diam. “Falyaqul khairan awliyasmut!” Kata Nabi SAW. [] Wallahu ‘alam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun