Pada zaman dahulu kala, beberapa kebudayaan memandang wanita seakan tak ada harganya. Di kebudayaan Hindu, tak ada kasta yang meninggikan derajat wanita. Kebudayaan Yunani pernah menganggap wanita seperti barang yang bisa diperjual-belikan. Sedangkan di Roma, wanita hanya menjadi objek seksual pria yang tergambarkan pada karya lukisan-lukisannya. Sekarang, apa kabar wanita saat ini? Sayang, berbeda 3600 dari keadaan masa lalu, banyak dari mereka yang malah menciptakan opini publik yang menggambarkan kalau wanita itu seperti budak, seperti barang, atau objek yang pantas untuk dinikmati.
Jika memang seperti itu adanya, mengapa wanita berujar kalau mereka acap kali dilecehkan oleh kaum pria? Hingga akhirnya sekarang ini mereka meminta disejajarkan dengan kaum pria. Menurut Ust. Felix Y. Siauw, hal ini merupakan sebuah bentuk feminisme. Feminisme itu sendiri adalah suatu kesadaran akan ketidakadilan yang diterima wanita dilingkungan keluarga, tempat kerja, dan atau di tengah-tengah masyarakat, serta tindakan sadar untuk merubah keadaan tersebut yang dilakukan oleh laki-laki atau wanita (Basin dan Khan, 2005).
Kalau kita lihat kembali sejarah gerakan feminisme ini ada, gerakan ini lahir dari sejarah umat nasrani dan kehidupan yang sekuler. Merujuk pada sejarah umat kristen dulu, wanita dianggap sebagai pembawa dosa yaitu saat dia menggoda Adam untuk memakan buah pengetahuan. Sebagai hukumannya, Adam harus turun ke dunia. Hal ini sangat erat kaitannya mengapa wanita pada zaman kuno sering dipanggil dengan sebutan witch (penyihir). Berdasarkan cerita ini, sudah jelaslah kalau wanita tak berdaya di hadapan laki-laki.
Selain itu, beberapa ratus tahun yang lalu pernah tercatat dalam sejarah kalau bangsa barat mengalami kegagalan dalam membangun sebuah kehidupan. Menurut mereka, mereka gagal karena mengikuti dengan taat agama mereka. Agama hanya dipandang sebagai sesuatu yang membatasi hidup manusia. Setelah itu mereka memutuskan untuk meninggalkan agama yang pernah dianut mereka tersebut. Mulai dari sinilah sejarah kehidupan yang sekuler dimulai. Orientasi kehidupan berubah menjadi pada kenikmatan dunia. Yang pria berusaha memenuhi tuntutan dunia, yang wanita pun tidak mau ketinggalan. Kehidupan yang seperti inilah yang menyebabkan feminisme kemudian berkembang karena wanita sering kalah dengan pria.
Fakta yang sebenarnya menyebabkan feminisme itu lahir karena dua hal di atas, kini telah dibelokkan. Al-Qur’an dianggap sebagai sebuah bukti yang kuat bagaimana ketidakadilan yang diterima oleh wanita. Hukum waris, talaq, poligami, saksi, pemukulan (dalam islam), dan kiprah politik telah diatur di Al-Qur’an dan semuanya menempatkan posisi pria di tempat yang menang. Apakah memang seperti itu dan haruskah kita berhenti berfikir sampai disitu saja?
Wanita, Pria dan Kelebihannya
Subhanallah, kebesaran Allah memang tidak pernah bisa dipungkiri. Wanita dan pria juga tidak luput dari kuasa-Nya. Peran masing-masing sudah diatur sedemikian rupa hingga mereka saling melengkapi di dalam menjalani kehidupan ini. Berikut adalah beberapa fakta unik yang ada pada wanita dan pria:
a. 1. Sebuah penelitian mengungkapkan kalau pandangan wanita itu melebar. Wanita tidak mampu menjangkau pandangan sejauh apa yang pria bisa. Tapi, wanita bisa melihat sekitarnya (kanan dan kirinya) dengan baik. Sedangkan pria berkebalikan dengan wanita. Pria mempunyai pandangan yang tajam ke depan (mampu melihat pada jarak yang cukup jauh).
b. 2. Wanita lebih peka terhadap sentuhan daripada pria. Wanita 4x – 6 x lebih sering bersentuhan dengan sesamanya dan pria tidak. Tidak heran kalau kita menanggap wanita yang bergandengan dengan sesamanya adalah sesuatu yang lumrah. Akan tetapi, pria juga mempunyai peran yang penting yaitu pria mempunyai naluri melindungi wanita. Hal ini terjawab melalui sebuah penelitian yang menyatakan kalau kulit pria lebih tebal dari seorang wanita 1,5 kalinya.
c. 3. Wanita mempunyai kemampuan dibidang verbal lebih baik daripada pria. Wanita mampu mengusai 3 x lipat kosakata yang dikuasai pria pada usia 3 tahun. Penulis mempunyai data yang sangat menarik terkait hal ini. Ternyata perbandingan guru bahasa-bahasa di dunia ini dikuasai oleh wanita yaitu sebanyak 70%. Di mana pria? Pria lebih mahir dalam bidang yang lebih teknis, missal insinyur, pembalap, pilot, dll.
d. 4. Dalam keadaan dibawah tekanan, wanita berbicara tanpa berpikir. Dalam kondisi yang sama, pria akan bertindak tanpa berpikir. Tidaklah mengherankan jika 90% penghuni LP adalah pria dan 90% pasien terapis adalah wanita.
e. 5. Fakta unik terkahir yaitu, wanita lebih cenderung untuk bekerjasama. Sedangkan laki-laki lebih cenderung untuk bersaing.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, masihkah kita mengharap wanita dan pria disetarakan? Atau pantaskah mereka untuk disetarakan, bukankah mereka mempunyai kelebihan, kekurangan dan peran masing-masing? Secara fitrah, wanita dan pria tidak bisa disetarakan. Hal ini bukan masalah gender, melainkan salah satu jalan untuk memahami betapa besar kuasa-Nya dalam mengatur kehidupan yang harmonis ini.
Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 71, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” Beginilah diatur dalam islam, semua mempunyai peran masing-masing.
Feminisme Absurd Kebablasan
Wanita telah dieksploitasi dari bidang food, fun dan fashion. Mari kita ambil contoh dari bidang fashion. Berapa rata-rata uang yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sandang seorang wanita? Berapapun itu, penulis berkeyakinan kalau jumlahnya tidak sedikit. Namun, pakaian yang seperti apa yang didapat/ dipakai? Apakah yang cukup untuk sekedar menutup aurat mereka? Tidak.
Selanjutnya, tingginya angka kegagalan pernikahan, seks bebas, aborsi, single parent, dan hubungan sesama jenis. Pernah suatu ketika penulis mendengar kisah kalau di kebudayaan barat ada seorang wanita yang ingin dirinya setara dengan laki-laki. Dia berkata kepada dirinya sendiri, “Jika memang laki-laki bisa dengan seenaknya memilih pasangan untuk berhubungan intim, mengapa wanita tidak bisa!” Alhasil, praktek zina pun dia lakukan. Hasilnya seperti yang bisa kita tebak. So, apa pendapat kalian jika banyak dari wanita-wanita sekarang menurut gaya pemikiran yang menganggap wanita (harus) setara dengan pria?
Ada sebuah cara yang bisa kita praktekkan untuk mendapatkan tujuan hidup yang bahagia dengan segala perbedaan tadi. Yuk, tinggalkan pola hidup yang sekuler; mengukur segala sesuatu dari materi. Karena jika kita tetap memakai pola yang seperti ini, tidak akan pernah ada keadilan diantara mereka karena biasanya pria akan mendapat porsi lebih. Sebagai gantinya, mari kita perkaya iman dan taqwa kita kepada Allah. Karena hanya dengan melandaskan segala sesuatunya kepada Allah, akan mubazir umur kita jika hanya digunakan untuk memikirkan sesuatu yang sudah ditakdirkan kelebihan, kekurangan, dan perannya. Percaya kepada ketetapan-Nya sama juga berarti percaya bahwasannya apa yang telah ditakdirkan kepada kita adalah sesuatu yang sudah pas racikannya, sudah adil, dan tak perlu menuntut kesetaraan.
Indahnya kehidupan ini kalau kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan peran yang diberikan Allah SWT. Semoga kita termasuk orang-orang yang menyadari kebesaran-Nya. Amin.
-------------------
Terinspirasi dari ceramah Ust. Felix Y. Siauw di acara MY NIGHT Remaja Masjid Sunda Kelapa (RISKA).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H