Di suatu sudut yang megah, Auditorium Gd. Damar Telkom University kembali menyuguhkan sebuah momen bersejarah. Kamis itu, di penghujung Desember, enam sosok luar biasa, dengan tekad dan wawasan yang membentang sejauh cakrawala, berdiri tegak menerima gelar guru besar. Salah satunya, Prof. Dr. Andry Alamsyah, S.Si., M.Sc., yang dalam balutan senyumnya yang hangat, membawa sebuah kisah yang tak hanya penuh harapan, tetapi juga menggugah asa untuk masa depan Indonesia.
Bandung, 19 Desember 2024 ---Dalam pidato ilmiahnya yang berjudul "Ekosistem Bisnis Digital: Strategi untuk Inovasi dan Keberlanjutan Ekonomi Indonesia", Prof. Andry melukiskan sebuah lanskap ekonomi digital yang mempesona sekaligus penuh tantangan. Ia berbicara tentang bagaimana dunia yang semakin terkoneksi melalui teknologi telah menjadi denyut nadi baru bagi perekonomian nasional. Namun, di balik gemerlap konektivitas itu, tersembunyi ancaman berupa disinformasi, pelanggaran privasi data, hingga kesenjangan teknologi yang kian mencolok.
"Transformasi digital," katanya dengan suara penuh keyakinan, "adalah peluang emas bagi Indonesia. Bayangkan, dengan populasi muda yang melek teknologi, kita memiliki kekuatan demografis yang tak tertandingi untuk membawa bangsa ini melompat ke masa depan." Ia menguraikan bagaimana teknologi seperti AI, data analytics, dan blockchain telah menjadi alat bagi para pelaku usaha kecil dan menengah untuk membuka pintu menuju pasar yang lebih luas, sekaligus meningkatkan efisiensi usaha mereka.
Di sela-sela penjelasannya, Prof. Andry menyoroti generasi Milenial dan Z yang kini menjadi tulang punggung demografi Indonesia. Mereka, para "anak digital" yang tumbuh dengan teknologi di genggaman, menjadi penggerak utama transformasi ini. Namun, ia juga tak menutup mata terhadap tantangan yang membayangi, seperti ledakan jumlah penduduk usia produktif yang mungkin tak sebanding dengan kebutuhan tenaga kerja.
"Generasi muda kita adalah mutiara yang harus diasah," ujarnya sambil tersenyum, "Mereka bukan hanya pengguna teknologi, tetapi juga inovator yang mampu menciptakan solusi berbasis AI dan blockchain, memberikan nilai tambah yang besar bagi masyarakat."
Di akhir pidatonya, sang profesor, yang ternyata memiliki kegemaran bermain band dan berlari maraton, memberikan pesan yang menggugah hati. Ia mengajak semua pihak untuk merangkul perubahan, bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk membangun Indonesia yang lebih inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. Dengan kolaborasi lintas sektor dan pemanfaatan teknologi inovatif, ia yakin Indonesia bisa menjadi pemimpin regional dalam ekonomi digital.
"Sekaranglah waktunya," tegasnya dengan sorot mata yang membara, "Kita harus mengedepankan inovasi, inklusi, dan keberlanjutan. Bersama-sama, kita bisa membawa Indonesia menuju masa depan yang gemilang."
Saat pidato itu berakhir, tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Di sana, di antara gemuruh apresiasi, ada secercah harapan yang membumbung tinggi, menyatu dengan langit Bandung yang biru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H