Seperti yang telah kita ketahui, kebaya merupakan pakaian nasional khas Indonesia yang sudah secara turun menurun diwariskan oleh nenek moyang kita. Berdasarkan sejarah, kebaya digunakan sebagai pakaian sehari-hari para wanita Indonesia khususnya yang berasal dari pulau Jawa. Namun, selain digunakan oleh wanita Jawa kebaya juga digunakan oleh para wanita Belanda yang menetap di daerah Jawa.Â
Bagi wanita Jawa, kebaya dianggap sebagai pembeda kelas dan status antara bangsawan dengan rakyat biasa karena bahan tekstil dan kain yang digunakan berbeda. Kebaya juga dapat menjadi pembeda antara wanita pribumi dengan wanita Belanda karena model dari kebaya yang digunakan berbeda.
Menurut Kamus Mode (2011), kebaya adalah pakaian tradisional wanita Indonesia berupa atasan berlengan panjang atau blus yang dipadukan dengan bawahan sarung atau kain panjang yang dililitkan membalut tubuh dari pinggang hingga ujung mata kaki. Busana kebaya juga merupakan penanda yang merepresentasikan identitas dan perilaku sosio-kultural pemakainya. Selain memiliki bahan, model, dan jenis yang beragam, panjang dari kebaya juga berbagai macam mulai dari pendek sepinggul hingga panjang selutut. Seiring berkembangnya zaman, kebaya secara terus menerus mengalami perubahan dan terus diinovasikan serta disesuaikan dengan tren pakaian yang ada sebagai bentuk upaya pelestarian kebaya.
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keberagaman budaya. Dalam masa perkembangannya, sering kali ditemukan akulturasi budaya di dalamnya. Salah satu contoh akulturasi budaya di Indonesia adalah wayang yang merupakan percampuran budaya India dan budaya Jawa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akulturasi merupakan percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu kelompok masyarakat yang sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing tersebut.Â
Adapun pengertian dari kata budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat dan berkenaan dengan cara manusia hidup, belajar, berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budaya nya. Dengan kata lain, budaya merupakan tingkah laku dan gejala sosial yang menggambarkan identitas dan citra suatu masyarakat (Syaiful Sagala, 2013). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa akulturasi budaya merupakan percampuran dua kebudayaan yang menggambarkan identitas atau citra suatu masyarakat tanpa merubah keaslian suatu budaya.
Belakangan ini, kebaya sedang marak diperbincangkan oleh publik. Hal ini terjadi lantaran kontroversinya mengenai inovasi terbaru terhadap kebaya yaitu "Kebaya Korean Style" yang dinilai oleh banyak masyarakat Indonesia akan menjadi ancaman bagi eksistensi nilai budaya dan kelestarian pakaian tradisional Indonesia. Secara garis besar, Kebaya Korean Style ini memadukan model kebaya tradisional Indonesia dengan komponen gaya fashion Korea Selatan. Namun, selain banyaknya tanggapan negatif masyarakat Indonesia terkait inovasi "Kebaya Korean Style", terdapat pula beberapa tanggapan positif dari masyarakat Indonesia.
Jika dilihat dari sudut pandang lain, adanya inovasi sekaligus akulturasi budaya antara budaya Korea Selatan dengan budaya Indonesia dapat menjadi peluang yang besar bagi Indonesia untuk mengenalkan pakaian tradisional kebaya Indonesia ke kancah internasional. Terlebih lagi saat ini Indonesia masih memperjuangkan kebaya sebagai warisan budaya dunia. "Kebaya Korean Style" juga dinilai dapat menarik perhatian generasi muda untuk lebih mengenal dan melestarikan kembali budaya yang ada di era modern ini. Â Adapun persebaran kebaya ini di media sosial dapat menarik perhatian masyarakat untuk melestarikan budaya Indonesia dengan pakaian yang sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman dalam jangkauan yang lebih luas. Kebaya juga memiliki peluang besar untuk menjadi sarana promosi bagi sektor pariwisata Indonesia karena memiliki nilai jual yang tinggi.
Namun, akulturasi budaya tidaklah boleh merusak atau melunturkan salah satu budaya. Meskipun harus mengikuti tren pakaian seiring berkembangnya zaman, terdapat hal-hal yang tidak dapat dihilangkan dari suatu budaya. Hakekatnya, 'kesederhanaan' merupakan ciri khas dari kebaya, 'kesederhanaan' merupakan jiwa dari kebaya namun akan tetap terlihat elegan ketika digunakan (Andre Frankie dan Edward Hutabarat, 2011). "Kebaya Korean Style" sendiri memiliki panjang pakaian yang cukup pendek sehingga banyak masyarakat yang juga menyebutnya sebagai "Kebaya Crop Top". Hal ini tentu menuai banyak kontroversi karena modelnya yang cukup jauh dengan kebaya tradisional asli yang sederhana dan elegan.Â
"Kebaya Korean Style" juga dinilai kurang rapih, sopan serta kurang elegan jika nantinya terdapat bagian tubuh (khusunya bagian perut atau pinggang) yang terlihat ketika kebaya tersebut digunakan. Dengan perkembangan era digital yang sangat pesat, masyarakat juga khawatir bahwa generasi muda Indonesia nantinya tidak lagi mengenali pakaian kebaya asli Indonesia sehingga kelestariannya di masa depan akan terancam. Masyarakat juga khawatir bahwa nantinya mata dunia akan lebih mengenali kebaya modern dan tidak melirik kebaya asli tradisional Indonesia. Â Â
Maka dari itu, menurut pendapat pribadi penulis, percampuran budaya luar dengan budaya Indonesia serta inovasi yang dilakukan sebagai bentuk upaya pelestarian budaya Indonesia sah-sah saja untuk dilakukan dengan syarat tidak mengubah terlalu banyak bentuk asli dari budaya tersebut. Para pengrajin maupun designer yang melakukan inovasi untuk melestarikan kebaya sebaiknya lebih teliti dan lebih memerhatikan keaslian nilai budaya serta filosofi dari kebaya. Masyarakat khususnya generasi muda juga harus lebih kritis dan menyaring kembali budaya luar yang masuk ke Indonesia melalui internet serta terus ikut serta dalam melestarikan keaslian budaya Indonesia. Disini penulis sebagai salah satu bagian dari generasi muda mengajak para pembaca untuk turut melestarikan budaya Indonesia! Jika bukan kita, siapa lagi?
REFERENSI