Sebelumnya saya mohon maaf, apabila ada yang kurang berkenan dengan yang akan saya utarakan. Artikel ini hanya berdasarkan pemikiran sederhana. Kalaupun tak setuju, setidaknya bisa jadi cara untuk mengenal aturan berbusana yang dianjurkan bagi saudari kita yang menganut kepercayaan mayoritas di tanah air. Sekali lagi, saya tidak berniat menistakan kepercayaan apapun disini. Dan saya, untuk itu, memohon maaf sebesar-besarnya.
Berhijab, yakni berbusana dengan menutupi  seluruh tubuh hingga pergelangan tangan dan wajah bagi wanita, merupakan bagian ajaran Islam. Panduan berbusana ini dijelaskan dalam kitab Al Quran. Dalam surat An Nur ayat 31, wanita diperintahkan mengenakan kerudung yang menutupi hingga dadanya. Perintah berhijab juga disebutkan dalam surat Al Ahzab ayat 59. Memang, berjilbab tidak menjadi ukuran kadar keimanan. Namun, bila ajaran itu untuk keselamatan, kenapa tidak mengikutinya?
Islam juga mengajarkan wanita untuk berpakaian sewajarnya; tidak ekstravagan tanpa tujuan yang bermanfaat. Saya menafsirkannya sebagai cara berpakaian yang mencegah diri dari sifat keangkuhan sekaligus menolong saudari lain untuk terhindar dari sifat iri dengki yang mungkin belum dapat mereka kontrol. Bila Anda mencintai keindahan dan ingin mengekspresikannya melalui  tekstil atau dekorasi busana yang mewah,  mengapa tidak? Namun tidakkah sebaiknya dikenakan di rumah sendiri? Kalau dipakai bepergian, mungkin harus lihat-lihat tempat tujuan dan lingkungannya dulu, ya.
Saya pikir ada banyak sekali alasan logis dan praktis mengapa berhijab sangat bermanfaat dan mempermudah kehidupan. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menghindarkan diri dari fitnah.
Ya, kita tak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran setiap orang di sekitar kita. Beberapa model busana yang bukan  ditujukan untuk gaya berhijab memang menyanjung kecantikan wanita dengan menegaskan indahnya kulit dan lekuk tubuh alami pemakainya. Bagi perempuan, tubuh adalah haknya, mau diperlihatkan atau tidak. Namun seringkali hak yang dilindungi ini disalahartikan. Kerapkali wanita yang berbusana terbuka disalahtafsirkan karena cara berpakaian tersebut  lekat dengan seksualitas.
Saya teringat contoh kejadian fitnah karena busana yang minim bahan. Â Sekali waktu, saya bersedih menonton video yang diunggah di youtube, dimana seorang wanita begitu marah dan menghardik warga suatu kampung disebabkan beberapa diantaranya menyampahinya dengan ujaran yang kurang pantas. Melihat gaya berbusananya yang luar bisa dermawan memperlihatkan kemolekan tubuh seraya memamerkan belahan dada dan paha, beberapa warga mengasosiasikan penampilan itu dengan para pemeran film-film panas, atau para wanita penghibur. Jika wanita tersebut tersinggung karena merasa difitnah, saya memahami kemarahannya. Bisa jadi dia bukan wanita penghibur. Menurut saya, tentu saja dia berhak meluruskan fitnah, walau saat itu dilakukan dengan begitu dramatis sehingga ada pihak yang merasa kehebohan tersebut layak dipertontonkan di media sosial. Namun, tidakkah peristiwa itu memalukan? Â Syukurlah, konflik tersebut berakhir damai. Warga yang melontarkan fitnah meminta maaf.
Saya hanya bisa mendoakan, semoga berbagai permasalahan miskomunikasi seperti itu tak terjadi lagi. Menurut saya, sebaiknya kita semua mempertimbangkan dampak cara kita berpakaian sebelum meninggalkan kediaman masing-masing.
2. Menghindarkan diri dari kejahatan seksual.
Anda pernah membaca atau menyaksikan berita mengenai kekerasan seksual dan juga demo hak mengenakan rok mini? Kasus perkosaan  umumnya disebabkan pelaku terdorong beraksi karena terangsang melihat bagian tubuh korban yang dipertontonkan. Namun, sebagian wanita menganggap berpakaian seksi adalah hak mereka dan bukan menjadi  pembenaran atas perbuatan jahat pelaku.
Menurut situs resminya, Komnas Perempuan telah mendata sebanyak 93.960 kasus kekerasan seksual pada kaum hawa yang terjadi sejak 1998 hingga 2010.  Artinya, dalam kurun 13 tahun, setiap hari ada 20 (19.80) korban. Dari angka tersebut, Komnas ini mengelompokkannya kepada jenis kekerasan yang lebih spesifik. Mereka menemukan bahwa perkosaanlah jenis  kasus terbanyak. Kasus pelecehan seksual secara fisik, verbal atau tindakan yang menjadikan korban sebagai objek seks berada di peringkat ketiga.