Dalam menjalankan sebuah acara pernikahan, sebagian besar masyarakat kaltim punya pegangan bahwa wanita harus di kasih jujuran (Suami di wajibkan memberi uang kepada pihak istri sebagai syarat syah menuju pelaminan). Bagi kalangan yang mampu bukan halangan keberadaan budaya jujuran tersebut, namun bagi kalangan yang tidak mampu tentu ada permasalahan sedikit dengan masalah finansial yang diminta pihak keluarga sang istri, apabila tidak dapat memenuhi permintaan keluarga dari calon sang istri.
Memang keberadaan wanita Kaltim terkenal dengan kecantikan yang sungguh luar biasa, sehingga banyak pemuda pendatang maupun pemuda asli daerah yang tergoda dengan kecantikan wanita disana. Sedangkan mengenai budaya jujuran biasanya di nilai dari nasab, kekayaan, kepribadian dan kecantikan sang istri, apabila keempat hal itu sempurna, tentu jujuran bagi sang istri konon bisa mencapai ratusan juta rupiah, namun apabila keempat hal ini kurang dari nilai positif, maka cukup puluhan juta rupiah saja, jadi semua tinggal dari keadaan sang istri yang di sebutkan di atas tadi.
Kalau kita melihat budaya pernikahan di Kaltim, tentu menjadi peristiwa yang bisa di bilang unik di banding daerah lain, namun ada yang unik bagi masyarakat pendatang di Kaltim, ternyata ada sebagian yang mengikuti budaya jujuran, padahal dia bukan warga asli dari masyarakat Kaltim dan mungkin saja ini merupakan suatu proses pertukaran budaya antar pendatang dan pribumi dalam merekam sebuah fakta budaya, sehingga menjadikan peniruan atau di tiru sebuah budaya di tengah-tengah kehidupan masyarakat Kaltim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H