Lingkungan hidup adalah sumber kehidupan bagi setiap makhluk hidup yang mendiaminya. Bersama keanekaragaman sumber daya alamnya, manusia dan seluruh entitas makhluk hidup lainnya berusaha memenuhi kebutuhan mereka masing-masing. Seluruh kegiatan manusia yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya alam akan membawa akibat bagi keadaan suatu lingkungan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di lingkungan hidup dapat membawa seperti kerusakan dan pencemaran lingkungan, hal tesrsebut tentu akan membawa dampak krisis lingkungann hidup bagi masyarakat. Krisis lingkungan seperti perusakan dan pencemaran dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melakukan perubahan etika dan perilaku manusia terhadap alam.
Krisis lingkungan dalam skala global, nasional hingga lokal yang terjadi selama ini sebenarnya bersumber dari kesalahan etika lingkungan hidup manusia dalam memandang sebuah ekosistem secara holistik. Etika lingkungan hidup menurut Sonny Keraf dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.
Kekeliruan dalam memandang alam dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta, mengakibatkan pola perilaku yang membuat kerusakan dan pencemaran lingkungan. Oleh Karena itu, pembenahannya harus menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi, baik dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan alam dalam keseluruhan ekosistem.
Munculnya dampak negatif dari pemanfaatan dan/atau pengelolaan lingkungan hidup ialah kelirunya cara beretika dalam memandang ekosistem secara holistik. Dalam paradigma yang pertama, antroposentrisme menganggap bahwa manusia merupakan makhluk hidup yang superior daripada makhluk hidup lain.
Paham ini menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang eksistensinya mempunyai nilai yang lebih daripada makhluk lain. Jika berbicara dalam skala yang lebih besar, alam semesta hanyalah semata-mata sebagai pemuas kebutuhan manusia.Â
Manusia merupakan penguasa alam semesta yang boleh melakukan apa saja, termasuk kegiatan-kegiatan yang tergolong megeskploitasi alam. Hal tersebut dikarenakan alam sendiri tidak mempunyai nilai dihadapan manusia dan segala kepentingannya.Â
Artinya manusia tidak mempunyai tanggung jawab atas lingkungan hidup yang telah rusak dan/atau tercemar. Tanggungjawab manusia dalam alam semesta hanya sebagatas pada sesamanya, sedangkan hubungan manusia dan alam semesta hanya sebatas pemenuh kebutuhan.Â
Selain itu, perlu dipahami bahwa jika terdapat kegiatan manusia yang pada hakikatnya berhubungan dengan lingkungan hidup maka akan dianggap baik jika tindakan yang berhubungan dengan lingkungan tersebut menguntungkan bagi manusia.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa paham ini sangat berpusat pada manusia saja dan akibatnya lingkungan hidup sebagai pemenuh kebutuhan manusia tidak mendapat perhatian, sehingga menjadi sumber dari krisis lingkungan hidup.