Mohon tunggu...
Moch Rais Putra
Moch Rais Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM 41220110018 - Teknik Arsitektur - Nama Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

24 November 2024   00:37 Diperbarui: 24 November 2024   00:37 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Edwin Sutherland, dalam teori Differential Association, menjelaskan bahwa kejahatan, termasuk korupsi, bukan hanya terjadi karena faktor individu, melainkan juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan pembelajaran yang terjadi dalam kelompok tertentu. Dalam konteks korupsi di Indonesia, teori ini dapat diterapkan untuk menjelaskan mengapa fenomena korupsi terjadi secara sistemik dan berulang dalam struktur pemerintahan dan sektor-sektor tertentu.

  1. Pembelajaran Korupsi melalui Lingkungan Sosial
    Sutherland berargumen bahwa individu belajar perilaku kriminal melalui interaksi dengan orang lain yang memiliki nilai dan norma yang menyimpang. Di Indonesia, banyak pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam praktik korupsi beroperasi dalam lingkungan yang sudah terbiasa dengan cara-cara tersebut. Mereka belajar dari rekan sejawat atau mentor mereka, yang mungkin sudah lama terlibat dalam budaya korupsi. Dalam hal ini, differential association mengacu pada bagaimana individu dalam posisi kekuasaan sering kali mendapatkan nilai-nilai dan pembenaran untuk melakukan korupsi dari mereka yang sudah lebih dulu berpengalaman dalam penyalahgunaan kekuasaan.

  2. Rasionalisasi Perilaku Koruptif
    Teori Sutherland juga mencakup aspek rationalization, atau pembenaran terhadap tindakan menyimpang. Dalam konteks korupsi di Indonesia, pelaku sering kali membenarkan tindakannya dengan alasan-alasan yang diterima dalam budaya mereka, seperti "semua orang juga melakukannya," "ini adalah biaya politik yang wajar," atau "untuk kepentingan rakyat." Pembenaran semacam ini sangat efektif dalam memitigasi rasa bersalah dan mendorong individu untuk melanjutkan perilaku tersebut.

  3. Kekuatan Norma Sosial yang Mendukung Korupsi
    Dalam masyarakat yang memiliki toleransi tinggi terhadap korupsi, norma sosial yang berlaku mendukung penyimpangan tersebut. Menurut teori Sutherland, perilaku korupsi ini dipelajari dan diterima dalam kelompok sosial tertentu, yang menganggap bahwa korupsi adalah cara yang sah untuk memperoleh kekuasaan, uang, atau keuntungan lainnya. Dalam banyak kasus, jika individu tidak terlibat dalam korupsi, mereka akan dianggap "lemah" atau tidak kompeten dalam mencapai tujuan mereka.

  4. Normalisasi Korupsi dalam Sistem Sosial dan Politik
    Sutherland menjelaskan bahwa kejahatan bisa menjadi bagian dari norma sosial yang ada dalam kelompok tertentu. Di Indonesia, meskipun korupsi adalah ilegal, dalam beberapa kasus, tindakan tersebut telah menjadi bagian dari budaya politik yang diterima. Hal ini menjelaskan mengapa, meskipun upaya pemberantasan korupsi dilakukan, pola perilaku tersebut sulit untuk dihentikan dalam jangka panjang, karena sudah terinternalisasi dalam struktur sosial dan politik.

Bagaimana Korupsi Dapat Ditangani?

Personal property
Personal property

Untuk menanggulangi korupsi secara efektif di Indonesia, pendekatannya harus menyeluruh, mencakup beberapa langkah penting yang harus dilakukan bersamaan:

1. Reformasi Sistem dan Prosedur:

  • Digitalisasi dan Transparansi Administrasi Publik
    Proses administrasi, termasuk pengadaan barang/jasa dan alokasi anggaran, harus dilakukan secara digital. Sistem ini dapat mengurangi interaksi langsung antara pejabat dan masyarakat, yang sering kali menjadi sumber praktik korupsi. Contoh yang efektif adalah penerapan e-Government yang mempermudah akses informasi dan pengawasan publik. Transparansi dalam pengeluaran anggaran dapat diawasi oleh masyarakat dan media.

  • Peningkatan Sistem Pengawasan
    Pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah perlu diperkuat. Dalam hal ini, audit independen dan publikasi hasil audit harus dilakukan secara berkala untuk memeriksa aliran dana yang digunakan dalam proyek pemerintah, serta mengidentifikasi potensi penyimpangan.

2. Pendidikan dan Kesadaran Antikorupsi:

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun