Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Nyenyore Ramadan: Berburu Apem di Bumi Kerajaan Salakanagara Mandalawangi, Banten

10 Juni 2017   23:11 Diperbarui: 12 Juni 2017   01:12 2036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual Apem Mandalawangi dan Petugas Markas Arik Sarikam menyisir membeli Apem, dok. Pribadi

Setelah kakurilingan di sekitar alun-alun Menes -Banten, melihat lihat cagar budaya Gedung ex Tangsi Belanda dan Gedung ex Kawedanan di bumi “Kamonesan”, acara selanjutnya berburu yakni Apem Putih. Secara umum, apem putih dijual di mana-mana jika Ramadhon tiba sebagai makanan untuk berbuka puasa khas Banten. Namun yang paling terkenal baik rasa maupun teksturnya hanya ada di dua tempat yakni Apem Batu Bantar dan Apem Mandalawangi, keduanya masih di wilayah Kabupaten Pandeglang.

Jika ingin membeli Apem Batu Bantar, maka rute yang harus ditempuh dari Menes adalah melalui jalan alteri yang biasa digunakan untuk jalur umum yakni melalui Menes - Saketi - Pandeglang. Tapi saat itu disepakati perburuan adalah Apem Mandalawangi, dengan demikian rute yang harus ditempuh adalah Menes - Jiput Mandalawangi - Pandeglang dengan perkiraan waktu perjalanan kurang lebih 50 menit untuk sampai ke sasaran (Mandalawangi) karena jalannya kecil naik membelah dua gunung yakni Gunung Karang dan Gunung Pulosari.

Jalan Menes Mandalawangi berhadapan dengan Gunung Karang dikelilingi rimbunnya pepohonan. dok. pribadi
Jalan Menes Mandalawangi berhadapan dengan Gunung Karang dikelilingi rimbunnya pepohonan. dok. pribadi
Sepanjang perjalanan, kita disuguhi pemandangan elok lagi permai, eksotis, ciri has daerah pegunungan yakni gemerciknya air di pematang, pepohonan yang rindang, areal pertanian rakyat yang dihiasi kuning emas tanaman padi dan tanaman lain seperti kacang panjang, melon dan timun suri.
Salah satu sisi jalan Menes Mandalawangi, hamparan padi yang menguning dibawah kaki Gunung Pulosari, dokumen pribadi
Salah satu sisi jalan Menes Mandalawangi, hamparan padi yang menguning dibawah kaki Gunung Pulosari, dokumen pribadi
Mandalawangi, sebuah daerah yang berada di antara Gunung Karang dan Gunung Pulosari, bukan hanya sekedar nama, tetapi punya sejarah panjang tentang peradaban manusia dan perkembangan Kerajaan di Banten baik sebelum Islam (Banten Girang) maupun sesudah Islam (Kesultanan Banten). Menurut beberapa catatan sejarah yang dibuktikan dengan hasil penemuan benda purbakala, Mandalawangi atau tepatnya posisi Gunung Pulosari sejak abad 10 sudah didiami penduduk bahkan bisa jadi sebagai pusat penyebaran agama Hindu kerajaan Salakanegara.
Situs Cihunjuran, peninggalan Kerajaan Salakanagara Banten, dok. Widhi Singkong.
Situs Cihunjuran, peninggalan Kerajaan Salakanagara Banten, dok. Widhi Singkong.
Hingga saat ini masih ada sisa-sisa peninggalan kerajaan tersebut berupa adanya situs yang terkenal yakni Situs Cihunjuran di mana terdapat peninggalan berupa batu Menhir dan kolam pemandian. Adapun penemuan lainnya berupa arca arca yang ditemukan pasca meletusnya Gunung Krakatau 1883 dan kini tersimpan di Musium Nasional Jakarta.
Arca peninggalan Kerajaan Salakanagara, foto diambil dari Buku
Arca peninggalan Kerajaan Salakanagara, foto diambil dari Buku
Tak terasa, setelah 50 menit menikmati perjalanan, tiba di sasaran. Para penjual apem putih berjejer disepanjang Jalan Mandalawangi. Rata rata penjualnya adalah ibu-ibu. Harganya tergolong sangat murah untuk ukuran penikmat apem, satu bungkus hanya dihargai 10 ribu perak, jika ditambah dengan kince yakni sejenis sirup terbuat dari gula aren untuk “nyocor” apem, dibanderol 15 ribu rupiah. Bukan hanya apem yang dijual di situ, tapi juga kuwe khas Banten lain seperti jejorong.

Tampilan Apem has Banten, foto, ananda dhira
Tampilan Apem has Banten, foto, ananda dhira
Untuk mengamalkan Pancasila yang disebut “Keadilan Sosial” dan mengharap pahala dari Allah, berbagi rejeki kepada para penjual, gerombolan membeli hanya satu bungkus pada tiap-tiap penjual, hingga 10 ibu ibu penjual apem kebagian rejeki.

Banyak penikmat apem putih yang berburu ke Mandalawangi atau ke Batu Bantar karena beda rasa beda kenikmatan dengan apem yang biasa dijual di pasaran, Apem Batu Bantar dan Mandalawngi teksturnya lembut dan empuk, yang membedakan antara apem Batu Bantar dengan Mandalawangi hanyalah penampilannya. Apem Batu Bantar biasanya dicetak tipis, tapi jika Mandalawangi cetakannya agak tebal, soal rasa sama saja.

Jadi meski tekor secara ekonomis karena banyak mengeluarkan biaya bensin dan waktu, para penikmat cenderung berburu langsung ke tempat sambil “nyenyore” alias ngabuburit ala Cilegon karena kenikmatan memang mahal harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun