Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Deny Indrayana : Niat Baik, Tak Selamanya Ujungnya Baik

26 Maret 2015   01:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:01 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dalam kehidupan di dunia,  melakukan suatu perbuatan, niatnya baik, tak selamanya ujungnya baik, maka dari itu berhati hatilah dalam bertindak”, demikian nasihat salah seorang kasepuhan saat saya memimpin suatu organisasi di kampung.

Mengapa nasihat itu saya jadikan judul tulisan ini kaitannya dengan Deny Indrayana yang kini – saya yakin- sedang gundah gulana pasca ditetapkannya sebagai tersangka tipikor meskipun dalam bahasa “hipokrit” ia sudah siap sebagai resiko perjuangan, tak lain karena ada sedikit hubungannya dengan tindakan Deny –yang saat itu menjadi Wamen Hukum dan HAM—hingga sekarang ia ditetapkan sebagai tersangka.

Nasihat itu juga lama saya “renungi” apa sebenarnya wujud kongkrit dari berbuatan yang demikian. Karena organisasi yang saya pimpin ini bersinggungan langsung dengan masyarakat, maka baik kantor maupun rumah, selalu di kunjungi masyarakat, urusannya macam macam, dari masalah sajadah sampai yang haram jadah menjadi hal yang biasa diurus.

Selang beberapa bulan saya memimpin organisasi tersebut, suatu hari datang ke rumah seorang warga masyarakat – sebut saja – Maskin, orangnya bau menginjak kepala empat, ia datang dengan wajah yang kumel, lusuh dan kelihatan ada masalah lantas mengibakan diri.Dengan alasan“tidak punya pekerjaan tetap”, kondisi rumah tangganya morat marit, selalu ribut dengan istri dan saudaranya, ia datang minta dibantu karenaanaknya tidak masuk sekolah lantaran malu belum bayar iuran sekolah (swasta), beras juga katanya ngga punya, sementara istrinya lagi sakit. Saya bilang, “ya sudah, nanti di bantu, sekarang belikan rokok di depan”, Maskinpun keluar sambil berkata “ ya pak, saya minta sebungkus ya”.

Singkat cerita, saat beli rokok di warung, bertemu temannya -- sebut saja -- Dhoif. Mengetahui Maskin keluar dari rumah, Dhoif tiba tiba menegur “ Wah enak ya, pasti di kasih uang banyak ya, tuh buktinya beli rokok aja dua bungkus, saya minta dong”, kata Dhoif. Mendengar teguran seperti itu, Maskin tidak menjawab, malah memberi bogem mentah ke muka Dhoif, Dhoif tidak melawan karena ia tau Maskin ini orangnya tempramental, kalau dilawan bisa repot urusan.

Rupanya inilah yang dimaksud dari nasihat itu, bisa jadi, Dhoif niatnya baik, cuma minta bagian, tapi karena momennya ngga tepat, yakni posisi dan kondisi Maskin lagi “pusing”, teguran itu diartikan lain, dianggapnya dhoif ngledek sehingga muncul ketersinggungan yang berakibat dhoif di jadikan sasaran “bogem mentah”. Jadi niatnya baik, ujungnya malah tidak baik.

Lantas apa hubungannya dengan Deny Indrayana?, ya jelas ada. Sejauh yang dapat di baca dari beberapa komentator Deny lovers, atau dalih Deny sendiri, bahwa Deny punya niat yang baik agarprosedur pembuatan paspor lebih mudah tidak direcoki oleh para ‘pembalak’ kantoran. Namun Deny lupa – atau pura lupa --bahwa untuk melakukan tindakan dan kebijakan apapun harus ada “payung hukumnya”. Sementara, meski sudah diingatkan, Deny sebagai Wamen, tetap nekad menjalankan itu. Dilain pihak proyek itu mengeluarkan anggaran. Nah dari sisi ini Deny jelas melakukan perbuatan yangmelabrak aturan atau dalam bahasa “Tipikor”, Deny telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang. Deny tersandung dengan adanya laporan yang kemudian di tindak lanjuti bareskrim. Jadi niatnya Deny baik, tapi ujungnya malah tidak baik. Mengapa?, karena Deny telah melabrak aturan sehingga dari perbuatannya itu, Negara dirugikan dengan anggaran yang dikeluarkan dan tidak bisa dipetanggung jawabkan sesuai aturan. Itulah keangkuhan Deny yang merasa berwenang menjadi Wamen. Ujungnya?, menurut Bareskrim, Deny ditetapkan sebagai tersangka TIPIKOR.

Sekarang Deny tinggal “merenungi’ sambil mencari cari argumen hukum yang bisa dijadikan bantahan saat diperiksa sebagai “tersangka” dengan didampingi pengacara sebagaimana yg diharapkan Deny. Suka tidak suka, siap tidak siap, kedepan sudah bisa ditebak, Deny akan meringkuk –minimal—sebagai tahanan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, karena mustahil bareskrim akan memposisikan Deny sebagai tahanan luar. Sedangkan para pengacaranya di luar sana bebas untuk bersenang-senang.

Lantas bagaimana dengan proses peradilan ke depan?. Ya buktikan saja oleh Profesor Deny bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar aturan sebagaimana di sangkakan atau dituduhkan oleh penyidik. Jika hakim kemudian menyimpulkan bahwa Deny tidak terbukti, maka untuk sementara Deny akan tersenyum (saya sebut sementara karena kemungkinan ada banding).

Tapi jika sebaliknya?, tamatlah riwayat Deny sebagai penggiat anti korupsi. Saya sebut “tamat” lantaran Deny akan di ganjar dengan hukuman penjara dan denda untuk memiskan dirinya. Dilain pihak, hakim dalam memutuskan hukuman, bukan hanya melihat tuntutan Jaksa, tetapi punya pertimbangan –salah satunya adalah – hal hal yang memberatkan.

Kira kira apa saja hal yang memberatkan itu?, hanya hakim yang tahu, tapi sekedar untuk meraba-raba, tentu boleh dong di kemukakan yakni;

Pertama, Hakim akan melihat bahwa Deny secara akademik merupakan ahli hukum tertinggi yang seharusnya tau mana yang dilarang dan mana yang tidak.

Kedua, Hakim akan melihat sosok Deny sebagai penggiat anti korupsi, seharusnya haram hukumnya bersinggungan apalagi melakukan korupsi.

Ketiga, Hakim akan melihat/membaca semua pendapat, pandangan Deny yang tersebar di berbagai media/buku tentang Korupsi dan Hukumannya seperti yang ia tulis dalam bukunya yang berjudul “ Negeri Para Mafioso” dengan mengatakan ““Korupsi jelas haram,korupsi jelas kejahatan luar biasa. Lalu bagaimana dengan pejabat Negara yang seharusnya memberantas korupsi tetapi malah melakukan korupsi… …, seharusnyalah tindakan demikian diklasifikasikan sebagai kejahatan Maha luar biasa, kejahatan Maha haram, itulah kejahatan : Maha haram Korupsi, Hukumannya-pun harus Maha Berat, Maha Menjerakan” .

Nah saya kira hal hal itulah yang bisa memberatkan Deny Indrayana, bisa jadi hukumannya adalah “ MAHA BERAT DAN MAHA MENJERAKAN”.

Saya hanya bisa menyampaikan pesan kepada Professor Deny Indrayana, sebagaimana pesan “kesepuhan kampung” diatas, “ Niat baik itu tidak selamanya ujungnya bisa baik”. Mengapa?, silahkan Profesor berpikir ulang sambil mendendangkan lagu “ Pak Hakim dan pak Jaksa, kapan aku mau disidang”, dan jangan lupa bahagia dimanapun anda berada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun