Dear Pak Ahok.
Hari ini saya yang lagi galau memikirkan kegaduhan negeriku yang seolah mau perang bratayuda, tak sengaja membaca sebuah surat yang ditujukan ke Bapak, Surat itu ditulis oleh -entah nyonya atau nona --, tapi yang jelas parasnya kelihatan ayu kinyis kinyis, pakai hijab, engga tahu apakah hijabnya itu panggilan dari sebuah kewajiban seorang muslimah atau bukan, yang jelas lagi ia adalah kandidat doctor di negeri kanguru sana, namanya kalau diucapkan serasa asing ditelinga saya, dan menyebutnya juga agak agak ‘’susah’’ dilidah saya. Coba dengar ya Pak, orang ini namanya Meilanie Buitenzorgy, sebuah nama yang entah diambil dari mana, saya tidak tahu.
Maaf pak Ahok, saya ini orang timur, rasanya masih punya etika untuk memanggil seseorang, saya memanggil Bapak dengan panggilan Pak Ahok karena bapak adalah pemimpin, saya tidak sanggup menyebut bapak dengan kata ‘’lo’’ sebagaimana yang ditulis oleh penulis surat.
Pak Ahok harus bangga punya orang yang peduli dengan Bapak atas musibah yang menimpa Bapak ahir ahir ini. Saya panggil Mei saja ya Pak, sebab kalau saya panggil nama panjangnya sudah saya katakan lidah saya agak susah. Mei ini sudah bikin surat yang ditujukan ke Bapak, judul surat keren bingit, mau tau ya pak, ini judulnya “Bukti Nyata Ahok Tak Salah: Surat Ungu untuk Ahok’’.
Sesaat setelah saya membaca judul tulisan itu, seraya memegang jidat, sontak saya bergumam "Ah'', ada ada saja nih surat.
Pak Ahok.....
Mei ini menyapa Bapak dengan sapaan akrab gaya ‘’ pertokoan sawah besar’’ sebagimana juga pernah saya alami ketika belanja onderdil mobil ,‘’ Dear Ahok, apa kabar lo hari ini?”, demikian sapaan Mei. Mungkin sapaan ini terasa akrab buat bapak, karena mungkin Bapak juga sehari hari memakai bahasa itu, tapi bagi saya yang membaca, ah rasanya amat janggal, karena jauh dari rasa sopan santun, seolah Bapak adalah teman akrab. Sungguhpun demikian, tetap saja Bapak harus bangga karena pada dasarnya isi surat Mei 100% bela belain Bapak dengan mengatakan Bapak tidak bersalah.
Mei ini berargumen bahwa ucapan Bapak di pulau seribu itu hanya menyampaikan Fakta , Fakta bahwa Surat Almidah 51 memang hanya digunakan sebagai alat kepentingan politik oleh Parpol-parpol Islam. Fakta bahwa di berbagai daerah di pelosok Indonesia, bahkan di daerah mayoritas muslim, parpol-parpol Islam malah mengusung, bahkan memenangkan calon-calon kepala daerah non-Muslim melawan kandidat-kandidat Muslim.
Pak Ahok, saya kasih tau ya, apa yang dilakukan oleh jutaan ummat muslim terkait dengan ucapan Bapak itu, dengan protes dan demo besar besar itu, tak ada kaitan dengan apa yang ditulis oleh Mei, tidak ada kaitan dengan urusan politik, tidak ada urusan dengan Pilkada DKI, tetapi murni ketersinggungan, ummat Islam tersinggung keagamaannya akibat ucapan bapak itu. Bapak tau kan, yang datang pada 411 itu bukan hanya warga Jakarta, tetapi datang dari berbagai penjuru tanah Air.
Makanya pak, bapak kalau bicara harus hati hati, harusnya bapak sadar bahwa bapak sedang bermain politik, yang namanya politik itu ada yang suka dan ada yang tidak suka, ketika bapak kesleo ngomong yang bisa menyinggung perasaan orang banyak, apalagi berkaitan dengan ajaran agama, maka akan muncul reaksi. Reaksi itu bukan hanya muncul dari orang yang tidak sealur dengan Bapak, tetapi muncul dari berbagai lapisan jika perasaan keagaamaannya dilecehkan. Apa yang terjadi dengan Bapak, bisa jadi awalnya hanya menyinggung orang Islam yang tidak sealur dengan Bapak, tetapi ketika sudah menyebar keseluruh penjuru, maka perasaan atau solidaritas keagmaan muncul.Jadilah seperti sekarang ini, Bapak ahirnya terpojok sendiri.
Pak Ahok, Mei juga bilang bahwa tidak ada satu pun pasal UU yang bisa menghukum seseorang yang menyampaikan FAKTA.