[caption caption="Deorama Sidang Perundingan Linggarjati, dok. Pribadi"][/caption]
Berkunjung ke Kabupaten Kuningan, apapun kepentingannya, sebaiknya melongok Gedung Perundingan Linggarjati. Tentu bukan hanya sekedar berwisata ria, tetapi ada manfaat dari kunjungan itu yakni kita  bisa melihat secara langsung tapak sejarah seperti yang diajarkan di sekolah dulu yakni adanya perundingan antara Indonesia dan Belanda pasca Kemerdekaan tepatnya tanggal 11-13 November 1946.
Itu pula yang saya lakukan bersama seluruh jajaran Keluarga Besar Pengurus KONI Banten beberapa waktu. Di sela sela kegiatan Family Gathering dalam rangka persiapan mengahadapi even Olah Raga Nasional terbesar di Negeri ini, yakni PON XIX yang akan berlangsung September mendatang di Jawa-Barat, sempat --dengan sengaja tentunya—mengunjungi  Gedung bersejarah ini.
[caption caption="Gedung Perundingan Linggarjati saat ini. dok. Pribadi"]
Berbeda dengan Gedung bersejarah lainnya yang ada di kota, Gedung Linggar Jati ternyata lokasinya ada di sebuah kampung dibawah kaki Gunung Ciremai. Jarak tempuh dari kota Kuningan hanya sekitar lima belas menit atau sekitar 15 km dari pusat kota. Secara administratif, terletak di Desa Lingga Jati. Wilayah ini memang banyak menggunakan nama Lingga, terbukti Desa yang menjadi perbatasan Desa Linggajati juga menggunakan nama Lingga yakni Desa Lingga Indah, Desa Linggamekar dan Desa Linggasana, semuanya masuk wilayah Kecamatan Cilimus.
Saat ini, Gedung ini menjadi tempat wisata sejarah. Banyak wisatawan yang mengunjungi tempat ini setelah mengunjungi tempat tempat Wisata di Kuningan seperti Tempat Wisata Cibulan, tempat pemandian bareng ikan yang ada di kolam pemandian.
Memasuki Gedung Perundingan Linggar Jati tidak dipungut biaya. Bentuk bangunan masih sama dengan saat di lakukakan perundingan. Â Saat kita memasuki Gedung, disambut oleh petugas yang menerangkan tentang sejarah perundingannya itu sendiri termasuk tempat tempat yang ada dalam gedung itu.
Bagi yang ingin mengetahui sejarah perundingan secara leterasi, disediakan buku saku yang isinya memuat tentang sejarah singkat Desa Linggajati, Kronologi terjadinya Perundingan Lingga Jati serta Sejarah tentang Perundingan Linggar yang ditulis Ali Budiarjo dengan hanya membayar lima ribu rupiah.
Ruang sidang perundingan ternyata bukan ruangan yang dihususkan untuk itu, tetapi hanya ruangan besar atau bisa disebut ruang keluarga yang disulap menjadi ruang untuk berunding dengan posisi meja leter U.
Andai saja anggota DPR saat ini yang sukanya saling tohok saat besidang diruang ber AC beralaskan karpet permadani dengan menduduki kursi yang harganya wah, bisa melihat suasana ruang sidang para delegasi Indonesia mengatur dan mempertahankan berdirinya negara Republik ini, pasti akan merasa malu kalau memang punya ke-malu-an dalam arti punya rasa malu.
[caption caption="Inilah ruangan tempat Sidang Perundingan Linggarjati. Dok, Pribadi"]