Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemaknaan Kartu Kuning

9 Februari 2018   15:22 Diperbarui: 9 Februari 2018   22:16 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartakota - Tribunnews.com

Tiba tiba saja, nama besar Asmat bergeser. karya seni suku Asmat yang kesohor berupa ukiran kayu yang sudah mendunia, tenggelam oleh penyakit bernama campak dan gizi buruk. Penyakit itulah yang mendadak menjadi pemberitaan nomor wahid di nusantara dan bikin sibuk para petinggi negeri lantaran menyusup ke suku Asmat dan menelan banyak korban Jiwa.

Asmat tambah menggaung setelah ketua BEM UI Zaadit Taqwa nyemprit dan mengangkat kartu kuning  yang ditujukan kepada Presiden Jokowi pada saat menyampaikan pidato Dies Natalis UI beberapa waktu lalu.

Kartu kuning, yang lazim digunakan pada laga sepakbola, adalah sebuah simbol peringatan terhadap pemain yang bermain bola tidak menuruti aturan yang sudah ada. Dengan kartu kuning itu selanjutnya diharapkan pemain bermain sportif, tidak melakukan pelanggaran berat baik disengaja maupun tidak disengaja, jika masih melakukan pelanggaran, maka kartu kuning kedua akan dilayangkan wasit, lantas dikeluarkan dari lapangan dengan kartu merah.

Sungguhpun demikian, tak jarang seorang yang terkena kartu kuning merasa tidak puas hingga kemudian marah marah kepada wasit. Ambil contoh misalnya pemain professional seperti  Sulley Muntari sangat murka ketika dijatuhi kartu kuning oleh wasit hingga ahirnya "bebanting" keluar lapangan.

Yang lebih parah, biasanya terjadi pada pertandingan sepakbola kelas tarkam, wasit akan menjadi sasaran kemarahan bukan hanya dari pemain yang terkena kartu kuning, tetapi semua bolo yang ada di lapangan akan mengerubuti wasit bahkan tak jarang supporterpun ramai ramai menghajar wasit.

Demikian halnya dengan kartu kuning Zaadit  Taqwa, menurut  pengakuan Zaadit Taqwa, kartu kuning itu dimaksudkan untuk  memperingatkan  Presiden Jokowi untuk bisa melaksanakan tugas-tugasnya yang belum selesai. Zaadit juga menyatakan bahwa munculnya Kartu Kuning itu sebetulnya merupakan kritik terhadap pemerintah terutama soal penanganan Asmat, Adanya wacana Polri menjabat Gubernur dan Soal Kehidupan Organisasi Mahasiswa.

Atas tindakan Zaadit itu, tentu saja menimbulkan berbagai tanggapan tersebab sempritan dan kartu kuning itu tidak terjadi di lapangan sepakbola, tetapi dihadapan dan bahkan ditujukan kepada Presiden yang kemudian ditonton oleh berjuta juta mata rakyat melalui media social maupun media mainstream yang ada.

Orang kemudian bebas mengartikan ''simbol" kartu kuning Zaadit, bagi yang berada di lingkaran Jokowi,  baik itu politisi, birokrat maupun warganet, ramai ramai menghujat Zaadit, tapi sebaliknya bagi yang berada diluar lingkaran kekuasaan, justru memuji keberanian Zaadit dalam mengekspresikan kritiknya melalui kartu kuning.

Dalam konteks tulisan ini, saya tidak  ingin terjebak soal bagaimana sebetulnya yang sudah dilakukan oleh Jokowi sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan dalam membangun bangsa ini, tetapi apa yang sudah dilakukan oleh Zaadit Taqwa diatas, telah menunjukkan bahwa ada suatu persoalan bangsa yang harus dibenahi, adapun soal Kartu Kuning adalah  sebuah pemaknaan yang bisa diterjemahkan menurut sudut pandang masing masing.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun