Jika mengaku sebagai penganut Islam, maka dimanapun berada, saat terdengar suara Adzan berkumandang, yang terbesit dalam pikiran adalah Sholat yang orang Indonesia menyebutnya ‘sembahyang’. Hal demikian sangat wajar karena sholat bukan hanya sekedar anjuran agama (Islam), tetapi sudah menjadi rukum Islam, artinya siapapun yang mengaku Islam, maka wajib hukumnya untuk melaksanakan sholat.
Jika dalam kenyataannya ada orang yang mengaku Islam, di KTP juga jelas disebutkan agamanya Islam, tapi tidak melaksanakan sholat selama hidupnya, maka bisa disebut sebagai Islam abal abal, meminjam istilah Bung Karno, Islam yang demikian disebut Islam ‘Sontoloyo’, ada juga yang mengaku Islam tapi sholatnya dalam waktu waktu tertentu saja, itu namanya orang Islam yang setengah setengah, orang yang macam ini dikampung saya biasa disebut orang Islam yang sholatnya rubuh rubuh gedang.
Ingat sholat maka ingat Mesjid, apalagi kalau kebetulan sedang berkunjung di daerah lain, keinginan untuk sholat biasanya mencari Masjid yang punya nilai sejarah. Seperti halnya saat saya berada di Bengkulu bersama dengan Ketua DPRD Kota Cilegon Ir.Fakih Usman beserta ajudannya Irwan Firmansyah untuk keperluan nonton Pertandingan Sepak Bola Liga 2 antara Cilegon United lawan PS Bengkulu, ketika mendengar kumandang Adzan tanda waktu sholat Dhuhur, Pak Fakih minta kepada driver mobil sewaan, untuk diantar ke Masjid yang bersejarah di Bengkulu.
“Oh, siap Pak, kita sembahyang di Masjid Jamik yang di rancang oleh Bung Karno”, kata sopir yang dipanggil Abi.
Bagi saya, ini sangat menarik karena baru pertama kali saya mendengar ada Masjid di daerah yang rancangannya dibuat oleh Bung Karno. Tentu saja saya sangat antusias bukan hanya sekedar untuk sembahyang di Masjid bersejarah itu, tapi karena saya yakin betul tentang kemampuan Ir. Soekarno karena ia adalah tukang Insinyur Teknik Sipil, bahkan salah satu gambar hasil rancangan bangunan rumah, hingga saat ini masih terpajang di rumah pengasingan Ir,Soekarno yang ada di Bengkulu.
Tak lama kemudian saya tiba di Masjid Jamik Bengkulu, hal yang pertama saya lakukan tentu saja mengambil gambar melalui bantuan si Abi, nampak sekali di salah satu sudut bangunan Masjid tepatnya diatas bangunan tempat Wudhu terdapat sebuah Plang yang bertuliskan “MASJID JAMIK BENGKULU, DIRENOVASI OLEH PRESIDEN PERTAMA RI, Ir.SOEKARNO PADA WAKTU PENGASINGAN DI BENGKULU TAHUN 1938-1942”. Selesai mengambil gambar, saya bergegas mengambil air wudhu dan ikut sholat dzuhur berjam’ah, saya jadi makmum nomor dua dari belakang lantaran datang agak terlambat, tapi tidak mengurang kehusyu’an karena meskipun cuaca diluar panasnya ngentak ngentak, didalam masjid terasa jeruk.
Jika kita amati, ruang utama yang dijadikan tempat untuk sembahyang ini cukup besar untuk ukuran Masjid pada jamannya, menurut catatan luasnya sekitar 14.65x14.65m, didalam ruangan ini, seperti layaknya Masjid dimanapun, terdapat Mihrob dan Mimbar yang sangat artistik. Mihrob atau biasa disebut pengimaman luasnya berukuran lebar 1.60 meter dan panjang 2.5 meter. Adapun Mimbar atau tempat yang digunakan untuk Khutbah, ada disebelah kanan Mihrob. Berbeda dengan Mimbar mimbar Masjid di Jawa, biasanya terbuat dari kayu yang bertingkat, tapi Masjid ini menggunakan struktur tembok biasa dan terdapat empat anak tangga, menurut beberapa catatan yang ada, Mimbar ini bergaya Arsitektur Istambul dimana diatasnya terdapat dua buah kubah terbuat dari seng alumunium anti karat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H