Suatu hari saya dan teman teman bersilaturrahmi kepada seorang kyai di Cibaliung, dekat Ujung Kulon Banten Selatan. Tiba di rumah pak Kyai ba’da Maghrib. Setelah diterima oleh pak Kyai, ngobrol kesana kemari, tak terasa hingga waktu Isya.
Pada saat suara adzan berkumandang, pak Kyai bilang;
“ Bapak ke Pesantren dulu ya, harus mimpin sholat para santri di lanjutkan pengajian”,
“ La kami iku saja pak Kyai” kata saya.
“Ngga usah, kan agak jauh masjidnya, bapak di anter anak bapak, tuh sudah nunggu”, jawab pak Kyai,
“Sudah kalian semabhyang saja di saung belakang tuh, enak diatas kolam ikan saungnya, nanti bisa istirahat disitu ” lanjut pak kiyai seraya menunjuk letak saung.
Setelah pak Kyai berangkat, kami bergegas menuju saung yang hanya berukuran tiga kali tiga tanpa pagar dan lampu. Setelah ambil Wudhu, kami segera naik ke saung.
Pada saat yang bersamaan, saat melaksanakan solat, turun hujan yang lumayan lebat, sementara kondisi saat itu memang agak gelap. Saya berdiri tepat di belakang Imam, Amin namanya.
Selang beberapa saat, saya baru sadar kalau Imamnya berdiri hanya 30 cm dari bibir lantai saung.
‘’Nanti sujudnya dimana ya’’. berpikir saya.
Gemercik air hujan terdengar saat sembahyang. Tiba saatnya ruku, Imam mengucapkan;
“Alllahu Akbar””, makmum mengikuti.
“Samiallohuliman hamidah”, Imam bangun dari ruku.
Seketika pikiran saya berkecamuk, bagimana nih Imam sujudnya, sebab saat sujud, tumpuan tangan harus ada di lantai, sementara jarak kaki hanya 30cm dari bibir lantai (panggung), jadi tidak ada tempat tumpuan tangan, yang ada hanya tempat kosong yang bawahnya kolam ikan.
Tak lama kemudian, Imam mengucapka kalimat takbir untuk bersujud;
“Allahuak…….”, suara imam terputus.
Makmum ikut sujud, tapi saya berpikir lain, terputusnya lafad ‘’Allahuakbar’’, mustinya ada sesuatu.
Ketika agak lama Imam tidak juga mengucapkan takbir kedua dari sujud, tangan saya reflek meraba kedepan, ngga menyentuh tubuh Imam.
Nekad saya tengok kebawah, Astaghfirullah ternyata Imam ada dikolam, mau naik keatas, jadi benar Imam kecebur.
Pada saat jatuh ke kolam itu memang tak tedengar karena dibarengi suara rintik hujan. Dari awal sudah saya bayangkan, saat imam bangun dari ruku, kemudian sujud, bukannya sujud di lantai, pasti akan langsung telungkup ke kolam.
Saat itu, Imam bilang “jangan ribut tarik saja,”, katanya.
Setelah saya tarik hingga ke lantai, bukannya berhenti solat, malah mengucapkan “Allaaaaaaaahuakbar” dengan keras.
Makmum kemudian bangun dari sujud dan solat isyapun berlangsung sampai selesai.
‘’Jalan juga otak kawan satu ini’’, pikir saya.
Setelah salam, ia bergegas keluar walapun masih hujan, sementara teman yang lain disuruhnya mimpin doa, alasannya jam tangannya ketinggalan di tempat wudhu, padahal hanya alasan supaya tidak ketahuan terjerembab di kolam.
Selesai solat, pak Kyai sudah menunggu untuk makan malam bersama.
Melihat Amin bayah kuyup, pak Kyai bertanya;
“ Min, kok baju kamu basah kuyup”,
Belum lagi Amin menjawab, teman yang lain menyahut;
“Iya pak kyai, tadi Amin sholatnya husyu sekali, sujud lama sekali”.
Amin hanya tersipu sambil melirik ke saya.
“Ya baguslah “ timpal pak kiyai.
Mendengar jawaban pak Kyai, Amin kembali meliik ke saya ,
“ Iya pak kyai, tadi jam saya ketinggalan di tempat wudu, saya ambil saat hujan lebat, takut ketinggalan ”. kata Amin
Pak Kyai manggut manggut sambil mempersilahkan menikmati hidangan ala Pesantren.
‘’Oalah Miiiiiiiiiiiin, pak kyai dan Allah kamu bohongi, semoga diampuni dosamu ‘’, gumam saya dalam hati.
Catatan; Tulisan ini hasil revisi dari tulisan terdahulu ''Ketika Imam Solat Kecebur Kolam''
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H