Membangun kesadaran Pancasila adalah membangun kesadaran sejarah bangsa. Namun bangunan kesadaran itu tidak akan disebut kokoh apabila belum pernah diterjang badai yang besar.Â
Pancasila tak akan pernah sakti tanpa diuji kesaktiannya. Pancasila memang pernah melewati momen-momen sulit ujian fisik. Ia digempur pemberontakan demi pemberontakan.Â
Namun setelah reformasi, ujian-ujian itu seakan tidak lagi kasat mata. Gerbang reformasi yang terbuka membawa laju tantangan yang semakin deras, semakin beragam, dan semakin tak tampak.
Gempuran ideologi lewat teknologi menghantam dari dalam dan luar. Pancasila berkali-kali dipertanyakan dalam diskusi-diskusi alot semua yang berkepentingan. Bahkan sampai-sampai ada dikotomi antara yang merasa diri paling pantas disebut 'Pancasilais' hingga ada yang menantang dan menyebutnya tak cukup berhasil menjadi nilai yang bisa diterima semua.
Lalu di tengah segala pertentangan itu, tiba-tiba Covid-19 menyerang. Di bawah wabah Covid-19, semua diri tular-menular, semua bangsa papar-memapar, semua kekuatan tembus-menembus. Covid-19 berhasil menggerayangi segala agama dengan segala klaim kebenaran, semua ras tanpa diskriminasi, segala jabatan tanpa hak istimewa, segala adidaya tanpa hak veto. Pertanyaan demi pertanyaan mulai meragukan Pancasila, sejauh mana kontribusinya dalam menghadapi perpecahan akibat pandemi ini.
Namun, tantangan global ini, sepertinya berhasil meredam debat-debat panas tentang Pancasila. Kondisi genting ini serta-merta membuat banyak orang kembali merenungkan nilai-nilai luhur berkebangsaan yang ternyata sejak awal sudah melekat pada Pancasila.
Dalam menghadapi serangan Covid-19, memang idealnya harus dilihat berdasarkan cara pandang Pancasila. Selama ini kita selalu memandang bahwa ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara berasal dari serangan fisik seperti terorisme, perang, kerusuhan, dan sebagainya. Padahal jenis ancaman terhadap negara cukup banyak dan tidak terlihat, seperti ancaman ekonomi, pendidikan, kesehatan, pangan, dan sebagainya.Â
Ketergantungan impor barang, pangan, juga merupakan ancaman yang tidak kalah mengerikan bila negara-negara asal impor tiba-tiba menutup semua pelabuhannya.
Penyebaran virus Covid-19 sendiri tergolong sebagai ancaman di bidang kesehatan karena telah menyebabkan penularan yang luas dan kematian yang cukup besar. Efeknya sangat luar biasa hingga berimbas pada kehidupan ekonomi, sosial budaya, dan politik. Dari aspek ekonomi, jelas sudah bahwa pandemi Covid-19 yang diiringi dengan kebijakan PSBB berkepanjangan telah menyebabkan banyak perusahaan bangkrut, apalagi UMKM yang keburu kolaps.
Dari aspek sosial budaya, kebijakan social dan physical distancing yang puncaknya membuat masyarakat menjadi saling curiga satu sama lain. Manusia dianggap sebagai pembawa penyakit bahkan ketika sudah meninggal sekalipun. Jadi wabah ini secara langsung merenggangkan hubungan antar manusia secara fisik karena tidak ada satu pun orang yang ingin tertular, padahal belum terbukti manusia tersebut membawa penyakit.