Mohon tunggu...
Moch. Marsa Taufiqurrohman
Moch. Marsa Taufiqurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum (yang nggak nulis tentang hukum)

Seorang anak yang lahir sebagai kado terindah untuk ulangtahun ke-23 Ibundanya.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tetap Cuan Berinvestasi di Tengah Pandemi, Bisakah?

12 Mei 2020   14:52 Diperbarui: 12 Mei 2020   15:12 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sumber-informasi.com

Pandemi Covid-19 telah mengubah wajah dunia, hampir semua negara telah menerapkan kebijakan karantina. Stay at home menjadi sebuah kalimat keramat yang digunakan sebagai pencegahan penyebaran pandemi ini. 

Kita lihat sendiri, bandara-bandara mulai ditutup, jalanan mulai sepi, usaha mulai terhenti, dan tentunya berimbas kepada tekanan-tekanan ekonomi yang mulai semakin terasa.

Tak pelak jika Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo juga menekankan bahwa pandemi ini bukanlah hal yang biasa, ini adalah kejadian yang extra ordinary. Terjadi bahkan mungkin hanya 100 tahun sekali. Sebagaimana yang kita rasakan sendiri, pandemi ini telah menyebarkan kepanikan pasar, nilai tukar yang tertekan. 

Kita pun beranjak menjadi bingung, galau, bahkan ketidaktahuan untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Sehingga banyak orang menyimpulkan bahwa "krisis benar-benar menyita uang kita".

Fenomena ini juga tak kalah berpengaruh kepada iklim investasi yang semakin menurun. Dimana Penurunan IHSG masih berlanjut, IHSG ditutup melemah 151,94 poin atau 3,18% ke posisi 4.626,69 pada penutupan perdagangan Rabu, minggu lalu. Pergerakan pasar finansial selama beberapa bulan terakhir tmembuat investor resah memikirkan portofolio investasinya. Investor juga tentu kebingungan dalam mengambil keputusan ke mana harus menaruh dana investasinya.

Investor pun akhirnya memilih untuk berbondong-bondong melakukan panic reedeming, menarik semua portofolio dengan anggapan bahwa tindakan ini merupakan satu-satunya kunci menyelamatkan keuangan. Kemudian terjadilah fenomena cash is king di dalam masyarakat.

Tapi siapa sangka, tak banyak yang mengetahui bahwa "crisis is apparently the best time to make money". Bahwa sebenarnya investasi pada saat krisis merupakan waktu terbaik untuk menghasilkan uang.

Kok bisa?

Kita perlu tahu bahwa ada sebuah kenyataan yang berbeda antara pasar keuangan modal dan pasar sektor riil. Memang pasar sektor riil pasti berjibaku untuk menghadapi tekanan resesi yang tidak terelakkan. Tapi beda hal dengan pasar modal. Pasar modal adalah peserta demokrasi yang spontan, bengis, mandiri dan pragmatik.

Pokoknya Aman, Cuannya Nyaman, dan Likuid

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memilih investasi, terutama agar tetap cuan di tengah pandemi seperti ini. Pertama, pokoknya aman. Kedua, cuannya aman. Dan Ketiga, harus likuid (bisa cair atau bisa ditarik)

Sumber: cermati.com
Sumber: cermati.com

Sebuah investasi harus dapat dipastikan aman. Jika kita meletakkan investasi sebesar Rp. 100 juta maka setidaknya investasi tersebut harus kembali 100 juta. Entah kita berinvestasi pada deposito, obligasi negara, saham, maupun obligasi korporasi, harus tetap kembali setidaknya 100 juta. Inilah yang disebut sebagai return of capital, alias harus balik modal.

Selanjutnya investasi harus dipastikan nyaman atau tidak, artinya cuan atau imbal hasilnya (kupon/yield) bisa mengalahkan inflasi. Dan yang terakhir investasi kita bisa diambil sewaktu-waktu atau tidak.

Mengapa harus aman, nyaman, dan likuid?

Pada dasarnya arti dari sebuah investasi adalah menanam keberuntungan. Yang dimaksud keberuntungan di sini adalah kemampuan untuk meningkatkan daya beli sepanjang waktu. Sedangkan yang mengerus daya beli adalah tiga hal: 

  • Hilangnya investasi, 
  • Inflasi, dan 
  • Investasi yang tidak dapat likuid.

Sehingga:

  • Sebuah investasi tidak boleh hilang. 
  • Cuannya atau imbal hasilnya (yield) harus dapat mengalahkan inflasi.
  • Investasi bukan hanya dapat masuk, tetapi juga harus keluar. Artinya investasi harus dapat ditarik dan diambil lagi, inilah yang kemudian disebut dengan luqidity risk.

Surat Berharga Negara (SBN) dapat Menjadi Opsi

Sebenarnya kita memiliki pilihan investasi yang memenuhi ketiga kriteria tersebut, yakni berinvestasi pada SBN.

Mengapa SBN?

Sebab berinvestasi pada surat berharga negara, pertama, memiliki risiko gagal bayar zero. Kedua SBN memiliki besaran yield (imbal hasil) yang dapat mengalahkan inflasi. Ketiga, SBN bisa dijual

Apa itu risiko gagal bayar zero?

Perlu kita ketahui bahwa terdapat aturan saat ingin investasi:

"The first rule is never to lose money. And second rule, remember rule nomber one."

Aturan pertama, jangan pernah kehilangan uang. Dan aturan kedua, kita harus selalu mengingat aturan nomor pertama.

SBN merupakan investasi yang dijamin oleh negara, pembayaran imbal hasil dan pokok investasi SBN  dijamin oleh UU APBN dan UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Berharga Negara. Sehingga SBN dikatakan aman sebab memiliki risiko gagal bayar zero alias nol alias tidak mungkin rugi.

SBN juga memiliki yield yang mengalahkan inflasi, terbukti tingkat keuntungan SBN bahkan berada di atas bunga deposito yakni +/- 6% per tahun. SBN juga dapat dipastikan likuid. Memang jangka waktu investasi SBN ditetapkan selama 2 tahun, namun kita bisa melakukan pencairan sebesar 50% dari total kepemilikan 1 tahun setelah pembelian. Selain itu, dengan membeli SBN, kita juga turut berperan aktif dalam membangun negara, serta ikut serta dalam upaya mengurangi ketergantungan kepada investor asing.

Diversifikasi Investasi

Dalam berinvestasi kita tidak boleh menggunakan kata "atau", melainkan harus menggunakan kata "dan". Artinya dalam berinvestasi bukan saham "atau" properti, bukan obligasi "atau" reksadana. Tetapi saham "dan" properti, obligasi "dan" deposito, maupun SBN "dan" reksadana.

"Jangan letakkan telur-telur dalam satu keranjang". 

Pepatah tersebut merupakan salah satu nasihat bagi para investor untuk melakukan diversifikasi. Diversifikasi artinya menempatkan dana pada beragam kelas aset, yaitu aset keuangan (yang dapat dibagi lagi menjadi sub kelas saham dan sub kelas surat utang) dan non keuangan (yang dapat dibagi lagi menjadi sub kelas logam mulia, sub kelas properti, dan sub kelas barang antik).

Sumber: sumber-informasi.com
Sumber: sumber-informasi.com

Tujuan diversifikasi dalam investasi bukanlah bertujuan untuk memperoleh tingkat pengembalian (return) yang tinggi. Tetapi tujuannya adalah untuk menurunkan tingkat risiko dengan cara menempatkan dana pada aset yang memiliki hubungan pergerakan nilai yang rendah atau bahkan saling berlawanan (dalam bahasa statistik berarti memilih aset yang koefisien korelasinya dengan aset lain mendekati nol atau negatif). Sehingga dengan melakukan diversifikasi, kita dapat terhindar dari penurunan tajam nilai portofolio akibat menempatkan dananya pada satu sub kelas aset.

Tetap Optimis Menghadapi Tekanan Ekonomi

IMF memang telah memprediksi jika ekonomi dunia akan melambat, dan dapat dipastikan ekonomi indonesia juga akan melambat.

Lagu bagaimana?

Yang perlu kita ketahui bahwa risiko kita adalah "crisis is in the west affect in the rest". Sehingga krisis yang sebenarnya akan kita alami bukanlah sekarang, bukan diakibatkan oleh pandemi ini. Krisis yang sebenarnya adalah krisis tuir sebelum tajir. Kita akan menghadapi krisis pada tahun 2030, yakni ketika mayoritas penduduk Indonesia mulai menua.

Yang harus kita lakukan adalah jangan menjadi seperti keluarga Moon-Gwang di dalam film parasite yang kemudian cuma dapat berkata "we don't have income we don't have money only dead". Jadi hindarilah kristal hutabarat, krisis total hutang tambah berat. Investasi menjadi penting di saat pandemi seperti ini, dan bagaimanapun kondisinya. Sebab kita tidak pernah tahu apa yang terdapat di balik badai pandemi ini. Sehingga dengan melakukan investasi setidaknya kita memiliki dana cadangan untuk dapat menghadapi krisis-krisis selanjutnya, atau bahkan krisis yang lebih berat daripada ini.

Kita lihat sekarang kondisi pandemi memang berat. Menghadapi krisis tidaklah mudah. Krisis bukan sebuah hal yang hanya bisa diatasi oleh satu dua lembaga, tapi butuh dukungan bersama. Kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir, dan kita tidak tahu bagaimana ujungnya nanti. Tapi satu hal yang pasti, ketika pandemi ini berakhir terdapat sebuah keyakinan bahwa kita akan berada dunia yang baru, kita akan melihat dunia yang berbeda. Sehingga kita perlu tetap optimis dan tetap mencari peluang. Tentunya bersama-sama bekerja membangun optimisme demi indonesia yang lebih baik, dan bisa keluar dari pandemi Covid-19 dan tekanan ekonomi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun