Ketiga, BI juga mengeluarkan kebijakan penyesuaian pelaksanaan beberapa ketentuan bank Indonesia sebagai dampak pandemi Covid-19. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengakomodir pemenuhan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang berada di bawah pengaturan dan pengawasan BI di sektor moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran di tengah penerapan kebijakan percepatan penanganan COVID-19 oleh Pemerintah.
Ketentuan tersebut mengatur area penyesuaian yang meliputi  proses perizinan, penyampaian pelaporan, korespondensi dan/atau pertemuan BI, sanksi-sanksi administratif kepada Eksportir Non-Sumber Daya Alam berupa penangguhan atas pelayanan ekspor, layanan kas Bank Indonesia, biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), penyelenggaraan kartu kredit, dan pemenuhan kewajiban implementasi beberapa ketentuan BI.
Selain penerbitan ketentuan dalam menghadapi dampak Covid-19, BI juga memperpanjang waktu penyampaian tanggapan Consultative Paper (CP), Standar Open API dan Interlink Bank dengan Fintech Bagi PJSP.Â
Namun keseluruhan bauran kebijakan dalam mempertahankan stabilitas sistem keuangan di atas tidaklah cukup apabila tidak terdapat dukungan dari seluruh lapisan bangsa. Oleh karenanya partisipasi aktif kita sebagai masyarakat juga sangat diperlukan untuk dapat menghalau krisis keuangan. Sehingga kita perlu menjadi rumah tangga byang berperilaku baik, sebab kita merupakan salah satu subyek finansial yang terhubung dengan insfrastruktur keuangan. Artinya secara sadar atau tidak sadar kita sangat berkaitan langsung dengan stabilitas sistem keuangan.
Dalam kondisi ketidakpastian seperti ini, selain menjaga kesehatan badan, kita juga perlu untuk menjaga kesehatan keuangan kita. kita dapat meelihat kembali kondisi keuangan kita agar lebih siap jika kodisi seperti ini terulang kembali.
Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dilakukan. Tentunya tiga hal ini merupakan sesuatu yang tidak mudah. Tiga hal ini nantinya juga dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kesiapan kita dalam menghadapai kondisi ketidakpastian seperti ini, tentunya menjadi tantangan baru bagi kita dan keluarga.
Mengidentifikasi Kebutuhan Esensial dan Non Esensial
Saat kondisi normal, sebelum virus melanda kita, setiap kegiatan yang kita lakukan membutuhkan pengeluaran yang pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian besar. Dua bagian tersebut dapat kita sebut sebagai kebutuhan esensial dan non esensial. Dalam hal ini kita perlu mengIdentifikasi dan membedakan antara pengeluaran-pengeluaran apa saja yang sifatnya bukan kebutuhan hidup 'utama' dan pengeluaran-pengeluran dengan sifat non esensial seperti out door entertainment, olahraga di luar, nonton bioskop, makan di luar yang saat ini terhenti karena harus diam di rumah saja.
Di lain sisi, kebutuhan yang sifatnya untuk bertahan hidup atau pengeluaran yang esensial dan 'harus', seperti belanja sembako, bayar sewa, bayar uang sekolah anak, bayar listrik, bayar pajak, bayar iuran lingkungan dan yang sejenisnya, meskipun kita dibatasi di dalam rumah saja, tetap saja pos-pos tersebut perlu dan harus dibayarkan.
Kita juga harus waspada agar tidak mudah tergiur belanja online. Pada era digital seperti ini, metode pembayaran sudah banyak didominasi oleh pembayaran online. Kemudahan pembayaran elektronik terkadang juga membuat kita kehilangan jejak atas pengeluaran kita.
Untuk itu kita perlu membuat anggaran baru, agar kita tidak kebablasan dengan belanja online ini. Anggaran baru ini berfungsi untuk mengontrol seberapa besar pengeluaran pengeluaran esensial yang diperlukan selama masa-masa seperti ini.