Mengutip dari Jawaban Biro Riset Legislative (Legislative Research Bureau's) bahwa MoU didefinisikan dalam Black's Law Dictionary sebagai bentuk Letter of Intent.
 Adapun Letter of Intent didefinisikan sebagai sebuah pernyataan tertulis yang menjabarkan pemahaman awal pihak yang berencana masuk ke dalam kontrak atau perjanjian.
MoU adalah bentuk tulisan tanpa komitmen dan tidak menjanjikan suatu apapun. Bentuknya hanya sebagai awal untuk kesepakatan. Suatu Letter of Intent tidak dimaksudkan untuk mengikat, sehingga MoU masig dapat membuka peluang tawar-menawar dengan pihak ketiga.
Sehingga MoU hanya melingkupi hal-hal sebagai berikut, pertama MoU merupakan pendahuluan perikatan. Bentuknya hanyalah sebagai sebuah landasan dan kepastian dibentuknya perjanjian lebih lanjut. Kedua, isi atau materi dari MoU hanya memuat hal-hal yang pokok-pokok saja. Artinya MoU tidak memiliki isi yang lebih rinci.
Ketiga, MoU memilki tenggang waktu, sehingga MoU tidak mengikat dengan jangka waktu yang panjang, hanya bersifat sementara. Keempat, MoU terkadang tidak dibuat secara formal serta tidak ada kewajiban yang memaksa untuk dibuatnya kontrak atau perjanjian terperinci.Â
Kelima, MoU dapat dijadikan untuk mengindari kesulitan dalam pembatalan, jika salah satu pihak masih ragu terhadap kerjasama maupun perjanjian yang akan dibuatnya.
MoU Belum Bisa Disebut sebagai Perjanjian!
Jika masih keukuh menyamakan MoU dan Perjanjian, maka kita akan ditertawakan oleh Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).Â
Di dalam pasal tersebut pada intinya mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana salah satu pihak berjanji kepada pihak lainnya, yang pada akhirnya kedua belah pihak saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Sebuah perbuatan dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian apabila memenuhi unsur-unsur berikut. Pertama harus dimaknai sebagai perbuatan hukum atau tindakan hukum. Hal ini dikarenakan perbuatan sebagaimana dilakukan oleh para pihak berdasarkan perjanjian akan membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan tersebut.
Kedua, perjanjian di buat paling sedikit oleh 2 pihak yang saling saling memberikan pernyataan satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum yang dalam istilah hukum disebut sebagai subjek hukum.Â