Akhir-akhir ini, media dihebohkan dengan kenaikan biaya pendidikan yang terjadi pada beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. Kenaikan biaya pendidikan itu tentunya mengakibatkan protes pada beberapa pihak. Universitas Brawijaya merupakan salah satu PTN yang menaikkan biaya pendidikannya dengan cara menambah golongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi dua belas golongan. Selain itu, terdapat perguruan tinggi negeri lain yang juga ikut berlomba-lomba meningkatkan biaya pendidikan selain Universitas Brawijaya. Sebut saja Institut Pertanian Bogor, perguruan tinggi tersebut juga ikut menaikkan biaya pendidikan dengan menambah golongan UKT dari yang awalnya hanya lima golongan menjadi delapan golongan.
Permasalahan biaya di PTN tidak hanya menyangkut soal penambahan golongan UKT, tetapi juga menyangkut hal-hal lain yang dapat menindas para mahasiswa. Terdapat sebuah kasus yang sempat heboh di media massa dan media sosial mengenai salah satu PTN yang bekerja sama dengan pinjol untuk pembayaran biaya pendidikan, sebut saja Institut Teknologi Bandung. Tidak tanggung-tanggung, bunga yang diberikan oleh pinjol tersebut sangatlah tinggi, sehingga mahasiswa harus membayar UKT lebih besar dari yang seharusnya karena bunga tersebut.
Permasalahan mengenai biaya pendidikan tidak hanya terjadi pada tahun ini, tetapi juga terjadi pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, terdapat ratusan aduan yang dilontarkan oleh mahasiswa baru Universitas Indonesia. Setidaknya, terdapat tujuh ratus sampai delapan ratus mahasiswa baru yang diterima melalui jalur SNBP mendapatkan biaya pendidikan yangs angat tinggi hingga puluhan juta rupiah.
Biaya pendidikan yang tinggi menunjukkan adanya indikasi komersialisasi pendidikan. Komersialisasi pendidikan merupakan sistem pendidikan di mana lembaga pendidikan didirikan untuk mengabdi kepada pemilik modal, bukan digunakan sebagai sarana untuk pembebasan dari penindasan. Pendidikan disesuaikan dengan selera pasar dan dianggap sebagai barang dagangan yang dapat diperjualbelikan secara bebas di pasar. Apabila pendidikan dianalogikan sebagai barang dagangan, maka pendidikan dipandang sebagai barang dagangan yang berkualitas tinggi dan mewah sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengaksesnya.. Salah satu ciri khas bahwa pendidikan telah dikomersialisasikan adalah biaya pendidikan yang sangat tinggi.
Beberapa pertanyaan besar dapat diajukan berdasarkan permasalahan yang telah dirincikan di atas. Pertanyaan pertama, bagaimana bisa perguruan tinggi negeri di Indonesia bisa dikomersialisasikan? Apakah pemerintah tidak melakukan pengawasan sehingga perguruan tinggi negeri dapat mematok biaya pendidikan sesukanya? Pertanyaan kedua, bagaimana dampak komersialisasi pendidikan yang terjadi pada perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia? Apakah komersialisasi pendidikan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia?
Untuk menjawab bagaimana bisa perguruan tinggi negeri di Indonesia menjadi dikomersialisasikan, perlu ditelaah kampus apa saja yang terjerat kasus pada awal artikel ini. Beberapa kampus yang telah dijelaskan di atas yaitu Universitas Brawijaya, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Indonesia. Apabila mencari tahu lebih mendalam, kampus-kampus tersebut merupakan kampus yang tergolong sebagai kampus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH)
Status PTN-BH merupakan status yang diberikan pada sebuah PTN yang telah memenuhi kriteria tertentu dalam peraturan perundang-undangan. PTN-BH memiliki kewenangan khusus yang tidak dimiliki oleh PTN biasa, yaitu kewenangan untuk mengatur sendiri urusan akademik maupun non-akademik secara otonomi penuh. PTN-BH memiliki kewenangan untuk mengatur segala hal mengenai pengelolaan keuangan dan sumber daya tanpa adanya intervensi dari pemerintah, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.Â
Berdasarkan Pasal 65 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012, dijelaskan bahwa PTN-BH memiliki beberapa karakteristik khusus, yaitu; 1) kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah; 2) tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri; 3) unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi: 4) hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel; 5) wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kependidikan; 6) wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; dan 7) wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup Program Studi.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas mengenai PTN-BH, pertanyaan mengenai bagaimana bisa PTN di Indonesia menjadi dikomersialisasikan dapat dijawab. Beberapa perguruan tinggi telah memiliki status sebagai PTN-BH, khususnya perguruan tinggi yang telah disebutkan di atas, yaitu Universitas Brawijaya, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Indonesia. PTN-BH menjadi alasan utama mengapa kampus-kampus tersebut memiliki biaya pendidikan yang tinggi. Kampus-kampus itu bebas mengelola keuangan secara otonomi, hal itu juga berarti PTN-BH dapat menentukan biaya pendidikan sesukanya dengan dalih pengembangan institusi dan fasilitas pendidikan.Â
Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi sedikit pun mengenai pematokan biaya pendidikan yang sangat tinggi. Peraturan perundang-undangan tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk ikut campur dalam rumah tangga kampus yang berstatus PTN-BH.Â
Selain penyebab komersialisasi pendidikan pada perguruan tinggi negeri, dampak dari komersialisasi pendidikan juga perlu dibahas. Ada beberapa dampak yang timbul akibat komersialisasi pendidikan, salah satunya adalah perguruan tinggi negeri yang seharusnya bersifat publik malah diprivatisasi. Privatisasi perguruan tinggi negeri mengakibatkan kaum yang lemah secara ekonomi tidak dapat mengakses pendidikan yang layak. Apabila hal tersebut dibiarkan secara terus menerus, akan ada jurang pemisah yang semakin besar antara kaum pemilik modal dengan kaum yang rendah. Jurang pemisah yang begitu lebar akan menghasilkan kesenjangan sosial yang semakin tinggi ke depannya. Alhasil, tujuan negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak akan pernah tercapai. Selain itu, esensi dari perguruan tinggi menjadi hilang. Esensi perguruan tinggi sebagai sarana untuk melawan penindasan menjadi hilang. Selain itu, status PTN-BH juga memberikan kewenangan bagi kampus tertentu untuk bebas melakukan kemitraan dengan industri. Kemitraan dengan industri dapat mengintervensi sistem, kurikulum, dan kebijakan di dalam perguruan tinggi negeri.