A. Pengertian Tas'ir
Kata tas'ir berasal dari kata sa'ara-yas'aru-sa'ran, yang artinya menyalakan.  Kemudian dibentuk menjadi kata as-si'ru dan jamaknya as'ar  yang artinya harga (sesuatu). Kata as-si'ru ini digunakan untuk menyebut harga (di pasar) sebagai penyerupaan terhadap aktivitas penyalaan api, seakan menyalakan nilai (harga) bagi sesuatu. Dan para ulama merumuskan definisi tas'ir secara syar'i, yaitu: seorang imam (penguasa), wakilnya atau setiap orang yang mengurusi urusan kaum Muslim untuk memerintahkan kepada para pelaku pasar agar tidak menjual komoditas kecuali dengan harga tertentu, mereka dilarang untuk menambah harganya hingga harga tidak membumbung atau mengurangi harganya hingga tidak memukul selain mereka.  Jadi, mereka dilarang untuk menambah atau mengurangi dari harga yang dipatok demi kemaslahatan masyarakat. Artinya, negara melakukan intervensi (campur tangan) atas harga dengan menetapkan harga tertentu atas suatu komoditas dan setiap orang dilarang untuk menjual lebih atau kurang dari harga yang ditetapkan itu demi mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat.
B. Al-Tas'ir dalam Pandangan Maqashid As-Syari'ah
Sebagaimana tujuan Allah Swt menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi manusia merupakan dasar sekaligus tujuan utama dari syariah Islam (mashlahah al-'ibd) Menurut al-Syathibi dalam Muwafaqat tujuan utama syariah Islam adalah mencapai kesejahteraan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap lima kemaslahatan, yaitu: keimanan (al-dn), ilmu (al-ilm), kehidupan (al-nafs), harta (al- ml), dan kelangsungan keturunan (al-nasl). Jika salah satu dari lima kebutuhan ini tidak tercukupi, niscaya manusia tidak akan mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya. Ketika kemaslahatan dapat diwujudkan dengan at-tas'ir maka tas'ir dapat dibolehkan kerena dengannya kemaslahatan manusia dapat terwujud.
Imam/pemimpin boleh memaksa jika bertujuan untuk menolak kemudharatan umum. Ini boleh dilakukan ketika terjadinya fluktuasi harga yang disebabka oleh ulah para pedagang. Malikiyah dan Hanabilah memberikan syarat diperbolehkannya tas'ir:
Pertama, Masyarakat sangat membutuhkan komoditi tersebut.
Kedua, Membentuk lembaga khusus untuk menetapkan harga, dan menjamin keadilan serta
menjaga hak pedagang dan pembeli.
Ketiga, Sebab penetapan harga karena tingginya harga komoditi yang timbul karena kecurangan para pedagang
Hadis tentang keengganan Rasulullah Saw menetapkan harga yang menjadi dalil bagi yang tidak membolehkan al-tas'ir akan menjadi tidak berlaku apabila ada beberapa gangguan/distorsi dalam suatu pasar.Â
Rasulullah saw tidak menyetujui permintaan sahabat untuk menetapkan harga karena permintaan tersebut terjadi disaat mekanisme pasar berjalan normal sesuai hukum permintaan dan penawaran ketika harga berada pada harga kompetitif normal, yaitu harga yang berada dalam persaingan sempurna yang disebabkan oleh supply dan demand, tidak ada unsur spekulasi. Berbeda jika ada ditorsi/gangguan, seperti kecurangan yang dilakukan pedagang maka Rasulullah Saw bisa jadi akan menetapkan harga. Pada saat adanya distorsi maka untuk menjamin kemaslahatan konsumen, produsen, dan pedagang pemerintah memiliki hak untuk menetapkan sebuah harga.