Ditengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia yang sedang menjalankan tahap New Normal, akhir-akhir ini terjadi suatu polemik yang begitu hangat dibicarakan, bahkan menuai kegaduhan di ruang publik. Tak lain dan tak bukan ialah RUU Haluan Ideologi Pancasila. Bukan karena kehadirannya yang baik dan menarik, justru RUU yang berisikan 10 Bab dan 60 pasal ini menimbulkan banyak kontra. Terlebih, bangsa Indonesia sedang dalam keadaan berjuang menjalankan kehidupan yang akan kembali normal. Sebelumnya, RUU Haluan Ideologi Pancasila telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR yang digelar pada 12 Mei 2020. Dan sejauh ini, sejak tulisan ini diangkat oleh penulis, sikap pemerintah terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila ini memutuskan untuk menunda pembahasan RUU tersebut. Hal ini diperkuat oleh Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan, beliau mengatakan bahwasannya pemerintah meminta DPR selaku pengusul RUU Haluan Ideologi Negara untuk lebih menampung aspirasi masyarakat Indonesia.
Nah, sebelum meninjau lebih jauh terkait substansi RUU Haluan Ideologi Pancasila tersebut yang menuai penuh kontra, alangkah baiknya meninjau tentang pemahaman RUU Haluan Ideologi Pancasila terlebih dahulu. Jika mengacu pada RUU Haluan Ideologi Pancasila sebagaimana tertuang pada Pasal 1ayat 3, yang berbunyi “Haluan Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.
Mungkin pada pemahaman tersebut belum menemukan suatu kejanggalan karena substansi pasal tersebut masih umum belum merucut ke yang lebih spesifik. Sebelum beranjak ke pasal yang lain, perlu kiranya berpikir sejenak bahwa sejatinya Pancasila merupakan ideologi negara, bila disinkronkan ke nama RUU tersebut maka seharusnya RUU tersebut bernama RUU Haluan Pancasila saja, karena Pancasila juga sebagai suatu ideologi, ideologi bangsa Indonesia. Hal ini juga diperkuat dalam salah satu empat pilar MPR yang menunjukkan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara. Berarti dalam penyusunan ini ada suatu kekeliruan dalam menggunakan rangkaian nama RUU.
Berdasarkan hasil Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan, sampai sekarang ini juga belum ada Undang-Undang yang digunakan sebagai landasan hukum yang mengatur tentang Haluan Ideologi Pancasila, sehingga diperlukan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila. Padahal, sejatinya Pancasila lah yang kedudukan nya lebih tinggi dibandingkan Undang-Undang, tetapi jika ini direalisasikan, maka kedudukan Pancasila terkesan berada di bawah Undang-Undang, hal ini dikarenakan RUU tersebut memerlukan suatu Undang-Undang sebagai landasan hukumnya. Ini yang perlu dikaji lebih jauh dan perlu dikritisi.
Lalu, ditinjau dari substansi RUU Haluan Bagian Pancasila bagian “Mengingat”. Bisa dicermati ternyata terkait RUU tersebut tidak mencantumkan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ideologi Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai konsideran. Penulis satu pemikiran dengan masyarakat lainnya, seharusnya Tap MPR tersebut dicantumkan sebagai upaya larangan untuk menyebarkan paham atau ajaran komunisme, marxisme, leninisme, juga sebagai upaya terjadinya munculnya PKI, organisasi terlarang di Indonesia. Jika tidak mencantumkan RUU tersebut, khawatirnya akan bermunculan paham atau ajaran yang dapat memperburuk keadaan NKRI.
Selanjutnya, dalam Pasal 7 Ayat 1 - 3 RUU Haluan Ideologi Pancasila yang berbunyi “(1)Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan, perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan / demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan. (2)Ciri pokok Pancasila berupa trisila: sosionasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. (3)Trisila dimaksud dengan ayat 2 terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong. Nah, pasal-pasal tersebut menurut penulis saling bertubrukan, karena terkesan seperti suatu pemerasan terhadap Pancasila ke dalam trisila dan ke dalam ekasila. Padahal sejatinya Pancasila merupakan 5 asas dasar yang sifatnya kesatuan / saling menyatukan.
Mungkin itu saja dari penulis terkait segi subtansi RUU Haluan Ideologi Pancasila yang menuai kontra oleh kalangan publik. Selanjutnya, jika ditinjau dari segi urgensinya, tampaknya seluruh elemen masyarakat Indonesia baik dari ormas seperti PBNU, Muhammadiyah, MUI, Gerakan Pemuda Ansor, sepakat bahwa menurut pandangan mereka RUU tersebut tidak ada urgensi sama sekali, mereka menuding seperti membangkitkan komunisme, bahkan sebelum pemerintah memutuskan menunda untuk pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila, ormas-ormas tersebut sudah menunjukkan aksi ketidaksetujuan untuk dibahas lebih lanjut / menunda bahkan mendesak DPR untuk mencabut RUU tersebut. Pertanyaan nya sederhana, pemerintah saat ini tengah fokus mengatasi wabah virus covid-19 yang tak kunjung usai, tetapi mengapa DPR mempunyai agenda sendiri untuk membahas RUU tersebut? Mengapa disaat genting sekarang ini justru DPR ingin sekali membahas RUU Haluan Pedoman Pancasila tanpa memberikan waktu lebih ke masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya? Ini yang menjadi sebuah pertanyaan yang umum oleh masyarakat luas.
Terkait pandangan urgensi dari pihak partai politik, menurut penulis melalui berita yang telah tersebar luas, sejatinya disaat RUU Haluan Ideologi Pancasila telah memasuki tahap pengambilan keputusan fraksi, hasilnya 7 (PDIP, PAN, PKB, PPP, Golkar, NasDem, Gerindra) fraksi partai politik setuju, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyutujui karena tidak adanya Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan Komunisme, dan disaat akan mengadakan suatu rapat lebih lanjut mengenai RUU Haluan Ideologi Pancasila, fraksi Partai Demokrat tidak hadir dalam rapat tersebut. Alasannya sama, Partai Demokrat tidak sepakat dengan RUU tersebut. Ini menunjukkan bahwa sejatinya masih ada kelompok orang yang bisa berpikir tahap panjang mengenai dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila memang penting, namun saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi pandemi covid-19. Namun, sejak tulisan ini dimuat, tampaknya PDIP dan PAN telah berubah haluan yang awalnya mendukung RUU ini sekarang bentuk sikapnya ingin mendesak seluruh pihak DPR untuk mempertimbangkan kembali dalam kelanjutan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila dengan mengeseimbangkan aspirasi dari berbagai elemen masyarakat.
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis, bila ditinjau dari segi subtansi, masih banyak hal yang harus perlu direvisi ulang dan perlu dikaji lebih kritis, supaya tidak ada pasal-pasal yang sifatnya janggal dan bertubrukan. Lebih memberikan waktu lebih kepada masyarakat untuk beraspirasi terkait RUU tersebut, dan tidak menjadikan suatu kerugian bagi siapapun. Untuk segi urgensinya, memang benar untuk saat ini penulis pro dengan pemerintah yang menunda pembahasan RUU lebih lanjut, karena fokus menghadapi pandemi covid-19. Perlu kiranya untuk menjabut RUU tersebut jikalau subtansi yang dicantumkan tidak direvisi sama sekali.